Pagi itu, para santri putri baru saja selesai muhafadzoh kubro di lapangan. Usai ditutup dengan do’a, mereka berhamburan bubar untuk kembali ke kelas mereka masing – masing. Zahra terburu – buru masuk ke kelas dengan menenteng tas plastik putih berisi kado untuk Akmal.
“ini bocah pake’ acara terlambat pula!” gerutu Aisya, si ketua kelas.
Zahra cengengesan mendengarnya. Ia lalu menyembunyikan tas plastik itu di belakang pintu bersama tas piketan kelasnya agar tidak ketahuan.
Sebenarnya ia agak cemas kalau Akmal akan mengetahui rencana teman – teman sekelasnya, mengingat dulu Akmal adalah yang paling jago kalau mengerjai teman sekolahnya yang sedang ulang tahun. Bahkan pernah Salfa sampai menangis karena dikerjai Akmal di hari ulang tahunnya.
“semoga aja teman – teman sudah merencanakan dengan matang. Jadi samar kalo dikerjain balik nanti.” Gumamnya dalam hati sambil duduk di bangkunya.
Tak lama kemudian, Akmal masuk dengan tenang. Zahra mengamati gerak – gerik teman sekelasnya. Syukurlah tidak ada yang bertingkah mencurigakan. “al Faatihah..” ucap Akmal.
Zahra agak bingung mendengarnya. Zahra lalu mendekat ke telinga Ning Ayda. “tadi nggak rawuh ya?” Tanyanya pada Ning Ayda.
Ning Ayda tersenyum dan menggeleng, “nggak.. alhamdulillah sih, Ra. Jadi punya waktu banyak buat nyiapin semuanya tadi. Apalagi mengingat Ustadz Nazeef ini handal banget kalo ngerjain teman – temannya. Semoga aja beliau nggak mencium rencana kita.” Jelas Ning Ayda, Zahra mengangguk mengerti. Dalam hati ia bersyukur, mereka tahu siapa yang mereka hadapi. Setidaknya kekhawatirannya berkurang.
Namun tiba – tiba, terdengar suara Akmal seperti menahan tawa ketika mengucap Al – Fatihah kedua. Spontan Zahra melihat ke arah ustadznya. Dia tampak menahan tawa sambil meremas kertas kecil yang ada di tangannya itu dan disembunyikan di bawah meja.
Zahra mengamati teman sekelasnya, tidak ada yang bersikap aneh atau mencurigakan. Tapi kenapa Akmal tertawa? Apa yang ia tertawakan? Zahra benar – benar heran.
Akmal lalu mulai membacakan pelajaran, namun tidak seperti biasanya. Tempo membacanya agak cepat dan sesekali suaranya terdengar bergetar karena menahan tawa. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Dan hal itu membuat kekhawatiran Zahra kembali muncul.
Setelah membacakan pelajaran, Akmal permisi keluar sebentar dan istirahat pun dimulai. Beberapa santri keluar untuk mengambil kue dan beberapa jajanan untuk dimakan bersama. Sementara Zahra memastikan kondisi kelas aman terkendali dan kadonya terselamatkan. Beberapa menit kemudian, Mayra mendekatinya. “kenapa? Kaya cemas gitu kamu?” Tanya Mayra.
Zahra mengamati bawah meja guru, kertas itu tidak ada disana. Ia lalu menatap Mayra, “May, kayanya Ustadz Nazeef udah nyadarin rencana kita deh.” Tebaknya.
Mayra membulatkan mata mendengarnya. “jangan dong! Ba-” ucapan Mayra terhenti karena Zahra membekap mulutnya ketika menyadari kedatangan Akmal. Mayra menatap Zahra heran.
Zahra memberi isyarat pada Mayra agar melihat ke belakang. Namun belum sampai Mayra menengok ke belakang, “mbak Mayra, tempatnya dimana?” Tanya Akmal yang sudah berdiri di belakangnya.
Mayra pun kembali ke tempatnya yang kebetulan ada di belakang Zahra, sementara Akmal menuju meja guru kemudian membuka kitab fiqih kosongan.
“seperti biasa, hari ini kita tes baca kitab kosongan. Biar pas ujian kalian bisa lancar baca kitabnya.” Ujar Akmal. Firasat Zahra mulai buruk.
“mbak Zahra, ayo coba!” perintah Akmal.
“nah, ‘kan?” gumam Zahra dalam hati. Zahra lalu maju dan mulai membaca kitab tanpa ma’na itu. Beruntung Akmal mengajukan bab yang lumayan ia kuasai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"