8. Ibu Sempurna

3.6K 822 116
                                    

"Gimana perasaan kamu sekarang, Han?"

Perempuan yang duduk di hadapan Raka tersenyum. "Jauh lebih baik, Mas. Makasih banyak ya."

"Syukurlah kalau gitu."

"Pas tadi pagi Mas Raka kasih tahu hasil lab Fatih yang terbaru dan bilirubinnya turun drastis, aku langsung lega banget, Mas," kata perempuan itu melanjutkan. "Abis itu aku bisa mompa ASI sampe 80 mL. Padahal biasanya sekali mompa cuma dapet 30-50 mL."

"Mungkin karena kamu nggak terlalu stres lagi, jadi produksi ASI bisa lebih lancar."

"Iya, kayaknya gitu deh, Mas. Emang stres tuh nggak bisa bohong ya. Aku selalu bilang bahwa aku nggak mengalami stres pasca melahirkan, tapi nyatanya tubuhku ga bisa bohong. Makin aku berusaha supaya ASI-ku lancar karena khawatir sama Fatih, ASI-ku malah macet. Tapi sekarang, pas tahu kondisinya membaik, pas hatiku merasa lega, ASI-ku justru bisa lebih lancar."

Raka tersenyum menanggapi cerita perempuan di hadapannya itu.

"Aku nyesel, karena kondisi ini, aku nggak bisa ngasih ASI eksklusif buat Fatih. Terpaksa dicampur sama susu formula. Tapi di sisi lain, aku juga lega, karena dibantu susu formula, bilirubin Fatih cepat menurun."

"Ada beberapa faktor yang menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayi yang baru lahir, Han," kata Raka menjelaskan. "Salah satunya adalah saat bayi tidak bisa membuang bilirubin dalam tubuhnya. Gimana cara membuangnya? Lewat urin dan feses. Tapi gimana bayi bisa membuang bilirubin berlebih itu lewat BAK dan BAB kalau asupan cairannya kurang. Makanya kemarin aku minta ijin kamu untuk memberi Fatih tambahan susu formula, karena ASI-mu kurang mencukupi untuk membuat Fatih bisa BAK dan BAB dengan baik. Percuma kami melakukan fototerapi kalau bilirubin itu nggak berhasil dikeluarkan dari tubuhnya melalui urin dan feses karena dia kurang minum. Lagipula fototerapi akan bikin Fatih dehidrasi, jadi dia butuh asupan cairan yang cukup. Dan pada kasus seperti ini, kalau air susu ibunya belum mencukupi, kami terpaksa menyarankan bantuan susu formula. Terbukti, sekarang setelah asupan cairannya baik, Fatih bisa lancar BAK dan BAB, dan dalam waktu 18 jam kadar bilirubinnya turun drastis."

Perempuan itu mengangguk mengerti.

"Aku tahu ini yang terbaik buat Fatih, Mas. Tapi aku masih sedih, karena nggak bisa jadi ibu yang terbaik buat dia," kata perempuan itu dengan wajah sendu. "Aku nggak bisa jaga diri, sampai harus melahirkan dia sebelum usia 38-40 minggu. Aku gagal melahirkan normal, bahkan setelah diinduksi, sehingga harus operasi caesar. Dan setelah semua itu, aku bahkan nggak bisa menyusui dengan baik dan gagal ngasih ASI eksklusif, sampai Fatih harus dirawat begini. Sebagai ibu, aku udah gagal. Aku bukan ibu yang sempurna."

Raka menghela nafas. "Hani..."

"Iya, Mas?"

"Maaf, aku boleh tanya sesuatu?"

"Ya?"

"Kamu ingin melahirkan normal dan memberi ASI eksklusif, apakah karena ingin memberi yang terbaik buat Fatih, atau karena ingin menjadi ibu yang sempurna?"

Dahi perempuan itu berkerut. Tidak sepenuhnya mengerti maksud pertanyaan Raka.

"Aku ingin jadi ibu yang sempurna dan memberi yang terbaik buat anakku," jawab Hani pelan.

Raka tersenyum. "Benarkah?"

"Maksud Mas?"

"Maaf kalau kata-kataku akan kurang berkenan buat Hani. Tapi kalau aku boleh sok tahu, Hani takut dicap sebagai perempuan yang nggak sempurna oleh lingkungan karena Hani melahirkan secara SC, lalu gagal memberi ASI eksklusif."

Perlahan, Raka melihat mata perempuan itu kembali berkaca-kaca.

"Jadi karena Hani merasa orang lain menganggap Hani sebagai ibu yang nggak sempurna karena gagal melahirkan normal, Hani merasa nggak boleh gagal lagi dalam menyusui. Iya nggak? Jadi, meski Hani sudah merasa membutuhkan bantuan untuk asupan Fatih, Hani berkeras menolak bantuan itu. Barangkali Hani pikir, sekali Hani dibantu susu formula, Hani sudah gagal memberi ASI eksklusif, dan sekali lagi gagal menjadi ibu yang sempurna. Orang-orang yang menjenguk Fatih dan menanyakan kenapa dia lahir melalui SC dan kenapa ASI Hani sedikit, mungkin makin membuat Hani merasa dipojokkan. Benar gitu nggak?"

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang