Play: Dewa: Roman picisan
——————————🍂
Setelah tiga hari menjalani perkemahan rombongan siswa serta guru SMA pelita dan SMA lentera akhirnya menuju perjalan pulang dengan menaiki bus. Seperti formasi awal Alfa duduk di dekat jendela bersebelahan dengan Sere di bangku tengah. Mereka tak banyak bicara selama di perjalanan. Bahkan Alfa sibuk mendengarkan musik dengan headset yang menyumbat kedua telinganya. Sampai-sampai Sere tak berani mengusiknya.
Alfa menatap jalanan yang penuh pepohonan. Dari dulu dia tidak menyukai hal-hal yang berbau alam. Tapi, sejak mengikuti perkemahan itu entah mengapa dia ingin mengulanginya lagi. Terlebih jika bersama Zetta. Seketika Alfa langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa tiba-tiba dia memikirkan gadis barbar itu?
Ketika bus XI IPA 1 SMA pelita menyalip busnya, Alfa dibuat memelotot tajam menatap pemandangan si depan matanya. Dia melihat Zetta duduk bersebelahan dengan Putra dan dengan nyamannya mereka berdua saling menyandarkan kepala. Pemandangan macam itu? Sungguh membuatnya ingin muntah.
"Dasar genit!" gumam Alfa tanpa sadar. Sere yang mampir menyandarkan kepalanya di bahu Alfa pun spontan menarik kembali kepalanya. Dia mengira ucapan Alfa itu ditujukan padanya. Padahal belum juga menyentuhnya sedikit pun, tapi teganya dia mengatakan jika Sere genit. Sere pun merasa rendah diri.
🍂
Setelah bus mereka sampai di sekolah Zetta enggan beranjak dari tempatnya. Dia masih menikmati mimpinya yang memasuki season tiga. Bukannya apa-apa, kalau pun Zetta ingin ikut sopirnya tidak ada yang melarang. Hanya saja yang menjadi masalahnya adalah Putra.
Laki-laki itulah yang perlu dikasihani lantaran dengan nyamannya Zetta menjadikan bahunya sebagi sandaran ternyaman. Putra pun menghela napasnya dengan jenuh. "Ta, bangun. Udah sampai," ucap Putra dengan lembut. Tidak heran kalau Zetta susah dibangunkan karena memang ketika dia tidur sudah mirip seperti kebo.
Dengan terpaksa Putra pun mengangkat kepala Zetta dan membebaskan diri dari jeratan gadis itu. Perlahan Putra menjatuhkan kepala Zetta dan akhirnya bangun juga.
"Aduh, Putra kok kepala gue dibanting sih? Kan sakit tahu," rengek Zetta dengan manja membuat Putra memutar matanya malas. Padahal kepalanya belum sampai membentur apa pun, tapi gadis itu berkata seolah kepalanya dijatuhkan dari puncak menara eifel.
"Makanya bangun, Zetta! Lo mau ikut sopirnya pulang?" tanya Putra kembali.
Zetta spontan melirik sopir dan kenek yang tengah memerhatikannya. Seketika Zetta bergidik ngeri. "Nggak, ah. Ntar dikira pelakor lagi gue," ucap Zetta seraya berjalan keluar mendahului Putra.
Zetta sangat bosan menunggu jemputan. Gadis itu duduk di halte depan sekolahnya dengan menopang pipinya. Kenapa sekolah semakin menjenuhkan? Sampai akhirnya ada seseorang memarkirkan mobil sport putih di depannya membuatnya seketika mengernyit heran. Dia kenal sekali itu mobil siapa.
Pengemudi itu membuka kaca mobilnya dan memanggil Zetta dengan keras. "Woe, Prit! Buruan masuk!" teriak laki-laki itu.
Zetta yang melihat Alfa di dalam mobil itu langsung memutar matanya dengan malas. Tidak bisakah hidupnya sehari saja tanpa Alfa? Sepertinya Alfa benar-benar ingin dijodohkan dengannya. "Ogah!" jawab Zetta dengan ketusnya membuat Alfa berdecak kesal.
"Gue ditelepon bokaplo buat nganterin lo. Supirlo lagi cuti." Zetta tak mudah percaya begitu saja dengan ucapan Alfa. Bisa saja dia hanya ingin mencari-cari kesempatan berduaan dengannya. Maaf saja, Zetta tak semudah itu untuk dirayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVAGE (End)
Teen FictionDia Zetta. Gadis SMA dengan jabatan Nona Boss di sebuah geng yang semua anggotanya berisikan murid laki-laki. Dikenal sebagai ratu jalanan dan bercita-cita menjadi penggerak feminisme. Sayang, mimpinya harus terkubur ketika orang tuanya menjatuhkan...