Runa hanyalah ibu-ibu biasa. Bukan ibu-ibu idaman berhati malaikat yang ada di sinetron, yang meski sedih karena dianiaya atau kesal pada suaminya tapi bisa tetap tersenyum manis. Dia hanya perempuan biasa yang bisa sedih saat tak dianggap. Dia hanya perempuan biasa yang bisa cemburu dan sakit hatinya saat melihat suaminya dekat dengan perempuan lain. Dia bukan heroin wattpad yang tangguh dan bisa tetap bersikap manis pada suaminya yang selingkuh. Itu mengapa sejak memergoki suaminya dan Hani di depan IGD hari itu, juga setelah membaca chat keduanya, Runa tidak bisa bersikap manis lagi pada Raka, kecuali saat sedang ada orang lain di sekitarnya.
Runa hanyalah ibu-ibu biasa, yang suka ngomel-ngomel saat melihat anak-anak bermain kotor-kotoran. Dia bukan ibu-ibu ideal di iklan detergen yang bisa dengan sabar dan senyum saat melihat anak bermain kotor tanpa mengingat tumpukan cucian. Runa hanya ibu-ibu biasa yang malah marah-marah saat anaknya sakit karena tidak menurut saat dilarang main hujan-hujanan. Dia bukan ibu ideal di iklan obat pereda demam yang bisa meminumkan obat antidemam sambil tersenyum dan membelai lembut kepala anaknya. Itu mengapa saat melihat Raka demam tinggi, Runa malah marah-marah. Ia marah karena Raka tidak memberitahunya bahwa sedang sakit. Ia juga marah karena menduga Raka sakit karena bandel, berkeras tidur di sofa berhari-hari, juga memaksakan diri menamani anak-anak seharian di hari Jumat lalu.
Tapi Runa juga hanyalah ibu-ibu biasa. Yang meski sambil ngomel-ngomel, ia tetap akan merawat anaknya yang sedang sakit, betapapun nakalnya anak itu. Ia hanya perempuan biasa yang mudah baper dan jatuh iba saat melihat suaminya sakit, betapapun kesalnya ia pada lelaki itu. Jadi ketika Runa melihat Raka meringkuk di dalam selimutnya, bersimbah keringat dengan wajah yang memerah karena demam, Runa segera memutuskan untuk merawatnya dan melupakan sejenak amarahnya pada lelaki itu.
"Bandel sih. Udah dibilangin, nggak usah sok kuat tidur di sofa berhari-hari. Masuk angin kan jadinya. Emangnya dengan Mas tidur di sofa, aku jadi mau tidur di kamar ini lagi? Nggak juga kan? Hari Jumat juga sok nemenin anak-anak seharian. Kaget tuh badannya. Capek banget kan pasti. Mas antar jemput anak-anak trus ajak Icad sholat Jumat aja udah cukup sebenernya. Selebihnya, kalau Mas emang mengosongkan praktik hari Jumat, Mas pakai buat istirahat. Sehari-hari Mas udah kecapekan di rumah sakit. Yang penting dari perubahan seseorang itu bukan seberapa drastis dia berubah, tapi seberapa istiqomah perubahannya. Lha ini, gimana mau istiqomah berubah kalau baru beberapa hari aja udah tewas begini. Bla-bla-bla-bla~~~~"
Runa hanya ibu-ibu biasa. Bukan ibu peri baik hati dalam sinetron yang bisa merawat suami yang sakit dengan lemah lembut. Kali itu ia menunjukkan kualitasnya sebagai ibu-ibu biasa, yang mampu mengomel dengan kecepatan 120 kata per menit. Ia terus saja mengomeli Raka tak henti-henti sembari menyuapi sop makaroni ayam kepada lelaki itu.
Raka menerima semua omelan itu dalam diam. Tanpa membela diri sedikitpun. Tanpa protes atau keluhan sedikitpun. Sesekali ia menahan senyum saat melihat bibir Runa yang tidak berhenti mengomel. Inilah Runa-nya. Aruna Pramesti-nya. Yang ekspresif, cerewet dan lugas. Setelah sebulan ini ia melihat Runa yang sinis, cuek dan irit bicara, kali ini Raka justru bahagia saat istrinya itu mengomel.
Apalagi saat menyadari bahwa perempuan itu sudah kembali memanggilnya "Mas".
Raka mengulurkan tangannya, menyentuh lutut Runa.
"Udah kenyang," kata Raka singkat.
Runa mencebik.
"Baru juga makan 10 suap. Sop doang. Nggak pake nasi. Makaroni doang. Mana mungkin kenyang. Palingan karena sebenarnya nggak nafsu makan. Mau dimasakin atau dibeliin sesuatu yang enak, yang bikin nafsu makan nggak?"
Raka menggeleng.
"Oh yaudah."
Runa menyerahkan segelas air kepada Raka dan menunggu Raka meminumnya. Ia menerima kembali gelas dari Raka yang isinya hanya diminum setengah, mengembalikan gelas ke nakas, lalu hendak bangkit sambil membawa mangkuk sop yang isinya belum habis. Tapi sebelum Runa benar-benar bangkit, Raka kembali menyentuh lutut Runa.
"Makasih ya, Sayang. Masakan kamu enak. Aku aja yang lagi nggak nafsu makan."
Runa menelengkan kepalanya. "Tahu nggak, Mas? Beberapa hari ini kamu bilang makasih terlalu banyak dibanding kamu yang normal. Pantesan aja kamu sakit. Kamu terlalu memaksakan diri."
Raka terpaku. Tapi sebelum ia bisa menjelaskan atau membela diri, Runa sudah bangkit. Membawa mangkuk sup di tangannya, keluar kamar.
* * *
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Begitu pernyataan yang banyak disampaikan para pakar parenting. Tapi nyatanya di rumah, peran seorang ibu jauh lebih besar dibanding hanya sebagai seorang guru. Ibu adalah seorang manajer pengadaan, financial planner, academic consultant, personal assistant, merangkap ahli gizi, perawat, apoteker dan dokter sekaligus. Dan semuanya tanpa bayaran yang profesional sedikitpun.
Jadi saat suami atau anak-anaknya sakit seperti ini, Runa sudah punya persiapan. Sebagai apoteker, dia sudah menyiapkan sejumlah obat untuk swamedikasi, sehingga ia dapat mengobati sendiri gejala penyakit ringan seperti demam, batuk, pilek, luka terjatuh, atau sakit ringan lain.
Setelah keluar membawa mangkuk sop makaroni yang tidak dihabiskan Raka, Runa kembali 5 menit kemudian membawa 1 strip antipiretik, baskom kecil, waslap dan handuk.
Raka mengatakan bahwa dia hanya merasa demam, tanpa gejala pilek dan batuk, sehingga Runa hanya perlu memberikan obat demam pada suaminya. Jadi ia duduk di tepi ranjang, mengeluarkan satu tablet parasetamol dari strip-nya, dan memberikannya pada Raka, beserta dengan segelas air. Setelah Raka meminum obatnya, Runa kembali menerima uluran gelas dari Raka dan meletakkannya di nakas.
"Buka baju!" perintah Runa. Suaranya pelan saja, tapi tegas.
Mata Raka, yang redup, membulat. "Hah? Mau ngapain?"
"Ganti baju. Mas keringetan gitu. Kalau tidur pakai baju basah, nanti masuk angin."
"Oh...." Kirain mau diajak ngapain.
Rakapun menurut, membuka bajunya. Meski terlihat canggung karena sudah lama tidak berinteraksi dekat, Runa dengan telaten membersihkan tubuh Raka dengan waslap dan air hangat. Raka memperhatikan wajah istrinya yang perlahan memerah, dan merasa wajah itu menggemaskan.
Tapi belum sempat yang ada di pikirannya itu tersampaikan, Runa sudah memukul pahanya.
"Mas!" Runa memberi peringatan.
Raka mengikuti arah tatapan Runa pada sesuatu diantara kedua kakinya, lalu tertawa kikuk ketika menyadari maksud peringatan Runa.
"Sorry. I can't help it. It's just happened," kata Raka membela diri. "You're just too gorgeous, i can't resist."
Runa hanya perempuan biasa. Yang meski semarah apapun pada suaminya, tetap bisa baper dan malu mendengar kata-kata seperti itu. Jadi sebelum tekadnya untuk berpisah jadi terancam gagal karena rayuan Raka, Runa memutuskan untuk segera pergi dari kamar itu.
Runa melemparkan handuk dan baju ganti untuk Raka. Lalu ia bangkit membawa baskom dan waslap untuk keluar dari kamar.
"Pakai baju sendiri! Trus tidur! Pindah tidur di bagian kasurku. Kasur tempat Mas tidur udah basah dengan keringat. Kalau aku balik kesini nanti siang, Mas harus sudah sembuh."
Lalu Runa ngeloyor keluar dari kamar Raka sambil bersungut-sungut.
Sementara itu, Raka mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan memakai pakaian ganti yang tadi diberikan Runa, dengan senyum tidak lepas dari bibirnya.
* * *
Kakak2 dsni udah pada tahu kan ya, kalau kita demam sebaiknya dikompres air hangat, bukan air es?
* * *
Karena di bab sebelumnya ada yg usul supaya saya ngasih post-test/kuis di tiap bab (kayak kuliah yha hahaha), jadi kali ini, ini pertanyaan kuisnya:
1. Ada yang tahu artinya antipiretik?
2. Kenapa tiba2 Runa keluar kamar sambil misuh2?
Gimana pendapat Kakak2 setelah baca bab ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomansaWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...