Riuh di Shubuh Hari

22 2 0
                                    

Kumandang adzan dari musholla putra membuat Akmal terjaga dari tidurnya. Ia bangun perlahan agar tidak membuat Zahra terganggu tidurnya dan langsung menuju kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, Zahra pun ikut terbangun karena mendengar lantunan pujian merdu dari santri putra yang bernama Faiz. Ia mengerjapkan kedua matanya kemudian bangun dari posisi tidurnya. Suara kran dari kamar mandi membuatnya terkejut. “siapa yang ada di kamar mandiku?” pikirnya. Buru – buru ia turun dari ranjang dan beranjak keluar kamar. Ia melongok ke kamar sholatan yang ada di dekat kamarnya. dilihatnya sang kakak bersama istrinya sedang sholat jama’ah.

Ketika hendak kembali ke kamar, tak sengaja ia melihat kamar bunda yang terbuka. “oh, mungkin bunda yang sedang wudhu di kamarku.” Fikirnya kemudian. Ia lalu kembali masuk ke kamarnya.

Ketika membuka pintu, matanya melebar ketika mendapati seorang pemuda sedang membenahi sarung di dalam kamarnya. spontan Zahra menarik diri dan buru – buru menutup pintu kamarnya. namun tanpa ia sadari, ujung bawah gamisnya tersangkut pintu yang ditutupnya sehingga membuatnya terjatuh.

BRUKK!!

“Aww!!” pekiknya pelan sambil memegangi sikunya yang sakit karena ia gunakan untuk menumpu tubuhnya.

~∞~


BRUKK!!
Akmal terkejut mendengar suara itu. Yakin lilitan sarungnya sudah rapat, ia pun bergegas keluar kamar. Dilihatnya Zahra duduk selonjor sambil memegangi sikunya kemudian turun di pinggangnya. Ia lalu mendekat dan mengulurkan tangannya untuk membantu Zahra berdiri.

“kamu kenapa, dik?” Tanya Akmal cemas. Ia lalu memapah Zahra masuk ke kamar.

“nggak papa kok. Tadi Zahra Cuma-” Zahra terdiam sejenak. “Zahra kaget aja tadi.” Ucapnya sedikit ragu.

Akmal terkekeh pelan mendengarnya, dan itu membuat Zahra malu.

“emm.. Zahra wudhu dulu deh!” ujar Zahra sambil buru – buru masuk ke kamar mandi untuk berwudhu. Bukan. Bukan berwudhu, tapi untuk melarikan diri dari Akmal.

Akmal terkekeh sambil menggeleng pelan melihat tingkah Zahra. “aku tau, dia hanya belum terbiasa dengan keberadaanku di hidupnya.” Gumam Akmal dalam hati.

~∞~

Seusai shubuh, gema surah Al – Waqi’ah dari para santri putra dan putri mendominasi suasana pagi itu. Tak terkecuali dengan Akmal dan Zahra, mereka juga membaca surah Al – Waqi’ah sebagaimana kebiasaan di pesantren Nurul Falah.

“shodaqallahul ‘adzim..”

Akmal mengakhiri bacaannya, begitu pula Zahra. Zahra lalu mengembalikan Al – Qur’an itu di rak kamarnya. Ketika Zahra melipat mukena sementara Akmal melipat sajadahnya, tanpa sadar tangan mereka saling berbenturan. Hal itu membuat keduanya saling pandang. Dan di detik berikutnya, mereka tertawa kecil karena adanya suasana canggung yang terbentuk.

“kenapa jadi gini sih?” Tanya Zahra sambil masih terus tertawa.

“jadi canggung gini ‘kan? Biasa ajalah, Ra..” kata Akmal kemudian. Mereka terdiam sejenak. Dan di detik berikutnya, mereka kembali tertawa.

Namun tawa mereka terhenti ketika mendengar riuh suara para santri putri yang sedang bersorak, entah karena apa. Tak lama kemudian, terdengar suara para santri putra yang kompak mengucap hamdalah. Disusul para santri putri yang mengucap amin bersama – sama.

Akmal dan Zahra pun bingung, mereka saling pandang. “ada apa ya?” Tanya Akmal bingung. Zahra mengangkat bahu tanda tak tahu.

Tik tok tik tok

“mas nggak pengin kemana gitu? Kita jalan – jalan kek, refresh gitu. Mumpung masih pagi ini, mas..” usul Zahra, setelah cukup lama mereka diam.

Akmal tampak berfikir, “boleh aja sih, Ra. Itung – itung, biar kamu nggak canggung juga sama aku.” kata Akmal kemudian, membuat Zahra tertawa kecil mendengarnya. “yuk!” ajak Akmal semangat sembari mengulurkan tangannya pada Zahra. Namun urung ketika Zahra tampak bingung memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, sesuatu melintas di benak Akmal.

“tapi, Ra. Bukankah pernikahan kita masih tertutup? Nanti, kalau ada yang Tanya tentang kita, bagaimana?” Tanya Akmal.

Zahra terpaku, karena apa yang Akmal tanyakan sama persis dengan apa yang ia pikirkan sekarang. Apa ini yang dinamakan sehati sejiwa?

“em.. ya udah, ntar Zahra bilang aja kalau mas suaminya Zahra. ‘kan kita emang udah nikah. Iya ‘kan?” jawab Zahra enteng, meski sebenarnya ia pun ragu akan mampu menjawab pertanyaan orang – orang nanti.

“jadi gimana? Tetap jalan?” Tanya Akmal memastikan.

“tapi kalau mas Akmal nggak nyaman, nggak papa kok. Nggak usah aja.” Ujar Zahra kemudian.

“eh nggak! Bukan gitu. Aku Cuma mastiin aja. Harusnya aku yang bilang gitu ke kamu.” Kata Akmal.

Zahra tertawa kecil, “ya udah lah, ayo jalan!” ajak Zahra sambil menarik lengan baju koko Akmal. Mereka pun keluar dari kamar untuk jalan – jalan pagi, ke sawah di dekat rumah Zahra.

Baru saja mereka melewati ambang pintu rumah, mereka sudah dihadang Fikri dan juga Zikri. Mereka tampak tersenyum manis pada Akmal, namun tidak pada Zahra. Tatapan mereka tampak aneh meski masih tersenyum. Fikri dan Zikri menyalami Akmal dengan ta’zim, lalu kemudian beralih pada Zahra sembari berjalan menghampiri. “pokoknya mbak harus beliin mie ndower level 3 buat kita.” Lirih Fikri.

“iya bener. Itu sebagai ganti karena mbak nggak kasih tau kita kalau mbak udah nikah sama mas Nazeef.” Lanjut Zikri.

Zahra menggeleng pelan mendengarnya sambil mengulum senyum. “ya gimana mbak mau ngasih tau? Orang kalian udah tidur di kamar.” Ujar Zahra.

“nggak mau tau. Pokoknya mbak harus beliin kita mie ndower level 3.” Kata Zikri sembari berjalan masuk ke rumah disusul Fikri.

“kenapa mereka?” Tanya Akmal heran ketika melihat kedua adik iparnya itu berbisik – bisik pada Zahra.

“nggak papa kok, mas. Biasa, mereka minta pajak..” jawab Zahra santai.

“pajak? Buat apa?” Tanya Akmal lagi.

“ya karena mereka taunya telat tentang pernikahan kita kemarin.”

“ooooh..” Akmal mengangguk mengerti. “ya udah, nanti pas pulang dari madrasah kita beliin buat mereka. Gimana?” saran Akmal.
Zahra mengangguk tanda setuju. Mereka melangkah beriringan keluar rumah.

Namun baru saja sampai di kawasan madrasah, terdengar riuh sorak para santri putra yang tampaknya sedang bersiap untuk mandi dan bersih – bersih. “waah.. ada ning Zahra sama Gus Nazeef tuh!” seru salah seorang diantara mereka.

“aaa ciyeee..ada pengantin baru!” seru santri yang lain.

Akmal dan Zahra pun mempercepat langkah agar segera lolos dari sorak sorai para santri putra yang sedang menggoda mereka. Mereka berlari sambil bergandengan tangan dan tertawa bersama.

“benar – benar mereka itu.” Lirih Zahra sambil membenahi sarungnya.

Akmal terkekeh mendengarnya. “ya sudah, biarkan saja..” katanya. Mereka pun melangkah bersama menuju kawasan persawahan yang tak jauh dari kediaman Zahra, menikmati udara segar serta pemandangan yang begitu indah di pagi itu.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang