45. Stay With Me

10.8K 1.3K 153
                                    

Play: Stay

——————————————
🍂

Setelah pertemuannya dengan Zetta, Alfa dibuat pusing tujuh keliling. Satu sisi dia ingin menjalin hubungan yang nyata dengan Zetta, satu sisi dia tidak ingin menyakiti Sere. Katakan saja dia serakah. Ingin perempuan lain, tapi enggan melepas yang satunya.

Mobil mewahnya kini melaju kencang membelah jalanan kota menuju apartemennya. Otaknya sudah tak bisa bekerja dengan baik. Apa dia harus menuruti perintah Zetta atau mempertahankan hubungannya dengan Sere.

Setelah memarkirkan mobilnya dan berjalam cepat melewati koridor-koridor dan lift, Alfa memasuki apartemennya dan melihat Sere sibuk merawat tanaman di balkon sambil bernyanyi kecil. Rasa bersalahnya begitu mencekik kerongkongannya. Bagaimana caranya memutuskan Sere. Alfa benar-benar bimbang. Apa mungkin dia tega merusak senyum Sere yang sekarang mulai jarang terlihat itu.

"Eh, Alfa? Sejak kapan di situ?" Sere menghentikan kegiatannya sejenak karena melihat Alfa di ambang jendela.

Senyuman Sere itu manis sekali. Entah mengapa memubuat Alfa kembali ragu memutuskan gadis itu. "Em, Re... ada yang mau aku omongin sama kamu."

Sere menaikkan alisnya melihat Alfa terlihat aneh kali ini. Tak biasanya dia minta izin untuk mengajaknya bicara. "Aku dengerin sambil ngurusin ini ya?" Sere menunjukkan beberapa tanaman kecil di pot.

Alfa meremas tangannya dengan kasar seraya memejamkan matanya rapat-rapat karena takut kembali luluh ketika melihat tatapan Sere. Kata-katanya pasti akan menyakiti Sere. Tapi, mau bagaimana lagi. Alfa benar-benar harus memperjuangkan Zetta. Posisinya sebagai calon menantu idaman terancam oleh kehadiran Ecxel di hadapan orang tua Zetta. Dalam hati kecilnya, Alfa tidak mau kehilangan Zetta.

"Aku mau kita putus, Re." Alfa mengucapkannya secepat kilat. Mungkin orang yang tidak mengenalnya tidak tahu apa yang dia ucapkan. Sayangnya, Sere sangat tahu Alfa. Dia bisa mencerna maksud kalimat itu dengan baik.

Brak!

Spontan Sere menjatuhkan pot bunga yang dia pegang dengan mata berkaca-kaca. Niat Alfa memejamkan matanya gagal karena mendengar suara pot jatuh itu dan terpaksa harus melihat wajah sedih Sere. "Re...."

"Aduh, maaf, Al potnya jadi pecah. Aku beresin dulu ya?" Sere langsung jongkok untuk memunguti pecahan pot itu sambil sesekali mengusap matanya yang mulai berair. Alfa pun tak tinggal diam. Dia turut jongkok dan membantu Sere. "Biar aku aja," ucap Alfa. Bahkan dari dulu Alfa selalu lembut pada Sere. Seperti pada Mama dan Neneknya.

"Aku aja, Al." Sere menghalangi tangan Alfa menyentuh pecahan pot itu. Lagi-lagi Alfa merasa bersalah. "Re, maafin aku."

"Aku ngerti kok, Al. Aku emang nggak pantes buat kamu," ucap Sere masih dengan menunduk dan sesekali mengusap matanya.

"Bukan gitu maksudnya, Re... "

"Nggak apa-apa, Al. Aku buang ini dulu ya?" Sere masih saja memaksakan untuk tersenyum sambil berjalan membawa pecahan pot itu. Dia tidak mau terlihat menyedihkan di depan Alfa.

"Re.... "

"Aku nggak apa-apa, Al. Beneran deh. Oh iya, tumbem jam segini kamu nggak ikut kumpul temen-temen kamu? Biasanya kan mereka nungguin?"

Alfa semakin dibuat salah tingkah di hadapan Sere. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kalau dia tetap berada di apartemennya, takutnya dia kembali luluh dengan Sere. Tapi, Alfa juga tak tega meninggalkan Sere yang telah dia sakiti. "I-iya, Re... Kalau gitu aku pergi dulu."

Setelah Alfa benar-benar pergi Sere berlari ke kamar dan melemparkan tubuhnya ke kasur dengan posisi tengkurap. Gadis itu sudah tak bisa menahan tangisnya lagi. Keputusan Alfa sangat menyakitkannya. Alfa yang dia kira selalu ada untuknya ternyata meninggalkannya. Sere sungguh merasa sakit hati. Alfa adalah cinta pertamanya, Alfa pula yang orang yang paling menghancurkan hatinya.

SAVAGE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang