"Sejak hari itu, Ibu Kambing bisa melukis setiap hari, sepanjang hari, sesuka hati."
Ketika Runa menutup buku dongeng hewan yang barusan dibacanya, ia melihat Rumaisha sudah terlelap. Tapi ketika ia melirik sedikit ke samping, ternyata Risyad belum tidur. Anak itu masih asik dengan rubik 5x5 nya.
"Masih nyobain ini, Bun," kata Risyad sambil menunjukkan rubiknya. "Tadi Om Ganes kok gampang banget ya nyelesainnya. Pas aku nyoba, dibantu Om Ganes, gampang banget. Tapi sekarang aku nyoba sendiri kok susah ya Bun?"
Runa tersenyum kecil sambil mengacak rambut Risyad. "Dilanjutin besok ya. Kalau tidur kemaleman, besok pagi susah bangun."
Risyad hanya menanggapi dengan kekehan, tapi tangannya terus memainkan rubiknya.
"Icad seneng main sama Om Ganes?"
"Seneng lah Bun!" jawab Risyad antusias, meski matanya tetap terpaku pada rubik. "Soalnya Ayah sibuk mulu sih, nggak sempet main sama Icad. Kalo Om Ganes dateng kan jadi ada yang ngajarin Icad main game dan rubik begini."
Runa diam sambil menatap puteranya.
"Eh tapi sekarang Ayah libur setiap Jumat. Nemenin Icad sholat Jumat juga. Icad seneng deh, Bun. Ya kalo udah ada Ayah yang mau main sama Icad, Icad nggak terlalu kangen lagi sama Om Ganes."
Deg!
"Bunda nggak lagi marahan lagi sama Ayah kan?" tanya Risyad tiba-tiba.
"Eh? Maksudnya?"
"Itu Bunda udah pegang-pegang selimut. Bukan pengen tidur disini kan? Bukan karena lagi marahan sama Ayah kan?"
Runa tertawa kikuk. "Emangnya Bunda tidur disini cuma kalau lagi marahan sama Ayah? Bunda tuh tidur disini karena pengen ngelonin kalian."
"Ah masa?" tanya Risyad menyindir. "Icad tahu kok, waktu kita nginep di rumah Eyang, waktu Bunda tidur bareng disini, itu karena Bunda dan Ayah marahan."
"Itu bukan marahan. Berantem dikit doang. Kayak kalau Icad dan May rebutan remote tivi gitu," jawab Runa mengelak, sambil memberi analogi pertengkaran Risyad dan Rumaisha di akhir pekan tentang nonton super hero atau nonton princess.
"Oh..." respon Risyad singkat. Seperti tidak peduli, seperti tidak percaya pada pembelaan ibunya.
Daripada memperpanjang obrolan, Runa langsung mengambil rubik yang belum selesai dari tangan Risyad. "Dilanjut besok," kata Runa tegas.
Runa bangkit dari ranjang dan beranjak ke kotak mainan Risyad yang ada di pojok ruangan. Setelah menyimpan rubik itu, ia kembali ke ranjang. Risyad sudah berbaring dengan selimut di atas tubuhnya.
"Udah berdoa?" tanya Runa mengingatkan. Risyad mengangguk. "Yuk, tidur," lanjutnya sambil menepuk-nepuk Risyad.
"Bun, jangan marahan lagi sama Ayah ya," kata Risyad tiba-tiba.
"Eh?"
"Waktu kita tinggal di rumah Eyang, Icad sedih. Icad kangen Ayah," lanjut anak lelaki itu.
Runa memandang anak sulungnya dengan campuran perasaan kaget dan iba. Kaget karena tidak menyangka Risyad akan membicarakan hal itu. Dan iba karena ternyata saat itu Risyad merasa sedih.
"Pas tinggal disini Icad juga jarang ketemu Ayah sih, soalnya Ayah sibuk. Tapi tetep aja Icad sedih pas di rumah Eyang, karena makin jarang ketemu Ayah. Icad pengen ngajak Bunda pulang, tapi takut Bunda sedih. Jadi Icad diem aja. Tapi sebenarnya Icad kangen Ayah. Makanya kalau Om Ganes dateng, Icad seneng, karena ada yang gantiin Ayah sementara. Icad seneng main sama Om Ganes, tapi sebenernya tetep lebih seneng main sama Ayah. Nah sekarang kan kita udah disini lagi, barengan sama Ayah lagi, jadi jangan marahan lagi ya Bun. Biar kita sama-sama terus sama Ayah ya Bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...