“Ra..” panggil Mayra sambil membuka pintu kamar Zahra. Ia menepuk dahinya ketika melihat Zahra masih mengikat rambutnya. “katanya tadi jam 4. Sekarang udah jam 4 lebih, kamunya masih belum siap.” Gerutunya kesal.
Zahra meringis malu mendengarnya. “ya maaf.. ini tadi abis bersih – bersih kamar. Berantakan banget soalnya.” Ujar Zahra.
Sore ini mereka hendak ke resepsi pernikahan Salfa dan Arza, sahabat Zahra semasa SMA. Mayra juga mendapat undangan resepsi mereka karena Arza adalah teman Mayra saat SD. Jadi mereka akan datang bersama.
Ketika Zahra sedang sibuk menata jilbabnya, Mayra diam – diam membaca buku yang mirip seperti buku nota kecil di sisi kasur Zahra. Namun ketika dibuka, ternyata isinya puisi semua. Saat sampai di halaman tengah, sebuah puisi mengusik rasa penasaran Mayra dan membuatnya tertarik untuk membacanya.
Kutulis bait dalam rangkaian yang panjang..
Kuungkap jelas dalam ragu yang tertahan..
Wahai ikhwan yang melukis rindu pada kedamaian surgaNya..
Atas nama Rabb-ku,
Aku ingin mencintaimu karenaNya..
Mengukir indah namamu di bawah langit cintaNya..
Menulis hikmah,
Dari pertemuanku dan dirimu,
Di atas sajadah cinta..
Izinkanlah cinta dan kehormatanku,
Terpatri kuat untuk menjaga kehormatanmu..
Atas nama titah Tuhanku,
Cukup aku mencintaimu dengan sederhana..M.N.Akmal
Mata Mayra membulat membaca nama yang tertera di bawah sendiri itu. Ia lalu menatap Zahra sambil menyeringai. “waah..puisimu bagus banget, Ra!” serunya, masih menatap Zahra dengan seringai jahilnya.
“kenapa? Baru tahu ya, kalau Zahra bisa bikin puisi? Itu puisi - puisi Zahra sejak masih SMP.” ujar Zahra sambil mengancingkan broz mutiara di bahu kanannya. Namun di detik berikutnya, gerakan tangannya membeku setelah teringat sesuatu. Sontak ia berbalik dan menyambar buku kecil di tangan Mayra, dan hal itu sukses membuat Mayra tergelak.
“panik seketika.” Ledek Mayra pelan.
“kamu baca puisi yang mana?” Tanya Zahra seraya menyimpan buku itu di laci nakas.
“hehe.. ada rahasianya ya?” selidik Mayra.
“nggak ada. Kamu tadi baca yang mana?”
“M.N.Akmal.” jawab Mayra sambil terkekeh geli melihat bibir Zahra menganga kaget. “hmm.. katanya nggak ada apa –apa. Ternyata, diam – diam menyimpan rasa.” Ledek Mayra lagi.
“iih… jangan salah faham.. lagian tadi ‘kan Zahra juga udah bilang, itu koleksi puisi Zahra pas masih SMP. Jadi itu masa lal-”
Mayra mencebik, “hillih! Alasan huuu! Bilang aja nggak mau ngaku.” Ledek Mayra lagi. “lagian itu yang punya nama bentar lagi jadi masa depan juga ‘kan?”
Zahra memijit pelipisnya yang tidak sakit, ia lalu kembali menghadap cermin dan membenahi jilbabnya. “itu tuh puisi Zahra pas waktu SMP. Oke Zahra ngaku deh, puisi itu emang buat mas Akmal. Dulu Zahra sempat suka sama mas Akmal. Tapi kemudian, karena rival yang lumayan berat, akhirnya Zahra memilih mundur dan move on. Ya jadilah deh, Zahra kakak adikan sama dia. Dan perasaan Zahra sama dia Cuma sebatas sayangnya adik sama kakaknya, nggak lebih. Sampai sekarang juga sama.” Jelas Zahra.
“yakin? Nggak lebih? Nggak ada rasa sama sekali?” goda Mayra.
Zahra mengibaskan tangan lalu melenggang keluar. “yuk, berangkat! Ntar kesorean..” ujarnya. Mayra pun bangun dari posisi berbaringnya dan membuntuti Zahra keluar kamar.
Sampai disana, Zahra dan Mayra duduk di kursi kosong yang kebetulan terletak tepat di depan pelaminan. “dekorasinya bagus ya, Ra?” ujar Mayra sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"