49. Struggle

5.2K 1.2K 171
                                    

Raka keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang terasa lebih segar setelah mandi dan mendapati secangkir teh di atas nakas. Uap yang terlihat mengambang samar di atas cangkir dan aroma melati menggugah indera penciumanya. Ia duduk di tepi ranjang dan menyesap teh melati itu, lalu menyadari betapa dia merindukan minuman ini. Selama Runa di rumah mertuanya, ia pulang kerja hanya disambut oleh Siti yang membukakan pintu. Tidak ada minuman hangat yang menyambutnya. Kini ketika Runa kembali tinggal di rumah itu, akhirnya Raka bisa menikmati lagi minuman hangat ini sepulang kerja.

Raka sebenarnya tidak berharap banyak. Runa mau ikut pulang bersamanya saja, dia sudah senang. Jadi ketika malam itu ternyata Runa menyiapkan minuman hangat untuknya, hati Raka juga terasa menghangat.

Raka sekali lagi menyesap teh itu. Kali ini sambil menyadari bahwa selama ini setiap hari Runa menyajikan minuman yang berbeda tiap dirinya pulang kerja. Anehnya, minuman yang disiapkan Runa selalu cocok dengan kebutuhan Raka. Misal saat Raka pulang dengan kelelahan karena terlalu lama berada di kamar operasi, Runa menyiapkan teh lemon dengan madu. Saat moodnya buruk karena pasien yang ditanganinya tidak bertahan, Runa datang dengan teh strawberry. Saat ia pulang dan kedinginan karena hujan, Runa hadir dengan susu jahe. Saat ia butuh begadang untuk menyiapkan presentasi atau menulis paper, Runa datang dengan secangkir kopi. Atau saat ia pulang di sore hari yang panas, Runa tersenyum sambil membawakan segelas es sirup cocopandan dengan nata de coco. Dan minuman yang dibawakan perempuan itu selalu cocok dengan kebutuhan dan suasana hatinya, bahkan meski kadang Runa menyiapkan tanpa bertanya pada Raka.

Sepuluh tahun.

Betapa Runa sangat memahaminya. Dan betapa sedikit yang dipahaminya dari sang istri.

Raka mendesah sedih ketika merasakan kekosongan di kamar itu. Sudah dua hari Runa dan anak-anak kembali ke rumah, tapi istrinya itu masih selalu tidur bersama anak-anak.

Raka membawa cangkir teh yang masih berisi setengah keluar dari kamar. Tadi ketika ia pulang, Runa membukakan pintu untuknya, tapi kemudian langsung meninggalkannya dan kembali ke laptopnya di ruang tengah. Raka berharap masih bisa menemukan Runa disana sekarang.

Harapan Raka terkabul. Senyumnya terbit ketika melihat Runa duduk lesehan di depan meja di ruang tengah, masih fokus pada laptopnya. Televisi di hadapannya menyala, menampilkan drama Korea yang Raka tidak tahu apa judulnya. Sepertinya Runa menyalakan televisi hanya untuk menemaninya bekerja, bukan untuk benar-benar ditonton.

Raka melirik jam dinding di ruang tengah. Jam 10.20.

"Sayang, belum tidur?" tanya Raka, sambil melangkah mendekat.

Runa mengalihkan matanya sejenak dari laptop, hanya untuk melirik sekilas  menyambut kedatangan Raka. Kemudian tanpa menjawab, ia kembali menatap laptopnya.

Orang bilang, kebalikan dari cinta adalah benci. Padahal benci-pun adalah sebuah perasaan. Sebenarnya, lawan dari rasa cinta bukanlah rasa benci, melainkan ketidak-pedulian. Sikap tidak peduli menunjukkan bahwa seseorang sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi pada orang lain, bahkan meski hanya rasa benci sedikitpun.

Dan kini Runa menunjukkan hal itu. Dia tidak tampak marah atau kesal dengan kehadiran Raka. She just simply doesn't care at all.

Raka menghela nafas tidak kentara.

Dia tahu pertanyaan tadi basi sekali. Sudah jelas kan bahwa Runa belum tidur. Kalau perempuan itu sudah tidur, pasti Raka tidak bisa menemukannya di ruang tengah kan. Tapi namanya juga usaha.

Raka sudah bertekad memenangkan kembali hati Runa. Bahkan meski Ganes berkata bahwa lelaki itu dan Runa sudah merencanakan masa depan bersama, tapi saat ini Runa masih berstatus sebagai istrinya. Selama mereka belum bercerai, Raka akan berusaha untuk mendapatkan Runa kembali. Dirinya lebih berhak atas Runa. Jadi dia tidak akan menyerah pada Ganes.

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang