Khitbah (1)

34 3 0
                                    

Ning Ayda baru kembali dari kantor asatidz bersama Nahla dengan langkah lesu. Ketika sampai di halaman ndalem, ia berpapasan dengan kakaknya, Gus Alif.

“dari mana, dek?” Tanya Gus Alif.

“dari kantor, nyari Ustadz Nazeef..” jawab ning Ayda sembari duduk di sebuah kayu yang dibentuk seperti kursi panjang di dekat kolam ikan, disusul Gus Alif yang duduk di sebelahnya, sementara Nahla pamit menuju dapur.

“jangan memaksakan kehendak, nanti kamu sendiri yang sakit. Lagian, siapa tahu dengan adanya khitbah ini, kakak angkatmu itu bisa menjadi lebih baik.” Ujar Gus Alif pada sang adik.

Ning Ayda masih diam. Kedua kakak beradik itu memang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran satu sama lain. Hanya bedanya, kalau Ning Ayda membaca pikiran lewat mata, Gus Alif bahkan bisa membaca maksud dan tujuan orang yang hendak datang menemuinya atau yang akan ia temui.

“tapi Ayda nggak terima aja, mas. Gadis sebaik Zahra, mau dapet pria yang kaya gitu..’kan mas Alif sendiri juga tau, gimana wataknya mas Daffa. bukannya Ayda nggak suka kalau Zahra jadi saudaranya Ayda, Cuma Ayda lihat ke depannya aja, mas. Kasihan Zahranya nanti…”

Gus Alif tersenyum lalu merangkul bahu ning Ayda. “cukup do’akan yang terbaik untuk mereka. Oke??” kata Gus Alif. Ning Ayda hanya tersenyum tipis mendengarnya.

“nanti mas Alif sama mbak Fisya ikut ‘kan?” Tanya Ning Ayda kemudian.

Gus Alif menggeleng, “Cuma abah sama umi aja, dek..mas sama mbak di rumah.” Jawab Gus Alif. Ning Ayda menunduk lesu sembari melangkah gontai memasuki rumahnya. Gus Alif menggeleng pelan melihat adiknya itu.

🍀🍀

“iiih…jangan menor dong mbak…ntar Zahra jadi kaya tante – tante…”seloroh Zahra pada calon kakak iparnya itu, Zakia. Zakia adalah gadis yang minggu depan nanti akan menjadi istri dari Zain, kakak Zahra.

Sang perias dadakan itu tersenyum mendengar ocehan Zahra. “nggak, Zahra..ini natural kok. Biar tambah cantik aja..” katanya menenangkan.

“iiih.. ini emang ada apa sih? Kok Zahra pake’ dirias segala? Padahal ‘kan tadi Zahra mau bikin jus.” Tanya Zahra heran campur kesal.

“mbak juga nggak tau, dek.. ini tadi aja mas kamu juga belum jelasin apa – apa, Cuma disuruh ngerias kamu gitu.” Jawab Zakia.

Di tengah asyiknya obrolan mereka, tiba – tiba seseorang mengetuk pintu kamar Zahra. “Mbak…tamunya udah datang. Sama bunda disuruh cepet turun..” terdengar suara Zikri dari luar kamar. “iya…” jawab Zahra dan Zakia bersamaan. Mereka lalu saling pandang, “tamu?” lirih mereka heran.

“bentar ya , mbak? Tak ngecek dulu..itu tamunya siapa. Zahra curiga deh.” Kata Zahra sambil beranjak keluar dari kamar, sementara Zakia menunggu di dalam.

Diam – diam Zahra menengok ruang tamu dari lorong kamarnya. Matanya membulat sempurna ketika dilihatnya 3 orang yang tak asing baginya. “itu Gus Daffa sama orang tuanya?” pekiknya dalam hati. Timbul rasa penasaran di hatinya sehingga membuat Zahra mendekat pelan dan sedikit menguping pembicaraan mereka.

“tujuan kami kemari, pertama untuk silaturrahim, bu.. dan yang kedua, kami kemari- ee…berniat untuk melamar putri ibu, Zahra untuk putra kami ini, Daffa..” jelas Ibu Nyai Ainayya.

Sontak Zahra menutup mulutnya yang hampir menjerit kecil karena terkejut dengan maksud kedatangan mereka. Sampai tanpa sengaja ia hampir menjatuhkan vas bunga di belakangnya. Ia pun buru – buru berlari ke kamarnya.

“aduh mbaak...tolongin Zahra mbak…Zahra harus gimana ini..?” katanya, nada suaranya sampai bergetar karena bingung yang sudah level puncak. Zakia yang semula asyik bermain teka – teki silang di ponselnya terkejut dengan kedatangan Zahra dan langsung berdiri. “kenapa, dek?” Tanya Zakia. Zahra menarik nafas panjang, ia beralih menutup pintu kamar lalu kembali duduk menghadap Zakia yang masih berdiri bingung dan menceritakan semuanya.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang