If you love two people at the same time, choose the second.
Because if you really loved the first one, you wouldn't have fallen for the second.
(Johnny Depp)* * *
Runa menatap Ganes yang sedang bermain dengan Risyad di ruang makan di rumah ibunya dengan perasaan yang campur aduk.
Runa tahu bahwa suaminya tidak suka melihat Ganes dekat dengan keluarganya, dan Runa sadar bahwa tidak bijak untuk akrab dengan lelaki lain terutama saat ia justru sedang bermasalah dengan suaminya. Tapi Runa juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia merasa senang dengan kehadiran Ganes.
Salah satu hal yang menguntungkan dari pekerjaan Ganes sebagai penerjemah di sebuah perusahaan penerbitan adalah waktu kerjanya yang fleksibel dan bisa dilakukan darimanapun tanpa ada kewajiban datang ke kantor. Hal itu yang membuatnya bisa leluasa berkunjung ke rumah ibunya Runa untuk bertemu dan bermain dengan anak-anak. Di saat anak-anak hanya bisa bertemu ayahnya di akhir pekan (karena Runa sendiri yang melarang Raka datang di hari kerja supaya tidak disalahkan karena sudah mengorbankan waktu kerjanya), kehadiran Ganes seperti memberikan kompensasi atas ketiadaan sang ayah bersama mereka. Bahkan meski Ganes bukan tipe orang yang royal membelikan hadiah-hadiah, hanya dengan bermodal martabak manis saja dia sudah bisa mencuri hati Risyad dan Rumaisha.
Terutama Risyad, anak itu memiliki kepribadian yang unik. Pada satu waktu ia bisa sangat cerewet mengomentari satu hal jika ia penasaran, tapi pada waktu yang lain ia bisa sangat cuek. Pada satu waktu ia bisa sangat fokus pada satu kegiatan, pada saat yang lain ia tidak bisa fokus. Pada satu waktu dia bisa sangat terbuka, di saat yang lain ia bisa sangat tertutup. Tidak semua orang bisa tahan bergaul dengan anak yang tidak menggemaskan seperti Risyad. Tapi Ganes, bukan hanya tahan bermain dengan Risyad, ia bahkan bisa memancing sisi kanak-kanak yang ceria dari Risyad setelah beberapa minggu ini anak itu lebih sering terlihat bosan dan tidak peduli. Maka ketika melihat anak-anaknya ceria saat bermain dengan Ganes, hati Runa terasa menghangat.
"Makasih Nes. Kamu baik banget sama anak-anak," kata Runa, suatu hari di teras rumah ibunya, ketika mengantar Ganes pulang.
"Makasih, aku boleh main sama anak-anak," balas Ganes, dengan senyum mataharinya. "Makasih juga, kamu nggak menjauhi aku."
Runa menunduk. Merasa malu dan bersalah. "Aku merasa jahat. Memanfaatkan kamu, demi anak-anak."
Tapi alih-alih marah, tersinggung atau sedih, Ganes malah tertawa. "Bagus dong. Aku jadi tahu bahwa aku ini manusia yang bermanfaat."
Runa manyun dan memukul lengan Ganes, karena kesal. Saat dirinya didera perasaan bersalah, lelaki ini malah dengan santainya bercanda.
Respon Runa yang spontan memukul itu membuat tawa Ganes makin lebar."Nggak usah merasa jahat atau merasa bersalah. Sejak awal aku tahu posisiku," katanya, tetap sambil tersenyum.
Runa sudah tahu bahwa tidak pantas dirinya memiliki rasa hangat, senang dan nyaman bersama lelaki lain. Apalagi mengingat pengakuan Ganes tentang ketertarikan padanya. Saat dirinya masih berstatus istri orang, harusnya Runa tidak membiarkan laki-laki lain masuk dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Tapi yang namanya hati, tidak bisa selalu diatur, kapan dan pada siapa akan jatuh.
Setelah bersama selama 10 tahun, perasaan Runa pada Raka tidak mudah berubah. Ia mungkin kesal, kecewa, frustasi dan tidak tahan lagi bersama Raka. Tapi sejujurnya, ia masih mencintai ayah dari anak-anaknya itu. Tapi dia juga tidak bisa menafikkan rasa nyaman yang dirasakannya bersama Ganes. Tapi apakah rasa nyaman bersama Ganes ini adalah rasa cinta juga? Atau hanya pelarian?
Katanya, kalau kita mencintai dua orang di waktu yang sama, maka sebaiknya kita memilih orang yang kedua. Karena jika kita begitu mencintai orang pertama, maka di hati kita tidak akan tersisa ruang lagi untuk mencintai orang kedua. Maka, jika rasa nyaman bersama Ganes itu adalah rasa cinta, apakah itu berarti seharusnya ia memilih Ganes?
Lalu, bagaimana dengan anak-anak nanti?
* * *
"Anak-anak kelihatannya akrab sama Ganes?" tanya ibu Runa, ketika Runa kembali ke ruang makan setelah mengantar Ganes ke teras.
"Iya, Ma. Mungkin karena Ganes orangnya humoris."
Ibu Runa memerhatikan anak sulungnya yang kini sedang merapikan meja makan dan membawa cangkir yang tadi digunakan Ganes ke wastafel dapur untuk dicuci.
"Kamu juga kelihatan dekat sama Ganes."
"Ganes yang ngenalin Runa ke Mbak Mira, Ma, sampai Runa bisa dapet kerjaan yang sekarang. Lagian, dia kan kakaknya Juna."
"Masalah kamu dan Raka belum selesai? Anak-anak udah beberapa kali nanyain kenapa kalian belum pulang juga."
Kali ini Runa terdiam.
Sudah dua pekan Runa dan anak-anak tinggal di rumah sang ibu. Padahal sejak lebih dari seminggu lalu Anin dan Juna sudah kembali dari bulan madu. Karena alasan awalnya tinggal disana adalah untuk menemani sang ibu selama adiknya pergi berbulan madu, maka kini saat adik dan iparnya sudah kembali, harusnya tidak ada lagi alasan bagi Runa untuk tetap tinggal di rumah ibunya. Kenyataan bahwa Runa dan anak-anak masih tinggal disana hanya mempertegas fakta bahwa ada masalah dalam hubungannya dengan sang suami.
"Bukannya Mama ngusir lho, Run... Tapi emangnya kamu ga bisa pulang dulu ke rumah kalian, lalu dibicarakan baik-baik, pelan-pelan? Dengan hidup terpisah begini nggak akan membuat masalah kalian selesai dan hubungan membaik. Malah bisa jadi masalah kalian makin rumit kalau komunikasi makin jarang."
Runa menunduk lemah."Runa capek, Ma."
"Apa masalah kalian sebenarnya?"
Ini sudah kesekian kalinya sang ibu menanyakan hal tersebut. Tapi tidak juga membuat Runa lebih mudah menjawabnya. Masalah antara dirinya dan Raka sudah sedemikian lama, terakumulasi dan tidak dikomunikasikan dengan baik, hingga sekarang tidak jelas apa yang membuat Runa lelah. Masalah uang dan kecemburuan pada Hani barangkali hanya dua hal uang yang memicu Runa untuk mengambil keputusan. Tapi alasan di balik itu sebenarnya sudah terlalu banyak.
"Apapun masalah kalian, selesaikan baik-baik. Coba bicara dulu," kata sang ibu.
Runa hanya tidak bilang saja, bahwa mereka sudah berkali-kali bicara, dengan Raka yang selalu memaksakan pendapat dan keinginannya.
"Kalau Runa nyerah aja, gimana Ma?"
Mata sang ibu membulat. Dan intonasi suaranya meninggi. "Nyerah gimana maksudnya?!"
"Runa mau udahan aja sama Mas Raka, Ma. Runa capek."
"Udahan? Cerai, maksudnya?!" tanya sang ibu dengan nada tinggi. Dan ketika Runa mengangguk, sang ibu memekik tertahan. "Astagfirullah Run! Jangan bercanda! Jangan ambil keputusan saat sedang emosi. Inget anak-anak!"
Tanpa diingatkanpun, memang anak-anaklah yang menjadi pertimbangan Runa selama ini. Sehingga meski ia ingin sekali mengakhiri hubungan pernikahannya dengan Raka, tapi ia selalu ragu karena memikirkan anak-anaknya.
"Yaudah kalau kamu butuh tinggal di sini sementara untuk menenangkan diri. Mama nggak akan nyuruh-nyuruh kamu pulang lagi. Kamu boleh tinggal disini selama yang kamu perlu untuk memikirkan keputusanmu. Tapi kamu harus mempertimbangkan baik-baik. Inget-inget juga kebaikan Raka selama ini, jangan cuma inget kelakuannya yang menyebalkan. Inget anak-anak yang pasti sedih kalau kalian pisah."
Runa menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca.
"Dan saat suami-istri sedang ada masalah, jangan sampai membiarkan orang lain masuk dan mendekat di antaranya."
Runa paham siapa yang dimaksud sang ibu. Tapi... "Tanpa ada Ganespun, rumah tangga Runa udah bermasalah, Ma."
"Kalau gitu jangan tambah lagi masalah yang sudah ada dengan masalah baru!" tukas sang ibu kembali. "Keadaan nggak akan jadi lebih baik, justru bisa makin keruh. Mama yakin, kamu pasti udah paham hal itu."
Runa memandang ibunya dengan campuran rasa sedih dan penyesalan. Sementara sang ibu memandangnya dengan tatapan khawatir.
"Kalau akhirnya kalian memang harus pisah, pastikan bahwa itu karena kamu sudah berusaha memperbaikinya, meski gagal. Dan pastikan kamu bukan pihak yang berkhianat!"
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...