22. First date

14.2K 1.6K 180
                                    

Play|you are my sunshine
——————————

🍂

Zetta baru saja mengganti perban di lututnya. Lukanya tidak terlalu parah. Hanya luka ringan yang mungkin hampir semua anak kecil pernah alami. Mungkin untuk sebagian orang perlakuannya pada luka terlalu berlebihan. Tapi, bagi Zetta menjaga setiap anggota tubuh itu wajib.

Kalau sampai terluka, berarti dia gagal menjaga titipan Tuhan. Ya, begitulah mind set yang ditanamkan oleh Sharena agar menjadi manusia yang selalu bersyukur. Jika sudah dititipkan anggota tubuh yang lengkap harus digunakan yang baik dan selalu dijaga.

Suara decitan pintu terdengar tepat saat Zetta selesai memasang perbannya kembali. "Masih sakit kakinya?" suara berat khas bapak-bapak itu menghentikan aktiftas Zetta. Gadis itu pun memutar kepalanya menatap sang papi yang berdiri di ambang pintu, lantas menghampirinya duduk di ranjang.

Zetta merilik sekilas wajah papinya sudah tak setegang kemarin. Kalau mengingatnya rasanya ingin mati saja ketika melihat wajah papinya yang biasanya santai seperti Mr. Bean itu berubah menjadi menyeramkan layaknya Voldemort. "Papi udah nggak marah-marah lagi?" tanta Zetta dengan ragu-ragu.

Feral pun terseyum mengusap surai panjang putrinya yang tergerai. Ternyata dia telah membuat anaknya sendiri takut padanya. Padahal Feral berprinsip menjadi ayah yang selalu memberikan kenyamanan pada anaknya. "Papi minta maaf kemarin-kemarin marah-marah ke Zetta. Zetta jangan marah lagi ya, Nak?"

Zetta memang gadis manja yang sangat ketergantungan dengan kedua orang tuanya. Dia tidak tahu apa jadinya hidupnya tanpa mereka. Spontan gadis itu memeluk Feral dan menenggelamkan kepalanya ke dada papinya itu. "Zetta yang harusnya minta maaf karena udah bentak-bentak Papi sama Mami. Gara-gara itu Zetta jadi apes. Hidup Zetta nggak berkah, Pi."

Feral terkekeh mendengar pengakuan anaknya. Satu hal yang selalu Feral ingat ketika dia hampir lelah menghadapi Zetta adalah rasa syukur. Sebandel apa pun Zetta dia selalu hormat pada orang tuanya. "Iya, makanya lain kali kalau ngambek jangan lama-lama. Inget, Papi keramat loh!"

Karena menyentil hidung mancungnya Zetta langsung memukul lengan Feral. "Ih, Kok keramat sih? Emangnya papi pohon?" Zetta tak tahu lagi bagaimana dia bisa mendapatkan Papi semenyebalkan itu. Yang pasti dia juga sangat bersyukur.

"Iya dong, kan pohon uangnya Zetta. Gimana sih?" jawab Feral dengan segudang kesombongannya. Seolah dia punya pohon uang yang bisa dia sebar sesuka hatinya. Zetta suka gaya papinya. Kesombongannya natural  tanpa rekayasa. "Tetep aja masih kalah sama Papa Marvel."

Feral mencebikkan bibirnya. Bisa-bisanya anak gadis kesayangannya membandingkannya dengan calon besan. Tentu saja bisnis kuliner keluarganya yang turun temurun itu tidak mampu menyaingi bisnis Marvel yang menggurita. Mulai dari bisnis properti, pertambangan, hingga otomotif. Untungnya Keluarga Danendra luput dari sorotan media. Jadi, tak banyak yang mengetahui kekayaannya selain orang-orang terdekat dan kolega-kolega bisnisnya.

"Zetta, cepat turun! Sudah ditunggu Alfa." Di tengah kebersamaan papi dan anak itu, mami yang super cerewet sudah teriak-teriak memanggil Zetta dari lantai satu. Bayangkan betapa kencangnya suara Sharena hingga bisa menembus dinding tebal rumah seorang Feraldo Bramasta.

Zetta memutar matanya malas. Ya, malam ini dia harus membayar kekalahannya pada Alfa Leon Danendra. Entah ke berapa kali Zetta berkencan. Yang pasti kalau dengan ketua Geng Gledek itu rasanya malas sekali.

SAVAGE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang