62. Istri yang Baik?

5.6K 998 156
                                    

Warning: 21+
Mature content.

Udah dikasih peringatan lho ya ini. Jd dedek2 gemezzz yg belum 21 tahun monggo melipir dulu.

Eh? Atau justru jadi malah penasaran dan semangat baca?

* * *

Suhu Bandung Selatan malam itu cukup dingin. Dua puluh derajat celsius. Tanpa pendingin ruanganpun, suhu di dalam kamar di vila yang disewa Raka itu sudah cukup dingin. Tadi anak-anak meminta untuk tidak perlu menyalakan pendingin ruangan di kamar mereka. Selain karena mereka tidak merasa gerah, mereka juga berempati pada Mbak Siti, yang tidur bersama mereka malam itu, yang tidak tahan dingin. Dengan suhu Bandung Selatan yang dingin saja, Siti yang tidak terbiasa dengan AC bisa saja menggunakan selimut berlapis, apalagi kalau ditambah AC kan.

Tapi di kamar yang terletak berseberangan dengan kamar Risyad-Rumaisha-Siti, suhu dingin Bandung tidak berdampak sama sekali. Suasana di dalam justru sangat panas. Kedua orang penghuninya sedang berolahraga berat yang menguras keringat. Bahkan tanpa mengenakan sehelai kainpun, keduanya tidak terlihat seperti sedang kedinginan.

Sang perempuan berbaring dengan mata terpejam rapat. Bibirnya yang sedikit terbuka bernafas dengan terengah-engah, seperti sedang lari marathon. Sang lelaki berada di atas dan di dalam dirinya, bergerak dengan cepat untuk mengejar sesuatu.

Sang lelaki, Raka, merendahkan dirinya hingga tubuhnya melekat erat pada tubuh sang istri. Lalu membenamkan kepalanya di ceruk leher istrinya.

"Sayang..." Raka menggeram rendah, sambil terus bergerak.

Sementara Runa hanya menyahut dengan gumaman pelan. Matanya terus terpejam. Jemarinya mencengkeram seprai. Dan tubuhnya bergerak seirama dengan gerakan sang suami.

"Kamu suka, Sayang?" tanya Raka, berbisik seksi di telinga sang istri.

"Hmmm..." Hanya itu yang diberikan Runa sebagai jawaban.

"Aruna..." kali ini Raka memanggil sambil menyesap leher istrinya, berhati-hati agar tidak meninggalkan bekas yang dapat memicu pertanyaan Risyad yang kepo.

Runa masih diam. Tapi tanpa sadar kakinya mulai terangkat dan menjejak ranjang.

Karena tidak mendapat tanggapan, Raka mengubah posisinya. Lengan kanannya bertumpu pada ranjang untuk menahan berat tubuhnya. Lalu ia menyejajarkan wajahnya dengan wajah istrinya. Dan tangan kirinya membelai beberapa helai rambut yang menutupi dahi istrinya, dan mengecupnya.

"Buka mata, Runa," pinta Raka.

Lagi-lagi Runa hanya mendesah pelan. Seperti hanya merespon tubuh Raka pada tubuhnya, tapi tidak memedulikan kata-kata suaminya itu.

Karena Runa tetap memejamkan mata, Raka merasa permintaannya diabaikan. Karenanya, ia bertindak lebih frontal. Ia mengubah posisi lagi. Kali ini bahu, tulang selangka dan dada Runa yang menjadi sasaran. Dan kali ini ia tidak menahan diri lagi. Runa tidak pernah memakai pakaian yang terbuka, sehingga Raka merasa bebas saja menandai seluruh tubuh Runa kecuali leher dan lengannya.

* * *

Ada alasan mengapa setiap pengujian sediaan farmasi selalu dilakukan minimal 3 kali, triplo. Karena hasil yang diperoleh hanya dari 1 kali pengukuran, itu hanyalah kebetulan semata. Jika 2 kali pengukuran menunjukkan hasil yang sama, itu keberuntungan. Tapi jika 3 kali pengukuran hasilnya presisi, maka kita bisa mengatakan hasilnya valid.

Itu mengapa ketika Raka tiga kali mendapati sikap Runa seperti ini, Raka mengambil kesimpulan bahwa dugaannya valid. Memang ada yang salah dengan Runa atau dengan hubungannya dan Runa.

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang