Salah satu alasan mengapa Runa tidak terlalu suka berpergian, terutama setelah ada anak-anak, adalah karena berpergian tidak pernah menjadi urusan sederhana. Kalau dulu saat masih single, berpergian kemanapun cukup dengan membawa sebuah tas ransel atau sebuah koper. Tapi sejak ada anak-anak, berpergian ke luar kota sama artinya dengan pindah rumah. Ia bisa membawa 2 koper besar, padahal hanya akan menginap selama 3 hari. Bukan hanya harus menyiapkan pakaian, tapi saat akan berpergian Runa juga harus menyiapkan bekal makanan dan cemilan yang cukup selama perjalanan. Ia juga harus menyiapkan buku dan sejumlah mainan agar kedua anak itu bisa betah dan tidak rewel selama perjalanan.
Setelah semua kehebohan mempersiapkan mudik ke Solo sejak kemarin, akhirnya Runa bisa agak beristirahat ketika telah sampai di bandara dan check-in bagasi. Kini mereka berempat sudah duduk tenang menunggu boarding. Risyad duduk tenang membaca ensiklopedia yang dibawanya, sementara Rumaisha dengan lahap memakan cemilan dari kotak bekalnya.
Runa duduk bersandar rendah di kursinya, merenggangkan dan meluruskan kakinya, mencoba menghilangkan rasa pegal di seluruh tubuhnya.
"Capek ya Bun?"
Kalimat tanya itu didengarnya bersamaan dengan sebuah tangan yang singgah di bahunya, dan mulai memijit pelan.
Runa mengangguk sambil memejamkan matanya, menikmati pijatan lembut di pundaknya.
"Tiap travelling pasti heboh ya," kata lelaki itu. "Makasih ya, Bunda selalu nyiapin semuanya buat kami."
Runa membuka matanya dan mendapati lelaki yang duduk di sampingnya itu tersenyum padanya. Ia membalas senyum itu sambil menepuk pelan paha suaminya itu.
"Nanti kalau udah sampai rumah Ibu, pijitin ya Yah," kata Runa sambil tersenyum merayu.
"Siap!" jawab Raka cepat. "Mau pijat plus plus atau pijat xx?"
"Dih! Kalo itu mah malah situ yang keenakan."
"Lha emang situ nggak keenakan juga? Lha wong bisa sampai mendesah-desah kok..."
Runa langsung membekap mulut suaminya dan melotot.
"Ya ampun, Mas! Bahasanya diayak dikit napa. Di bandara lho ini. Ada anak-anak juga," Runa berbisik sewot.
Raka tertawa puas, meski bukan dengan suara keras, karena berhasil menggoda istrinya. Ia kemudian melingkarkan lengannya di sepanjang bahu Runa dan membiarkan istrinya menyandarkan kepala di bahunya.
Runa memejamkan matanya. Menikmati momen langka ini. Kebahagiaannya sebenarnya sederhana saja. Bisa menikmati waktu dengan suami dan anak-anaknya seperti sekarang. Dan mendapat apresiasi kecil dari suaminya seperti barusan. Itu saja sudah cukup baginya. Tubuhnya barangkali tetap lelah. Tapi hatinya membuncah bahagia. Sayangnya, hal ini tidak bisa terjadi setiap saat. Raka hanya bersikap manis dan perhatian seperti ini jika dalam mode santai dan tidak sibuk. Sehari-hari, saat lelaki itu sibuk dari pagi hingga malam di rumah sakit, sikapnya tidak pernah semanis atau seperhatian ini.
Kalau dipikir-pikir lagi, Runa jadi merasa barangkali dirinya yang sudah menuntut terlalu banyak. Setiap hari Raka pasti sudah kelelahan bekerja sehingga tidak ada waktu dan tenaga lagi untuk memanjakan dan memperhatikannya. Barangkali itu mengapa kehidupan rumah tangga mereka mulai terasa membosankan. Tapi bukan berarti suaminya itu tidak cinta lagi atau sudah bosan padanya kan? Buktinya, saat ada waktu berlibur, suaminya kembali punya waktu untuk memperhatikan dirinya.
"Aruna?"
Mendengar seseorang memanggil namanya, Runa membuka matanya dan menegakkan duduknya. Matanya membola ketika menemukan seseorang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk. Dia tidak menyangka akan bertemu orang itu di tempat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...