Resepsi Pernikahan

30 3 0
                                    


Sore itu, Zahra baru pulang dari pondok bersama Mayra setelah usai membantu membungkus kado dan beberapa persiapan lainnya untuk Asma, teman sekelasnya yang telah resmi dipersunting oleh putra kedua Kyai Abdurrahman, Gus Birru. Nanti malam adalah resepsinya, sementara akad sudah digelar pagi tadi.

Ketika sampai di rumah Zahra, Mayra memarkirkan motornya di halaman kemudian mengikuti Zahra masuk ke rumah untuk menunaikan sholat 'ashar karena waktunya sudah hampir habis.

Seusai sholat, "ntar berangkat jam berapa kita, Ra?" Tanya Mayra.

Zahra terdiam, tampak memikirkan sesuatu. "Kok Zahra ragu ya, mau datang apa nggak?" Katanya tiba - tiba.

Mayra menimpuk kecil kepala Zahra dengan dompetnya. "Enak aja nggak datang! Kalo kamu nggak datang terus aku sama siapa nanti?" Tanya Mayra kesal.

"Ya kan anak - anak masih banyak, May.." timpal Zahra.

"Nggak, nggak! Nggak bisa! Pokoknya ntar kamu harus dateng. Titik!" Ujar Mayra tak terbantahkan.

Zahra menunduk lesu. "Iya deh...ntar ba'da isya' awal kamu harus sampe sini. Kalo molor, Zahra nggak bakalan dateng." Kata Zahra kemudian.

"Yeee ngancem. Ok deh, nggak molor kok aku nanti. Lihat aja!" Tantang Mayra sekalian.

Malam harinya, Zahra berangkat ke pondok bersama Mayra. Setelah memarkir motor, tiba - tiba Nahla datang menghampiri mereka. "Heh, lama banget ini bocah dua! Eh, Ra! Udah ditungguin Asma dari tadi tau!" Kata Nahla pelan karena banyak asatidz di sekitar mereka.

Zahra Mayra saling pandang sesaat, kemudian Zahra beralih pada Nahla. Dahi Zahra mengernyit, "Zahra? Ditungguin Ning Asma? Kenapa?" Tanyanya.

Nahla menepuk dahinya sendiri. "Oh iya, lupa. Dia mau jadi dzurriyyah bentar lagi." Lirihnya. "Gini, Ning Asma pengin kamu yang jadi pendereknya, sama Ning Ayda."

Mata Zahra membulat mendengarnya. "Apa??? Nggak salah? Kok Zahra sih? Kan dzurriyyah masih ada Ning Qila? Terus ada juga ning siapa itu yang adeknya Gus Amar tuh yang baru pulang dari Maroko. Kenapa harus Zahra?" Protesnya.

Ning Ayda menghampiri Nahla di parkiran. Ia girang bukan main ketika melihat Zahra sudah tiba disana. Ning Ayda mendekat dan sedikit mendengar kalau Zahra hendak menolak. Tanpa ba bi bu lagi, Ning Ayda menghampiri Zahra dan melingkarkan tangannya di lengan Zahra yang hampir terlonjak kaget karena Ning Ayda yang tiba - tiba sudah muncul diantara mereka.
"Aduuuh...kakehan protes sampean iki, Ra...udah deh nurut aja..yuk!" Ujar Ning Ayda seraya menarik paksa Zahra ke maktabah pondok yang sudah disulap menjadi ruang rias.

Seusai dirias, mereka menunggu sang pemeran utama bersiap - siap, yakni sang mempelai, Ning Asma. Setelah semua siap, mereka pun berangkat ke aula pondok putra, dimana acara resepsi digelar besar - besaran disana. Dekorasinya begitu megah, apalagi pelaminan pengantin yang tampak mewah. Zahra dan Ning Ayda mengikuti Ning Asma di belakang dan memegangi ujung gaun Ning Asma yang lumayan panjang agar tak terinjak - injak.

"Sebenarnya ini tugas anak - anak, aku disuruh duduk sama umi sama mbak Fisya. Tapi aku bosan jadi hadirin terus, ya udah. Kemaren aku maksa mas Amar bilangin ke pakdhe biar diizinin jadi pendereknya si Asma." Ujar Ning Ayda pelan, ketika Ning Asma sudah naik ke pelaminan bersama mereka. Zahra yang masih sibuk menata gaun Ning Asma agar ia nyaman duduknya pun hanya menanggapi dengan senyum tipis.

Ketika selesai, "terus kenapa harus Zahra juga yang jadi pendereknya?" Tanya Zahra kemudian pada Ning Ayda. Ia sendiri sudah duduk di kursi kecil dekat Ning Asma setelah Ning Asma memintanya. Ning Ayda melirik Ning Asma sambil tersenyum aneh. Saat ini Zahra dan Ning Ayda hendak bersiap untuk turun. Zahra tampak kesulitan berjalan karena gamis kebayanya yang sedikit kepanjangan, ditambah sepatu hak tinggi yang dipakainya.

"Itu aku yang minta, Ra.." kata Ning Asma. Zahra cengengesan mendengarnya. "Ya tapi atas rekomendasi Ning Ayda juga sih.." lanjut Ning Asma hingga senyuman di bibir Zahra lenyap digantikan lirikan aneh pada Ning Ayda yang terkekeh mendengarnya.

"Opo a lirak lirik?" Tanya Ning Ayda.

"Ning Ayda pasti punya rencana konyol nih? Hayo ngaku!" Ujar Zahra.

"Iya, emang. Biar Ustadz Nazeef bisa lihat calon istrinya dirias.." kata Ning Ayda dengan entengnya. Mulut Zahra menganga sambil menatap kesal Ning Ayda. Sebenarnya itu tidak baik, tapi mau bagaimana lagi jika sang Ning tak pernah berhenti menggodanya.

"Ugh, tau ah Ning...suka - suka Ning aja." Kata Zahra kemidian pasrah. Ia lalu beralih pada Ning Asma yang tertawa kecil melihatnya berdebat kecil dengan Ning Ayda barusan. "Ning Asma gimana perasaannya? Bisa dikhitbah sama Gus Birru ini?" Tanya Zahra pada Ning Asma.

Ning Asma tersenyum, "alhamdulillah seneng. Terus nggak nyangka aja, bisa nikah sama Gus Birru. Ketemu beliaunya aja, cuma pas acara lamaran doang." Jawab Ning Asma sambil tersenyum.

"Tak doain semoga langgeng ya, Ning..terus bisa membina keluarga yang samawa..hehehe.." ucap Zahra yang kemudian diamini oleh Ning Ayda dan Ning Asma.

"Kamu juga, Ra..cepetan nyusul ya, sama Ustadz Nazeef.." kata Ning Asma.

Zahra tercenung. "Kok Ning Asma tau?" Tanya Zahra.

"Iya dong, kan tadi Ning Ayda bilang kalo kamu calon istrinya Ustadz Nazeef." Jawab Ning Asma enteng. Ning Ayda terkekeh mendengarnya, sementara Zahra menutup wajah dengan kedua tangan setelah menatap kesal Ning Ayda yang masih terus tertawa.

"Kayanya Ning Ayda nih hobi banget ya bully-in Zahra." Gerutu Zahra kesal. Detik berikutnya, Zahra menatap Ning Ayda seakan baru menyadari sesuatu. "Jangan bilang kalo Ning udah ngasih tau anak sekelas?" Selidiknya.

"Ide bagus tuh!" Seru Ning Ayda.

"Niiiiiing.....!" Teriak Zahra kesal sehingga mengundang tawa Ning Ayda dan Ning Asma. Suara musik dari bintang tamu pada resepsi tersebut cukup menggema, jadi tak perlu khawatir kalau teriakan Zahra tadi terdengar oleh ahli bait pondok yang sedang menikmati musik dari Wali band itu di sisi kanan panggung pelaminan.

"Jangan ya, Ning...please...please..." ujar Zahra memohon pada Ning Ayda sambil menyatukan kedua tangannya.

"Hihihi.. iya iya, Ra. Aku belum ngasih tau anak sekelas kok. Aku cuma ngasih tau si Asma aja tuh. Lagian kan dia saudara aku sekarang. Iya kan, Ma?" Tanya Ning Ayda pada Ning Asma. Ning Asma pun tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Zahra menghembuskan nafas lega.

Sesaat kemudian, tiba - tiba Ning Ayda beringsut mundur beberapa langkah ketika melihat kedatangan seseorang. "Ra! Mas Birru dateng tuh!" Ujar Ning Ayda menunjuk ke arah belakangnya.

Spontan Zahra menengok ke belakang. Iya. Gus Birru sudah menaiki tangga pelaminan yang jaraknya agak jauh dari kursi pelaminan yang mereka tempati saat ini. Ia lalu berdiri disusul Ning Ayda dan Ning Asma.

Gus Birru diantar oleh sekitar 4 orang santri putra yang menjadi pendereknya. Beliau tampak sangat memukau, dengan kostum berwarna merah maroon yang kontras dengan warna kulitnya, dan pastinya match dengan gaun yang dikenakan Ning Asma saat ini.

Namun bukan itu yang membuat bibir Zahra menganga kecil saat ini. Diantara mereka, Akmal juga ada disana, dan ia berada di depan sendiri, tepat di samping Gus Birru.

Zahra lalu beralih menghampiri Ning Ayda. Entah kenapa, degup jantungnya begitu terasa saat ini. Dengan berdiri di dekat Ning Ayda, setidaknya ia bisa sedikit menormalkan detak jantungnya. Namun sepatu hak tinggi yang dipakainya saat ini benar - benar membuatnya kesulitan untuk berjalan agak cepat. Ia hampir saja terjatuh jika tidak segera mengimbangi langkah kakinya sendiri. Ia lalu berdiri di samping Ning Ayda yang cekikikan menatapnya. "Salting, Ra? Wajahmu abang ireng iku loh!" Ledek Ning Ayda sambil terus tertawa kecil. Zahra mendengus kesal mendengarnya.

Ning Ayda membenahi gaun panjang milik Ning Asma’ yang sempat diinjak oleh Gus Birru saat ini agar pemilik gaun dan pasangannya itu bisanyaman untuk duduk di singgasana mereka. Sekilas Zahra melirik arloji yang tampak melingkar manis di pergelangan tangan Akmal. Hal itu membuat lengkung manis tercipta di bibirnya. Dan tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang menatap tak suka senyum itu.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang