50. Couple Goals

5.3K 1.3K 269
                                    

Runa memang mengatakan kepada ibu-ibu pelanggan cateringnya bahwa ia libur sementara membuat catering bekal sekolah karena ada pekerjaan lain yang menyita waktu. Alasan tersebut tidak sepenuhnya salah, karena memang Runa masih mengerjakan penerjemahan buku kesehatan dan satu proyek lagi. Tapi karena penyiapan catering bekal itu dilakukan di pagi hari, sebenarnya tidak terlalu mengganggu aktivitas menulisnya. Alasan utama Runa libur membuat catering bekal sekolah adalah karena selama 3 minggu lalu ia tinggal di rumah ibunya, dan ia sungkan jika harus meminjam dapur ibunya untuk menyiapkan catering tersebut. Lagipula, saat tinggal di rumah ibunya, tidak ada Siti yang membantunya menyiapkan bahan dan mencuci alat masak setelahnya. Jadi ketika sekarang ia kembali tinggal di rumah Raka (iya, sekarang Runa menganggap ini rumah suaminya, bukan rumahnya), ia bisa menggunakan dapur itu lagi untuk memasak bekal sekolah, juga bisa meminta Siti membantunya.

Hari Jumat pagi itu Runa baru saja selesai menyiapkan isi kotak bekal pesanan lalu meminta Siti menutup kotak-kotak itu, mengemasnya di kardus besar dan membawanya ke teras, untuk nanti dimasukkan ke bagasi mobilnya. Saat itulah Runa melihat Raka keluar dari kamarnya. Tampak sudah mandi dan rapi. Tapi anehnya lelaki itu tidak mengenakan kemeja formal seperti biasa. Alih-alih, dia hanya mengenakan celana jeans dan polo shirt berwarna biru terang.

Runa melangkah menuju meja makan, lalu duduk di sebelah Rumaisha untuk membantunya makan hingga habis, sambil memandang bingung pada Raka. Ia ingin bertanya, tapi gengsi. Kan sejak kembali ke rumah Raka, Runa memang memasang mode diam dan tidak peduli. Jadi kalau sekarang dia bertanya pada Raka, nanti dikira dirinya peduli pada lelaki itu.

"Ayah mau kemana? Nggak kerja?" tanya Rumaisha, spontan ketika melihat penampilan ayahnya yang berbeda pagi itu.

Dalam hati Runa bersyukur Rumaisha menyuarakan rasa penasarannya, sehingga ia tidak perlu bertanya sendiri.

"Mulai sekarang, tiap Jumat Ayah libur. Jadi bisa antar jemput May dan Icad ke sekolah. Bisa nemenin kalian juga seharian," Raka menjawab sambil tersenyum menatap kedua anaknya.

Rumaisha langsung bersorak kegirangan. Risyad melongo di kursinya. Dan Runa memandang dengan pandangan menelisik.

Raka menemukan secangkir teh hangat sudah tersedia di hadapannya ketika ia duduk di kursinya. Pagi ini teh strawberry hangat. Cocok untuk membuat semangaat di pagi yang sedikit mendung.

"Makasih tehnya, Bun," kata Raka sambil tersenyum pada Runa. Ia mengangkat cangkirnya dan menyesap tehnya. "Teh buatan Bunda enak."

"Bunda kan emang paling jago, Yah," puji Rumaisha.

Raka tersenyum lebar. "Iya. Keren banget ya, May."

"Bundanya May!" Rumaisha tertawa, sambil memuji membanggakan sang ibu.

Sementara itu, Runa menatap Raka dengan bingung. Selama bertahun-tahun ia menyiapkan minuman dan makanan, jarang-jarang Raka memujinya atau sekedar mengucapkan terima kasih. Seringnya Raka baru memuji masakan Runa kalau Runa menanyakan pendapatnya tentang menu masakan baru yang sedang dicoba Runa. Tapi beberapa hari ini Raka berbeda.

Sejak Runa dan anak-anak kembali ke rumah, sikap Raka berbeda. Setiap malam Raka duduk di sofa ruang tengah, menemani Runa yang bekerja hingga malam, meski hanya sambil diam saja. Lelaki itu juga mulai sering mengucapkan terima kasih untuk hal-hal kecil, misalnya untuk minuman yang disediakan Runa.

Tampak sekali Raka sedang berusaha berubah untuk dirinya dan anak-anak. Memang bukan perubahan yang drastis sih, hanya perubahan-perubahan kecil. Tapi justru karena itu hanya perubahan kecil, Runa merasa bahwa ini bukan perubahan yang dibuat-buat. Dan karenanya, meski masih ada rasa curiga dan waspada pada perubahan sikap Raka, Runa tetap merasa tersentuh. Runa berharap perubahan yang ditunjukkan Raka bukan hanya sementara, hanya untuk minta maaf dan mengambil hati dirinya dan anak-anak.

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang