Rindu yang Menyesakkan

24 2 0
                                    

4 tahun berlalu..

Malam itu, Akmal dan Rayyan sedang sibuk mengerjakan soal ujian di ruang maktabah. Namun Akmal tertidur karena terlalu lelah, Rayyan juga membiarkan Akmal terlelap, sedangkan ia masih tetap mengerjakan pekerjaannya, mengelompokkan soal yang sudah di-print per kelas dan tingkat.

“Zahra!!”

Akmal tersentak bangun setelah memekik pelan dengan menyebut nama Zahra. Sadar bahwa ia hanya bermimpi, ia lalu mengusap wajahnya.

“astaghfirullah..” lirihnya pelan. Pandangan Akmal menyapu sekeliling ruangan, dilihatnya Rayyan sedang sibuk menata kertas – kertas soal untuk ujian Lailiyah bulan depan. Akmal menghembuskan nafas pelan, matanya lalu beralih pada laptop yang masih menyala sejak tadi.

Sudah hampir 2 tahun ini Akmal dan Rayyan menjadi pengurus sekaligus pengajar di pondok Nurul Falah putra, tapi bagian lailiyah tingkat ibtida’iyah, jadi tidak terlalu berat bagi mereka. Kali ini mereka mendapat tugas untuk mengerjakan soal – soal ujian untuk lailiyah dan shobahiyah. Jadi banyak soal yang harus mereka kerjakan.

“aku ‘kan udah bilang, Mal. Kalo kamu cape’ jangan dipaksain.” Kata Rayyan.

Akmal hanya tersenyum sembari mematikan laptopnya dengan mode sleep kemudian beranjak ke dapur maktabah untuk membuat kopi.

“Ray, gulanya kamu taruh mana?” Tanya Akmal dari dapur.

Rayyan terdiam, ia mengingat – ingat dimana ia menyimpan toples gula di dapur tadi. Beberapa saat kemudian,”lemari atas!” ujarnya.

“telat.” Kata Akmal datar ketika ia keluar dari dapur sambil mengaduk secangkir kopi miliknya kemudian duduk di dekat Rayyan, tepat setelah Rayyan menjawab pertanyaannya.

Rayyan mendengus kesal seraya melempar sebuah bolpoin ke arahnya. “sampeyan iki!” lirihnya kesal.
Rayyan lalu mengambil 5 lembar kertas soal yang di-print oleh Akmal sebelum dia ketiduran. “ini yang tingkat tsanawiyah udah semua ‘kan?” Tanya Rayyan memastikan.

Akmal mengangguk sambil meneguk kopinya.  “udah.” Ujarnya sambil melirik jam dinding yang menempel disana, “yang tingkat musyawirin, besok aja ndak papa ‘kan ya? Aku lagi ndak bisa konsen.” Ujar Akmal sambil memijat keningnya sendiri.

ngopo o? Kefikiran permintaan paklik-mu? Atau, lagi kefikiran Zahra?” Tanya Rayyan dengan nada menyelidik. Mendengar Rayyan menyebut nama gadis yang sampai saat ini masih ada di hatinya, Akmal langsung menatap Rayyan.

“lagi mikirin permintaan paklik. Bukan lagi mikirin Zahra.” Koreksinya, bertolak belakang dengan hatinya.

“udahlah, kalo masalah permintaan paklik-mu, mending kamu terima aja. Lagian nggak ada salahnya ‘kan kalo nurutin permintaan paklik-mu? gur 2 bulan wae kok.”

Akmal terlihat berfikir. Sejenak kemudian, “ya udah deh. Tak terima.” Ujarnya.

Hening sesaat, sebelum akhirnya Rayyan kembali bertanya. “Mal, ini udah kali keempat loh, kamu nglindur, manggil – manggil Zahra. Kamu lagi kangen sama dia?”

Mendengar pertanyaan Rayyan, pandangan Akmal yang semula tertuju pada lembar – lembar soal kini beralih menatapnya, sesaat kemudian ia memandang lurus ke depan. Akmal menghembuskan nafas berat, ada sesuatu yang tiba – tiba menyeruak, dan membuat dadanya sesak. “mungkin lebih dari itu, Ray.” Katanya.

“dari SMA sampe’ sekarang perasanmu itu masih ada aja ya ke Zahra?” kata Rayyan. “emang sejak kapan sih, kamu suka sama dia?” Tanya Rayyan lagi.

“sejak kali pertama kami bertemu.” Jawab Akmal.

“huh??” Rayyan tampak diam untuk berpikir.  “Itu artinya, sejak kalian masih SMP? Selama itu, Mal? Masya Allah…”Rayyan tak percaya. Akmal hanya tersenyum tipis sambil memandangnya sejenak, lalu merapikan beberapa kertas yang masih berantakan.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang