Karya Santri

20 1 0
                                    

Malam itu, kang Muna dan beberapa teman pengurus lainnya sibuk mempersiapkan apa saja yang akan dimuat dalam majalah mereka tahun ini. sudah menjadi adat pesantren mereka ketika mendekati acara haflah akhirussanah untuk membuat dan mencetak majalah tahunan kemudian dibagikan pada para santri ketika acara pra haflah yang akan dilaksanakan minggu depan. Ada beberapa karya para santri yang akan dimuat di majalah itu. Mulai dari kisah inspiratif, tulisan ilmiah, puisi, cerpen cinta islami, dan masih banyak lagi.

"yang puisi sama cerpen kemarin siapa sih yang bawa?" Tanya kang Muna pada kang Ahza.

"yang cerpen dikumpulin di kang Rofi, dan yang puisi dikumpulin di kang Nazeef." Jawab kang Ahza sambil menyusun beberapa artikel karya para santri.

Kang Muna melihat ke sekeliling, mencari dua teman pengurusnya itu. Ia hendak beranjak menuju masjid. Namun tak lama kemudian, kang Rofi masuk sambil menenteng sajadahnya.

"assalamu'alaikum.." ucapnya.

"wa'alaikumussalam..." jawab semua santri yang ada disana.

"Alhamdulillah.. aku mau nyariin kamu ke masjid tadi, kang." ujar kang Muna.

Ya, mereka memang baru saja melaksanakan sholat isya' berjama'ah di masjid pesantren. Dan setelah selesai jama'ah, kang Muna langsung mengajak teman - teman pengurus yang sudah keluar dari masjid untuk berkumpul di basecamp.

"maaf, kang. Tadi abis sholat masih ke kamar mandi. Wonten nopo ye, kang?" Tanya kang Rofi.

Kang Muna tersenyum, "nggak papa kok, kang. Em.. itu, saya mau minta cerpen - cerpen karya para santri yang kang Rofi bawa. Mau kita pilih lalu kita jadikan satu untuk dimuat di majalah. Tadi yang artikel tokoh, karya ilmiah dan beberapa karya lain udah kita pilih. Tinggal cerpen sama puisi yang belum." Jelas kang Muna.

"oh iya, bentar ya, kang? Tak pendhete teng kamar rumiyen." Pamit kang Rofi.

"eh, bentar, kang!" ucap Rayyan menahan kang Rofi yang hendak keluar.

"ada apa, kang?"

"kamu tadi ketemu kang Nazeef nggak, kang?" Tanya Rayyan.

Kang Rofi tampak terdiam, mengingat sesuatu. "tadi sih saya lihat dia udah keluar duluan, kang. Terus nggak tau kemana. Saya pikir dia kesini tadi." Jawab kang Rofi.

"oh.. ya sudah kalau gitu. Makasih ya, kang?" kata Rayyan.

Kang Rofi mengangguk seraya berlalu dari basecamp.

"kemana itu bocah?" gumam Rayyan.

"eh, kang. Coba kamu cari ke kamar. Siapa tau dia disana, 'kan dari tadi siang galau mulu dia." Saran kang Ahza pada Rayyan.

Rayyan pun akhirnya beranjak keluar untuk mencari Akmal untuk meminta beberapa puisi karya para santri yang dikumpulkan padanya. Namun ketika sampai di kamar, ia tidak mendapati keberadaan Akmal disana. "kemana sih itu anak? Tadi murung terus, sekarang ngilang." Kesal Rayyan dalam hati.

Saat hendak keluar, ia ingat dimana Akmal menyimpan kertas - kertas puisi karya para santri. "sebenernya nggak baik sih. Tapi gimana? Udah deadline juga. Bisa - bisa digasak kang Muna kalau nggak buruan dikumpulin. Kan kasihan juga dia nanti." Gumamnya dalam hati. Ia lalu membuka laci samping tempat tidur Akmal dan membawanya ke basecamp.

~∞~


"ini berkas - berkasnya Akmal. Tak ambil aja tadi, dianya nggak ada." Ujar Rayyan sambil menyodorkan beberapa kertas puisi pada kang Muna. Beberapa diantaranya ada tanda ceklis merah di bagian pojok kanan atas.

"ini yang di ceklis merah kenapa?" Tanya kang Muna.

Rayyan terdiam, ia tampak mengingat sesuatu. beberapa detik kemudian, "aaa itu yang dipilih sama Akmal kemarin. Dia bingung mau milih yang mana. Katanya yang empat puisi itu bagus semua." Ujar Rayyan.

Kang Muna pun membacanya satu persatu. Bibirnya tersungging ke atas ketika membaca salah satu dari empat puisi tersebut.

Kesempatan.
(Karya M. Farich A. Huda)

Tuhan
Sebelumnya Tuhan
Sebelumnya terima kasih Engkau pertemukan Aku dengannya
Seseorang yang membuat hatiku jatuh seketika
Akhlaknya sifatnya senyumnya
Sungguh membuatku terpana ketika melihatnya
Tuhan
Kumohon bukakan hatinya
Tolong sampaikan rinduku padanya
Walau sekecil biji delima
Izinkan cintaku yang sederhana ini memgisinya
Izinkan Aku mendampinginya
Menemaninya dalam suka maupun luka
Mengisi harinya kelak hingga nyawa tak tersisa
Tuhan
Aku tak tahu harus berkata apa lagi
Engkau yang maha tau isi hati
Semoga engkau meridhoi apa yang diinginkan hambamu ini
Sekali lagi terima kasih atas kesempatannya
Kesempatan untuk mengenalnya
Dan Kesempatan untuk mencintainya


"hee..kang Farich!" panggil kang Muna pada teman pengurusnya yang bernama Farich, pemuda yang sedang mendesain cover majalah pada computer yang ada di pojok ruangan.

Yang dipanggil pun menoleh heran, "kenapa, kang?" tanyanya bingung.

"ini kamu ikut partisipasi ceritanya?" Tanya kang Muna dengan tatapan meledek.

Santri bernama Farich itu terkekeh mendengarnya. "sekali - kali dong, pengurus ikut andil menyetorkan karyanya buat di majalah. Masa Cuma pas jadi santri doang bolehnya?" jawab Farich enteng sambil tertawa kecil.

"kayanya dia lagi curhat tuh!" goda kang Ahza yang juga baru selesai membacanya.

"Curhat?? Lagi mendam cinta nih ceritanya? Santri yang mana nih kang?" Tanya kang Muna dengan nada menggoda.

"Sama si Suci, kang. Santri yang jualan mie ayam depan gapura pesantren itu.." jawab kang Ahza.

Semua yang ada di sana tergelak mendengarnya. "E ciyeee... kang Farich suka sama mbak Suci toh ternyata?" Kata Rayyan sambil tertawa meledek kang Farich yang ada di dekatnya.

"husst! Jangan ngeledek terus! Gak selesai ini nanti garapanku!" kata Farich sambil kembali focus ke komputernya.

~∞~

Waktu sudah hampir menunjukkan jam 12 malam. Para pengurus hampir selesai mempersiapkan majalah mereka. Sesaat kemudian, datanglah Attharva, Gus Amar dan Ustadz Ahmad ke ruangan mereka. "assalamu'alaikum.." ucap Attharva.

"wa'alaikumussalam..." jawab para pengurus bersamaan. Mengetahui siapa yang datang, mereka pun berbondong - bondong sungkem pada beliau bertiga.

Pandangan Gus Amar menyapu sekeliling mencari seseorang, begitu pula Ustadz Ahmad. "kang Nazeef kemana?" Tanya Gus Amar pada kang Muna yang tepat ada disampingnya.

Kang Muna menatap beberapa temannya, "kami nggak tau, Gus. Tadi kami juga sempat mencari dia di kamar, tapi nggak ada." Jawabnya pada Gus Amar.

"tolong cari dia ya? kami akan tunggu di ruang tamu. Ini darurat soalnya." Kata Attharva.

Kang Muna mengangguk, ia pun meminta Rayyan dan kang Ahza untuk mencari keberadaan Akmal.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang