Ning Amira

28 2 0
                                    

Dan akhirnya, 1002 bait berhasil dihafalkan oleh Zahra. Sang penghafal begitu lega, begitu pula sang penyimak yang tak lain adalah Akmal. "Alhamdulillah.. selamat Zahra, kamu bisa khatam menghafal ini. Saya tau kamu mampu." Kata Akmal sambil tersenyum manis seraya memberikan buku lalaran itu pada Zahra. "Saya beri waktu 2 minggu, untuk mentaskhih hafalan kamu, Ra." Ujar Akmal.

Zahra mengangguk, sama sekali tidak menjawab. Ia masih malu pada Akmal jika ingat kejadian tadi pagi.

Ketika hendak mohon diri, "oh nggih, Ra. Ampun galau maleh.. mengke mboten saget lancar taskhih.." kata Akmal. Zahra hanya tersenyum kecut sambil memandang sekilas ke arah Akmal lalu mengangguk.

Saat keluar dari kantor, beberapa sahabat menantinya di luar dengan mata berbinar.

"Mayoraaaaaaaaan!!" Teriak mereka kompak. Sontak Zahra menutup telinga kemudian menempelkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan mereka untuk diam. "Pelan dong, ini kantor asatidz tau!"lirih Zahra pelan tapi tegas.

Mereka menutup mulut ketika beberapa asatidz melongok keluar saat itu, melihat beberapa santri di depan kantor yang sedikit ricuh. Siapa lagi yang bikin ulah jika bukan Ning Ayda dan beberapa teman lainnya. Beberapa dari mereka menggeleng pelan sebelum kembali masuk ke kantor.

Zahra memandang teman - temannya seakan berkata "tuh 'kan? Apa kubilang?". Ning Ayda dan Mayra cengengesan melihatnya. "Ya udah yuk, pulang! Udah pada selesai 'kan?" Tanya Zahra. Mayra, Aisya, Nahla, dan Iva mengangguk pelan. Mereka pun bubar dari tempat itu.

🍀🍀

Sampai di depan rumah Zahra, Mayra memarkir motornya di depan, sementara Zahra masuk ke dapur mengambil 2 mangkuk untuk makan bakso. Iya. Zahra tadi meminta Mayra berhenti sejenak untuk membeli 2 bungkus bakso.

"Waaah.. sering - sering kamu kaya gini ke aku, Ra. Hehehee..." celetuk Mayra sambil menuangkan baksonya ke mangkuk. Zahra hanya mengangguk sambil menuangkan baksonya ke dalam mangkuk.

"Ya udah, besok tak beliin es krim juga deh..." ujar Zahra tiba - tiba.

Mata Mayra melebar senang seketika. "Seriusan kamu?" Tanya Mayra memastikan.

"Iya, serius... ntar aku yang beliin kamu yang bayarin. Gimana? Oke 'kan?"

"Oke mbahmu itu! Kirain beneran..." celetuk Mayra kesal.Sementara Zahra hanya tertawa kecil melihatnya.

Tanpa mereka sadari, 2 orang kang santri mengikuti mereka sejak keluar dari gerbang pondok hingga sampai di rumah Zahra. Sejenak kemudian, mereka pun pergi setelah menghubungi seseorang.

🍀🍀

Siang itu, kegiatan belajar para santri baru saja usai. Mereka terlihat berbondong - bondong keluar dari kawasan madrasah dan kembali ke kamar masing - masing. Tak terkecuali kelas musyawirin yang saat itu usai lebih awal karena para mustahiq hendak menghadiri acara pernikahan salah satu santri disana.

Sementara itu di kawasan pesantren, tampak seorang gadis berpakaian modis tengah duduk selonjoran dengan santainya sambil memainkan ponselnya di teras masjid putra. Sesekali pandangannya tertuju pada kang - kang santri yang baru saja bubaran diniyahan siang itu. Ia sedang menunggu seseorang. Gadis itu seperti masa bodoh pada beberapa santri yang berbisik - bisik tentangnya. Ada juga yang memandangnya penuh tanya seakan berkata, "berani sekali gadis ini menginjakkan kaki di kawasan putra?" Mengingat tempat itu bukan area sambang wali santri.

Sesaat kemudian, matanya berbinar melihat pemuda yang ditunggunya sejak tadi akhirnya keluar dari gerbang madrasah bersama beberapa santri. Sontak ia langsung berdiri sambil buru - buru memasukkan ponsel dalam tasnya. "Amar my twiiiiiiiiiiiiin!!" Teriaknya sambil berlari menghampiri pemuda itu, Gus Amar.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang