47. Pulang

5.8K 1.2K 304
                                    

Wah, ternyata banyak yang vote n komen demi double update.

Makasih dukungannya, Kakak2!

Yowis yuk, mumpung hari Minggu, selamat membaca Kak!

* * *

Akhirnya Raka merasakan bahwa dituduh melakukan sesuatu yang tidak kita lakukan itu sungguh tidak enak. Apalagi jika dituduh selingkuh padahal dirinya tidak selingkuh. Apakah begini juga yang dirasakan Runa ketika Raka menuduhnya berselingkuh dengan Ganes?

"Memangnya kenapa kalau aku hamil? Khawatir kalau kamu jadi harus nunggu 9 bulan sebelum kamu bisa bersama Hani?"

Apakah pertanyaan itu berarti Runa menganggap Raka sudah berselingkuh dengan Hani hingga berniat menikahi perempuan itu? Apakah sedemikian Runa tidak percaya lagi padanya?

"Atau kamu justru mau tanya, apakah ini anak kamu atau bukan?"

Apakah sebegitu besarnya keinginan Runa untuk berpisah darinya sampai-sampai perempuan itu berusaha membuatnya berpikir bahwa istrinya itu mengandung anak dari lelaki lain?

Raka memang tidak tahu apakah benar Runa hamil atau tidak. Tapi andaipun Runa hamil, Raka tidak sedikitpun meragukan bahwa itu anaknya. Dirinya memang sangat cemburu pada Ganes, tapi sepuluh tahun hidup bersama membuat Raka yakin bahwa Runa bukan perempuan yang bisa berhubungan dengan lelaki lain hingga di luar batas.

Sambil kembali memandang punggung Runa yang tidur memunggunginya, Raka memikirkan kembali apa yang terjadi dalam rumah tangganya belakangan ini. Ia kemudian menyadari bahwa kepergian Runa dari rumah mereka barangkali bukan hanya disebabkan oleh satu atau dua hal saja. Pertemuan dan perbincangannya dengan beberapa orang: ibunya, Bram, Ganes, dan bahkan gadis-gadis yang ditemuinya di kantin rumah sakit membuatnya menyadari banyak hal. Sepertinya Tuhan memang sengaja mempertemukannya dengan orang-orang itu supaya dirinya bisa segera menyadari kesalahannya. Ironisnya, kenapa dirinya baru menyadari semua hal itu sekarang? Kenapa harus menunggu sampai Runa marah padanya dan lebih nyaman bersama lelaki lain untuk membuatnya sadar bahwa dia sangat mencintai dan membutuhkan perempuan itu?

"Bahkan saat dia berantem sama kamu, Runa masih peduli sama Ibu."

Raka mengakui apa yang dikatakan ibunya itu. Tapi, kalau memang sebesar itu keinginan Runa berpisah dengannya, kenapa dia masih sebegitu pedulinya kepada ibunya? Apakah itu berarti Raka masih memiliki harapan bahwa Runa mungkin masih bisa kembali bersamanya?

* * *

Sore hari setelah ibu Raka pulang dari rumah sakit, Raya tiba di rumah. Itulah mengapa pada saat makan malam bersama, sang ibu menyuruh Raka dan Runa segera kembali ke Jakarta.

"Ibu sudah ndak apa-apa. Lagian sudah ada Raya disini. Ini Ibu bukan ngusir kalian lho ya. Makasiiiih banyak Raka dan Runa sudah menemani Ibu disini. Tapi anak-anak sudah kangen banget sama kalian. Kasihan kalau ditinggal terlalu lama. Dan Raka juga ndak bisa terlalu lama ndak praktik kan."

Maka disinilah sekarang Runa dan Raka duduk di ruang tunggu bandara, menunggu pesawat yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta.

"Run..." panggil Raka hati-hati.

"Hmm?" Perempuan itu menoleh sekilas, hanya untuk menunjukkan bahwa ia mendengar panggilan itu.

"Sekali lagi, makasih banyak. Buat Ibu."

"Hmm." Runa mengangguk singkat.

"Makasih sudah ngajak aku pulang. Makasih sudah jagain Ibu."

"Hmm."

"Aku boleh tanya?"

"Hmm?"

"Kenapa kamu peduli banget sama Ibu? Padahal kamu juga berkeras pengin kita pisah."

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang