22. Prima Ganesha

4.1K 906 157
                                    

Raka tidak ada praktik sore hari itu, juga tidak ada jadwal operasi yang harus diikutinya, sehingga ia sudah tiba di rumah sebelum matahari terbenam. Saat itu anak-anak sedang mengaji dengan Ustadzah Yana.

"Mandi dulu, Mas. Abis Mas mandi, anak-anak pasti udah selesai ngaji," kata Runa menyambut. "Hari ini mau dibikinin apa? Teh lemon, teh madu, jahe anget, kopi, es jeruk, sirup? Mohon maaf, es kelapa nggak tersedia."

Raka tertawa mendengarkan Runa yang menawarkan banyak minuman seperti di restoran. "Jeruk anget aja, boleh deh, Say."

"Siap, Bos!" jawab Runa. "Sana mandi!"

Dan seperti kata Runa tadi, saat Raka keluar dari kamarnya setelah mandi, Risyad dan Rumaisha memang baru saja selesai mengaji, dan sekarang sedang nonton tivi sambil main di ruang tengah. Ustadzah Yana baru saja pamit pulang. Dan segelas jeruk hangat sudah tersedia di meja makan.

"I'm progressing, Nes," Raka mendengar Runa berkata pada orang di seberang telepon ketika dirinya melangkah mendekat ke ruang makan.

Di depan meja makan, Runa duduk di depan sebuah laptop yang menyala. Ia tampak sedang mengetik sambil mengapit ponsel diantara telinga dan bahunya. Ketika Raka duduk di kursi di hadapan Runa, perempuan itu mengalihkan fokusnya sesaat pada suaminya, dan mendorong gelas berisi jeruk hangat ke hadapan Raka, sambil memberi isyarat.

Raka menerima gelas berisi jeruk hangat itu lalu mengucap terima kasih tanpa suara, yang dibalas dengan anggukan dan senyum oleh senyum. Kemudian Runa terlihat fokus lagi pada  laptop dan orang di seberang telepon.

Raka tahu, pada siang dan sore hari Runa memang biasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga di ruang makan. Karena dari ruangan itu, Runa bisa sambil mengawasi anak-anak yang sedang les, mengaji, nonton tv atau bermain di ruang tengah. Selama beberapa minggu terakhir ini, Runa mengerjakan proyeknnya menerjemahkan sebuah buku, juga di ruang makan tersebut.

Raka merasa istrinya makin sibuk dari hari ke hari. Tidak cukup hanya dengan membuka catering bekal sekolah yang menyita waktunya di pagi hari, istrinya itu sekarang juga sibuk merevisi novelnya yang dan menerjemahkan sebuah buku kesehatan, yang menyita sisa waktunya seharian. Sebenarnya, meski Runa sibuk, semua kebutuhan dirinya dan anak-anak tetap terpenuhi. Hanya saja, perhatian Runa tidak lagi fokus pada dirinya dan anak-anak. Contohnya, sore in, meski Runa duduk di ruang makan supaya bisa mengawasi aktivitas anak-anaknya di ruang tengah, tapi toh Runa sibuk sendiri dengan pekerjaannya dan tidak memperhatikan anak-anak.

"Tapi kalau kamu mau bahas draft novel saya dulu, boleh. Nanti saya catat masukan kamu, trus saya edit belakangan setelah proyek Mbak Mira selesai." Raka mendengar Runa bicara pada orang di seberang.

Setelah meminum beberapa teguk jeruk hangat, Raka memutuskan untuk menghampiri anak-anaknya yang sedang bermain di ruang tengah. Daripada duduk dengan istrinya yang sedang sibuk sendiri, lebih baik main dengan anak-anak.

Raka baru saja pergi beberapa langkah, ketika ia mendengar istrinya tertawa ceria.

"Bapak Prima Ganesha bercanda?!" Raka mendengar suara Runa diantara tawanya. "Minta dicubit ya ginjalnya?"

Prima Ganesha? Laki-laki?, pikir Raka. Selama ini Raka mengira Nes yang sering ngobrol dengan istrinya melalui telepon adalah seorang perempuan yang barangkali bernama Ines atau Nesya. Dia tidak mengira istrinya mengobrol seakrab itu dengan seorang laki-laki.

Runa bukannya jarang tertawa. Tapi Raka tidak ingat kapan terakhir kali Runa bercanda dan tertawa dengan selepas itu saat bicara dengan seorang laki-laki. Hal ini membuat benak Raka langsung sibuk dan waspada.

Raka duduk di ruang tengah, menemani Rumaisha yang sedang nonton upin-ipin, dan Risyad yang sedang membangun benteng dengan magnetic bricks. Tapi telinganya waspada mendengarkan Runa.

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang