Resepsi Pernikahan (2)

21 3 1
                                    

Setelah sang pengantin terlihat rapi dan nyaman, para penderek pengantin putra dan putri itu pun turun dari altar pelaminan pengantin. Ning Ayda mengajak Zahra duduk bersama keluarganya di bagian VIP, yakni di deretan kursi depan. Mereka duduk bersama Ning Fisya, kakak ipar Ning Ayda. Zahra hendak menolak karena merasa tidak enak, namun Ning Ayda tetap memaksa. Mau tak mau akhirnya Zahra pun menurut saja.

Acara inti berjalan dengan lancar awal sampai akhir. Kemudian dilanjutkan alunan merdu lagu – lagu milik Wali Band sebagai bintang tamu. Dan saat ini adalah special request dari para tamu. Banyak sekali lagu permintaan para tamu. Sementara itu, entah kenapa Zahra merasa tak nyaman. Ia pun meminta izin pada Ning Fisya untuk pergi sebentar menemui kedua temannya yang sedang menjadi sesi konsumsi, Aisya dan Nahla. Sementara Ning Ayda sudah beranjak mengantri untuk request lagu.

Ketika ia berjalan menghampiri kedua temannya itu, ia baru menyadari bahwa yang membuatnya tak nyaman saat ini adalah pria yang sedang duduk santai di kursi tamu putra. Pria itu adalah Gus Daffa, pria yang saat ini sedang menatap tajam Zahra yang sedang lewat di dekatnya. Hal itu sukses membuat jantung Zahra berdetak cepat. Bukan karena grogi, tapi takut. Takut dengan tatapan tajam yang mengintimidasinya saat ini. Ia pun mempercepat langkahnya menghampiri Aisya dan juga Nahla di dekat meja prasmanan.

Hanya satu pintaku, untukmu dan hidupku
Baik – baik sayang, ada aku untukmu..
Hanya satu pintaku, di siang dan malamku
Baik – baik sayang, kar’na aku untukmu..
🍀🍀

Akmal baru saja menunaikan sholat isya’ di musholla pesantren sebelum kemudian mengambil tumpukan piring untuk prasmanan para tamu. Saat baru saja meletakkan piring, dilihatnya Zahra sedang berjalan cepat menghampiri Aisya yang sedang bertugas menjadi sesi konsumsi. Rautnya terlihat panik dan takut, dan hal itu sukses membuat Akmal cemas. “Zahra kenapa ya?” tanyanya dalam hati.

Tepukan pelan di bahu sukses membuyarkan Akmal dari lamunannya. “heh! ngelamun wae. Ntar ada tamu yang Tanya kamu plonga – plongo lho!” tegur Kang Muna.

Akmal meringis mendengarnya. “iya, kang Mun.. maaf..” ujar Akmal sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ketika hendak menata nampan yang berisi sendok dan garpu untuk para tamu makan nanti, ia baru sadar kalau arlojinya tidak melingkar di pergelangan tangannya. Raut wajahnya menjadi panik, “jam tanganku kemana?” lirihnya. Ia melihat ke sekeliling. Ia baru ingat kalau ia baru saja sholat di musholla pesantren tadi. Segera saja ia berlalu meninggalkan kang Muna untuk mencari arlojinya itu.

Ketika sampai di musholla, ia tidak menemukan arlojinya dimanapun. “kemana jam tanganku?” tanyanya dalam hati. Otaknya memutar ulang apa saja yang dia lakukan dan kemana dia pergi sebelum melepas arlojinya itu.

“nyari apa kamu, kang?” Tanya kang Ahza dari belakangnya.

Akmal menoleh, dilihatnya kang Ahza sedang menatapnya sambil melipat sajadahnya. Tampaknya ia baru saja menunaikan sholat isya’. “jam tanganku, kang. Aku lupa naruhnya tadi. Padahal itu jam tangannya hadiah dari Za-” Akmal langsung menutup mulutnya dengan tiga jarinya.

Kang Ahza tersenyum mendengarnya, “oooh….dari calon istri toh?”

Akmal tersenyum kecut mendengarnya. “emm.. ak- aku ke kamar mandi dulu." Ujarnya gugup seraya berlalu dari hadapan kang Ahza. Kang Ahza terkekeh melihat ekspresi Akmal yang gugup itu.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang