24. Love Language (2)

4.2K 952 216
                                    

"Ya ampun! Princess suka makan sayuran ya? Makan sayur emang bikin rambut tumbuh lebat dan cantik lho. Pantesan rambutnya Princess May cantik banget ih!"

Jelas-jelas dari tadi Rumaisha tampak kurang berselera dengan sayuran di piringnya, tapi Ganes tetap memuji gadis kecil itu, sambil membelai rambutnya pelan. Dan efeknya, gadis kecil itu mulai mencomot sayuran di piringnya sedikit-sedikit.

"Kapten Indonesia makannya udah hampir abis ya? Hebat! Pantesan bisa jadi super hero!" Kali itu Ganes memuji Risyad yang sedang menyisihkan ayam gorengnya ke pinggir piring (dan hanya memakan kulitnya saja). "Kalau mau jadi kuat, emang harus makan protein sih, Cad, supaya ototnya besar. Kayak Om nih." Lalu Ganes berlagak menyingsingkan lengan bajunya dan mempertontonkan otot bisepnya, yang sebenarnya tidak berotot juga.

Melihat ke-absurd-an Ganes itu, Risyad tertawa. Lalu mulai memakan ayam gorengnya.

Tiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda, cara masing-masing untuk menunjukkan rasa cinta dan sayangnya. Dan sepertinya, Ganes adalah tipe orang yang menunjukkan rasa sayang dengan kata-kata pujian dan sentuhan. Dia tidak segan atau tampak canggung saat menggendong Rumaisha dan menggandeng tangan Risyad, tentunya setelah minta ijin pada kedua anak itu dan ibu mereka, saat mereka keluar dari pusat perbelanjaan menuju tempat parkir untuk menyimpan barang belanjaan di bagasi mobil Runa dan bagasi motor Ganes, sebelum mereka masuk ke mall lagi untuk makan bersama di food court.

Meski kadang Ganes suka menggombal di hadapan Runa, tapi pujian yang dikatakannya pada Risyad dan Rumaisha terdengar sangat tulus dan sama sekali tidak terdengar menggombal atau basa-basi semata. Karena lelaki itu masih suka main game, ia juga dengan mudah menemukan topik diskusi seru dengan Risyad tentang game yang sama-sama mereka mainkan.

"Pada pinter banget sih ini makannya, anak-anaknya Bunda Runa," puji Ganes setelah Risyad dan Rumaisha akhirnya berhasil menghabiskan makanan mereka. "Om beliin es krim, mau?"

"Mau!" jawab kedua anak itu serentak, nyaris tanpa berpikir.

Ganes tertawa, lalu menoleh pada Runa. "Boleh makan es krim kan, Bun?"

Runa mendelik galak. "Udah nawarin duluan, baru minta ijin? PHP dasar!"

Tapi bukannya takut atau merasa bersalah, Ganes malah tertawa. Runapun tidak tahan berlagak jutek, akhirnya tertawa juga.

Ganes menggeser kursinya dan bangkit.  Ia menanyakan rasa es krim yang diinginkan ketiga orang itu, kemudian pamit.

"Sebentar ya," kata Ganes sebelum pergi. Ia menyentuh bahu Runa sekilas.

Runa menatap punggung Ganes yang menjauh, dan menyadari bahwa lelaki itu tidak pernah sungkan menunjukkan perasaannya melalui sentuhan: belaian di rambut Rumaisha, pukulan ringan di bahu Risyad dan usapan di bahu Runa barusan. Pada pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya, Ganes juga beberapa kali menyentuh tangannya. Anehnya, sentuhan-sentuhan itu tidak terasa lancang atau genit.

Runa sendiri adalah orang yang biasanya menunjukkan rasa sayang melalui sentuhan. Itu mengapa ia biasa memeluk, membelai dan mencium anak-anaknya. Dan karenanya Risyad dan Rumaisha juga terbiasa mengungkapkan perasaan melalui sentuhan. Berbeda dengan ayah mereka yang sering terlihat sungkan dan canggung dengan sentuhan. Raka bahkan sering terlihat canggung dan tidak nyaman kalau Runa menggandeng tangannya di tempat publik, di mall atau saat kondangan. Malu, katanya. Padahal menurut Runa, kenapa mereka mesti malu? Anak-anak SMA dan kuliahan saja terlihat tidak (tahu) malu rangkulan atau bermesraan di tempat publik, padahal mereka sekedar pacaran. Kenapa dirinya yang sudah menikah harus malu menggandeng tangan suami sendiri? Tapi karena tahu bahwa suaminya merasa tidak nyaman menunjukkan kedekatan melalui sentuhan, terutama saat di tempat publik, sudah lama Runa menahan diri untuk tidak menggandeng tangan atau bermanja pada Raka saat mereka di tempat publik.

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang