Senyuman Penawar Luka

61 5 2
                                    

Flashback

Akmal dan beberapa teman seangkatannya mengisi liburan dengan berkemah bersama. Saat sedang berkumpul bersama, Akmal memandangi Diana yang sedang asyik bercanda dengan teman – temannya. Hatinya sedikit terusik saat melihat cara berpakaian Diana yang menurutnya agak minim.

“lihatin apa lo, Mal?” tanya sahabatnya, Shidqi.

Akmal hanya tersenyum setelah sekilas memandang shohibnya itu. “bukan apa – apa.”  Jawab Akmal singkat.

“gue nggak habis fikir sama lo, Mal. Lo itu kan pinter, sholih, tampan iya. Masa’ iya dapet pacar yang kaya gitu sih? Bukannya keluarga lo itu kuat agamanya ya? Terus gimana komentar ibu sama ayah lo nanti?”

Rentetan pertanyaan Shidqi membuatnya terdiam. “benar juga apa kata Shidqi. Gimana kalo nanti ibu sama ayah nggak suka sama Diana?” fikirnya.

Setelah terdiam sejenak, Akmal pun mulai menjawab. “setiap orang bisa berubah, Qi. Ya, gue akan berusaha sebisa mungkin bikin Diana berubah. Biar orang tua gue bisa nerima dia.”

emang bisa?”

“gue akan berusaha..” jawab Akmal mantap.

Beberapa hari setelah pulang dari liburan, hubungan Akmal dan Diana diketahui orang tua Akmal. Respon mereka sesuai dengan perkiraan Akmal, tidak setuju. Akmal menghela nafas berat, ia semakin bingung. Apalagi hubungannya dengan Diana sedang tidak baik karena Akmal memintanya untuk memakai pakaian yang lebih tertutup beberapa hari yang lalu.

“ibu nggak suka kalo kamu tetap berhubungan sama gadis itu, Mal. Ya Allah..ibu sama ayah malu, apa kata orang nanti? Kalo mereka tahu putra ayah sama ibu pacaran dengan gadis yang- astaghfirullaah..” ibu Fatma memarahi Akmal yang baru saja pulang dari pondok.

Akmal hanya diam, ia berfikir pasti sepupunya itu sudah menceritakan semuanya pada orang tuanya. “tapi, bu.. Akmal…”
Belum sampai Akmal selesai berbicara, sang ayah menyela. “gini, kamu minta dia buat nutup auratnya setiap kemari dan saat keluar. Jika dia tidak mau, sudah. Nggak usah punya hubungan apapun lagi sama gadis itu. Gadis urakan kok disenengi.” Ujarnya dingin tapi benar – benar membekas di hati Akmal.

Esok harinya, Akmal kembali meminta Diana agar memakai pakaian yang lebih tertutup. Ia mencoba berbicara selembut mungkin pada Diana agar tidak menyakiti hatinya. “kenapa kamu jadi berubah gini sih, Mal?” Tanya Diana kemudian.

“aku emang berubah, Di. Tapi semua ini demi kebaikan kamu, dan untuk hubungan kita. Tolong, demi aku.. tolong kamu…” belum sampai Akmal melanjutkan ucapannya, Diana berdiri dan menatapnya tajam.

“Mal, cinta itu menerima apa adanya dan tidak membutuhkan perubahan. Kalo kamu pengin aku berubah, itu artinya kamu nggak tulus cinta sama aku. Aku nggak mau kamu kaya gini ke aku . Aku nggak mau kamu paksa – paksa kaya gini! Ini hakku, Mal.” kata Diana.

Mata Akmal menajam dan memandang kea rah Diana. “siapa yang maksa kamu sih, Di?! Aku nggak maksa! Aku lakuin ini agar hubungan kita bisa diterima banyak orang. tapi kalo kamu nggak mau ya udah. Sebenarnya aku masih sayang sama kamu. Tapi, aku juga nggak bisa nyakitin orang tuaku. Jadi lebih baik, hubungan kita sampai disini aja. Mungkin ini jalan terbaik buat kita.” Kata Akmal sembari beranjak pergi.

“loh, Mal??? Kok putus sih? Mal! Akmal!” Diana berusaha memanggil Akmal agar ia kembali. Namun percuma, Akmal terus berjalan keluar sampai akhirnya lenyap dari pandangan Diana.

Putus dehh😌

"Terus, kalo seandainya mbak Diana ngajak balikan, mas Akmal masih mau nerima?" Tanya Zahra kemudian setelah Akmal mengakhiri ceritanya. Tatapan Akmal masih lurus ke depan.

Akmal menggeleng sambil tersenyum. Tatapannya beralih pada Zahra yang menatapnya lekat. "Dia udah khianatin aku, Ra. Jadi untuk apa aku balikan sama dia?"

"Maksudnya?"

"Dia udah punya pacar sebelum kami putus, Ra."

Mata Zahra membulat mendengarnya. Ia lalu mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Zahra menarik napas berat. Dia benar – benar tidak terima dengan perlakuan Diana pada Akmal. Mengkhianati laki – laki sebaik dan selembut Akmal adalah suatu hal yang bukan hanya menyakiti hati Akmal, tapi juga hatinya. Bukan karena apa, tapi Akmal sudah seperti sosok kakak yang sabar dan penyayang baginya. Zahra lalu menepuk bahu Akmal dan menatapnya, matanya begitu teduh. “ya udah, mas Akmal nggak usah sedih lagi. Yang lalu biarlah berlalu. Lupain aja tuh mbak Diananya. Lagian, masih banyak kok cewe’ di luar sana yang nunggu cintanya mas Akmal, dan pastinya lebih baik dari mbak Diana. Secara, mas Akmal ini ‘kan tampan, lembut hatinya, baik pula. Pasti banyak deh yang mau sama mas Akmal.” Hibur Zahra.

Akmal tersenyum pada Zahra. Sejenak ia tiba - tiba merogoh saku baju dan celana. Zahra memandangnya heran, "nyari apa sih?" Tanyanya.

"Nyari uang receh, tapi nggak ada nih!" Jawab Akmal masih merogoh saku kirinya.

"Buat apa?"

"Buat kasihin ke kamu. Soalnya tadi kamu bilang, aku tuh tampan, baik, hatinya lembut, iya 'kan?"

Zahra tertawa kecil mendengar ucapan Akmal. "Yeee kirain Zahra anak kecil apa?"

"Emang anak kecil 'kan? Rayyan aja manggil kamu anak kecil." timpal Akmal.

Zahra tergelak mendengarnya. "Iiih nyebelin banget deh mas Akmal nih! Sama aja kaya si Rayyan." Ujarnya sambil membenahi jilbabnya yang sedikit berantakan karena tertiup angin.

Akmal tersenyum sambil menatap lekat Zahra yang masih tertawa. Sebuah tawa yang selalu berhasil melenyapkan kegelisahan di hatinya. Ia selalu merasa nyaman setiap Zahra ada di dekatnya.

Kenapa??

Karena dia mencintai Zahra. Ya, Akmal sangat mencintai Zahra. Perasaannya tersimpan rapi selama ini. Perasaan yang tumbuh semenjak mereka duduk di bangku SMP. Bukan karena tak berani mengungkapkan, tapi lebih pada menunggu waktu yang tepat. Lagipula, Zahra menyukai teman semadrasahnya saat ini, Hamza. Yang penting, jika dengan bersahabat bisa membuat Zahra nyaman bersamanya, itu tidak masalah. Ia masih bisa mengendalikan perasaannya.

Sesaat kemudian, Zahra terdiam tiba - tiba. Ia lalu menepuk dahinya sendiri setelah teringat sesuatu, membuat Akmal memandangnya heran. "Kamu kenapa?"

"Mas, tugas laporanku belum selesai!" Ujarnya seraya berlari masuk kelas, meninggalkan Akmal yang terkekeh karenanya.

🍀🍀

Jika perasaan itu tercipta untuk dirasakan, lalu untuk apa dia harus diungkapkan?

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang