Ketika kembali ke kamar rawat ibunya, makan malam baru saja diantarkan. Jadi Raka segera membantu membukakan penutup piring dan gelas dan menyiapkan meja untuk ibunya.
"Wis nganter bojomu?" tanya ibu Raka pada puteranya.
"Sampun, Bu," jawab Raka sambil membantu ibunya duduk.
((percakapan Raka dan ibunya dalam bahasa Jawa. Tapi krn penulis terlalu malas untuk nulis 2x dg terjemahannya, jd dlm bhs Indonesia aja ya, hehehe))
"Kasihan Runa itu. Lagi banyak kerjaan, tapi nyempet-nyempetin kesini jaga Ibu. Sampai nitip anak-anak segala ke Mamanya," kata sang Ibu sambil mengambil sendok dan mulai makan. "Dia bawa laptop juga kesini. Jadi tadi setelah selesai urus Ibu, dia langsung kerja lagi."
Raka duduk di samping ranjang ibunya, menemani beliau makan malam dengan membuka kotak tupperware berisi tumis kangkung dan dendeng yang disiapkan asisten rumah tangga ibunya.
"Tadi dia cerita tentang kerjaan freelance-nya. Katanya, setelah sekian lama ndak kerja di bidang farmasi, sekarang ilmunya bisa terpakai lagi. Dia jadi semangat banget," lanjut sang ibu sambil tersenyum.
Raka hanya bergumam menanggapi.
"Lihat Runa antusias begitu, Ibu jadi kasihan lihatnya."
"Lha, kenapa malah kasihan tho Bu?" Akhirnya Raka menanggapi.
"Tadi pas dokter visite, ibu lihat Runa diskusi sama dokter tentang obat buat ibu. Meski udah lama ndak di farmasi, kelihatannya dia terus update ilmunya. Ibu jadi inget Raya."
Dahi Raka mengerenyit. Ini ibunya lagi cerita apa sih? Kok dari tadi lompat-lompat? Apa hubungannya Runa dan Raya?
"Runa itu pinter. Kalau dia kerja kantoran, mesti sudah jadi manajer sekarang. Dia juga lulusan S2 Farmasi Klinik. Kalau dia ngejar S3 seperti Raya, ya bisa jadi dosen juga seperti Raya. Tapi demi ngurus keluarga, dia banyak menahan diri, dan terpaksa puas menjadi ibu rumah tangga, ndak memanfaatkan gelar S2-nya. Makanya ibu ngerti banget kalau Runa sekarang antusias sama kerjaan barunya, meski itu cuma freelance."
"Raka juga sebenarnya kan ndak melarang Runa kerja, Bu. Raka juga ndak maksa Runa berhenti kerja. Tapi dia sendiri yang memutuskan ndak lanjut kerja kantoran."
Sang ibu mengangguk. "Betul, Runa sendiri yang memutuskan begitu. Tapi hanya karena itu adalah keputusan Runa sendiri, bukan berarti dia ndak mengorbankan banyak hal saat memutuskan memprioritaskan anak-anak. Dia mengorbankan cita-citanya. Makanya pas lihat dia serius mengerjakan kerjaannya kali ini, Ibu jadi tahu bahwa selama ini dia memendam keinginan seperti ini."
Terkesiap, Raka memandang ibunya dan mendengarkan dengan lebih serius.
"Ndak semua perempuan yang sudah sekolah setinggi itu mau merelakan gelarnya ndak terpakai. Contohnya adikmu, si Raya itu, pernah nolak laki-laki karena calonnya itu minta dia ndak kerja lagi."
"Sedikit banyak Ibu ngerti perasaan Runa. Dulu Ibu pernah di posisi itu juga," lanjut sang ibu.
"Eh?"
"Dulu kan Ibu kerja kantoran juga."
Kerut di dahi Raka makin dalam. Dia tidak ingat ibunya pernah bekerja kantoran. Sejauh ingatannya, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga, yang selalu menemaninya sepenuhnya.
"Sampai kamu umur 3-4 tahun, kamu dirawat pengasuh. Tapi pas umur segitu, kamu ngomongnya belum lancar. Kalau jaman sekarang mungkin didiagnosis speech delay ya. Dulu mah Ibu mana ngerti ilmunya kan. Ibu cuma khawatir aja karena kemampuan bicara kamu lebih rendah dibanding anak-anak seusia. Ditambah kamu susah makan, jadi badannya kurus kecil. Icad dan May itu makannya susah, ya kayaknya nurun dari kamu, Ka."
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...