9. Ancaman

17.7K 2.3K 128
                                    

Play: Simple plan-Save you
—————————————

🍂

Brak!

"Mana Riski!" Zetta datang ke basecamp Falconer dengan murka hingga membuka pintu tempat itu dengan tendangannya. Setelah dia mendengar berita bahwa salah satu anak buahnya menghamili anak orang Zetta tak tinggal diam. Dia segera meninggalkan sekolah dan menemui anak buahnya untuk meminta klarifikasi.

Basecamp Falconer yang awalnya sunyi suasananya mendadak semakin mencekam. "Tenang, Ta tenang!" Beberapa dari mereka mencoba meredam amarah Zetta dengan menuntun Zetta untuk duduk. Tapi, Zetta menepisnya. Dia tidak mau basa-basi lagi.

"Kalian suruh Riski ke tepi danau sekarang juga! Gue tunggu di sana!" perintah Zetta pada semua anak buahnya yang ada di basecamp itu. Gadis itu lantas pergi menuju danau tak jauh dari basecamnya.

Zetta berhadapan dengan salah satu anak buahnya yang bernama Riski di tepi danau. Keduanya sama-sama terdiam dalam waktu kurang lebih sepuluh menit dengan tatapan kosong. Tak ada percakapan antara keduanya. Mereka sibuk dalam pikiran masing-masing sampai akhirnya Zetta selesai mengatur emosinya setelah berhitung dalam hati. Itulah cara yang dilakukan Zetta untuk meredam emosi agar tidak meletup-letup.

Gadis itu bersedekap dada menatap penuh amarah wajah anak buahnya yang membuatnya kecewa. "Kenapa lo ngelakuin itu!"

Riski hanya terdiam. Raut wajahnya menunjukkan segala penyesalan. Matanya bahkan tak berani menatap Zetta. Meskipun Zetta adalah seorang perempuan, tapi ketika marah aura seramnya betambah berkali lipat. Sehingga setiap anak buahnya yang melakukan kesalahan akan takut jika berhadapan dengannya.

"Gue udah sering bilang kalau sedang berhadapan sama gue tatap mata gue!" bentak Zetta. Riski pun mengepalkan tangannya dan perlahan memaksa matanya untuk menatap Zetta.

Plak!

Plak!

"Stupid!"

Dua kali tamparan bolak-balik mendarat di pipi Riski hingga meninggalkan bekas yang terlihat jelas. Zetta menampar laki-laki itu dengan gerak cepat tanpa jeda membuat Riski mengepalkan tangannya dengan kuat dan merasakan perih yang tak sebanding dengan kesalahannya. Laki-laki itu diam mematung tak berani menjawab sepatah kata pun. Ada dendam, kecewa dan amarah bercampur menjadi satu dalam benaknya karena merasa terhina telah ditampar seorang perempuan. Bahkan orang tuanya saja tidak pernah memperlakukannya seperti itu.

Menampar adalah hal yang paling dihindari Zetta karena baginya, menampar merupakan sebuah penghinaan. Dan itu adalah pertama kalinya Zetta menampar orang lain dengan tangannya sendiri.

"Bisa-bisanya lo ngelakuin hal bodoh kayak gitu!" ujar Zetta dengan suara tegasnya.

"Gue ngelakuin itu atas dasar suka sama suka, kenapa cuma gue yang disalahin?" bantah Riski.

Plak!

Sekali lagi tamparan mendarat di pipi Riski yang tidak bisa menjaga bicaranya. "Itu untuk pikiran bodoh lo!"

Riski memegangi pipi kirinya yang semakin berdenyut. "Kenapa lo terlalu mencampuri urusan gue, Ta? Gue cuma anak buah lo di Falconer. Lo nggak berhak mengatur kehidupan pribadi gue! Dosa gue urusan gue sama Tuhan gue. Lo juga nggak usah sok menghakimi gue! Inget, Ta kita sama-sama pendosa yang cuma berbeda dalam memilih dosa!" ujarnya membela diri.

SAVAGE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang