Halalkan. Tapi...

30 2 0
                                    

Setelah berbincang banyak dengan paklik Ahmad dan membiarkan Akmal larut bersama ponselnya, kini Attarva malah menutup sambungan teleponnya. Akmal mendengus kesal karena hal itu. Ia ingin membicarakan hal yang penting pada paklik Ahmad tapi setelah mengabaikannya, si kakak malah menutup sambungan teleponnya dengan paklik Ahmad. Ia lalu merebahkan tubuhnya sambil terus mengaplikasikan ponselnya.

"Lagi ngapain sih serius amat?" Tanya sang kakak.

"Game online." Jawabnya singkat, padat, dan jelas. Hal itu membuat Attharva terkekeh geli karenanya.

"Ngambek toh?" Goda Attharva. Akmal hanya diam sambil masih memainkan ponselnya. "Ya udah, sini tak dengerin.." ujar Attharva kemudian membenahi posisi duduknya. Sementara Akmal duduk menghadap ke arah Attharva.

"Aku tu pengin ngomongin masalah itu, yang pernah paklik tanyakan tentang keseriusanku sama Zahra. Tapi kalian malah ngobrol aja dari tadi. Ya udah, mending aku rebahan aja."

"Yeee...gitu aja ngambek, kaya anak cewek aja kamu nih!" Ledek Attarva sambil menepuk pelan pipi Akmal.

"Ya udah, cerita aja dong...mas dengerin nih.." ujar Atthar. Sesaat kemudian, Asha datang sambil menenteng 2 kresek berisi 5 bungkus mie ayam. "Sebelum cerita, nih makan dulu mie ayamnya! Ntar keburu dingin." Ujar Asha sembari duduk dan membuka 2 kresek yang ia bawa.

"Banyak banget mbak belinya?" Tanya Akmal heran. Mereka cuma bertiga, lalu yang 2 bungkus untuk siapa? Fikirnya.

"Buat si Muna sama adeknya itu." Jawab Asha santai sambil menunjuk pada Zahwa dan kakaknya, kang Muna yang sedang belajar bersama.

Athar sontak menoleh ke arah yang ditunjuk oleh sang istri. "Masya Allah... aku nggak lihat dari tadi. Hehehee..." kata Atthar cengengesan.

"Ya iyalah, dari tadi sibuk sendiri." Celetuk Akmal.

Atthar terkekeh mendengarnya. "Iya iya, maaf deh...abis ini kamu cerita. Tapi sekarang kita makan dulu yuk!" Ajak Atthar. Mereka pun makan bersama dengan Muna dan juga Zahwa.

Seusai makan, Zahwa dan Muna melanjutkan aktivitas belajar mereka. Sementara Akmal pun mulai membicarakan hal serius pada Atthar. "Ya terus kalo si Zahra masih suka sama Hamzah kenapa? Toh Hamzahnya kan juga belum kasih kepastian to? Ya udah maju aja, gitu aja kok repot." Ujar Atthar meniru gaya bicara almarhum Gus Dur.

"Ya ntar kalau ditolak gim-" belum sampai Akmal nelanjutkan ucapannya, Asha tergelak sehingga membuat Akmal memandangnya heran.

"Apa?" Tanya Akmal.

"Maju aja belum, udah takut kalah dulu. Gimana sih? Dasar cemen!" Ledek Asha. Akmal mendengus mendengarnya.

"Iya, kang. Awas loh ntar kalo keduluan aku! Hayo.." sahut kang Muna ikut menggoda membuat Akmal langsung mendelik tajam ke arahnya.

"Kompak banget ya kalian kalau ngledek orang?" Gerutunya kesal.

"Ya kamu itu lucu, Mal. Belum apa - apa udah takut ditolak. Kalo kamu udah mantep, mas bantuin kok. Gimana?" Tawar Atthar.

Akmal menjadi bingung. Satu sisi ia ingin sekali menerima tawaran Atthar untuk segera meminang Zahra. Namun di sisi lain, ia tahu Zahra masih mencintai Hamza dan takut jika memang  Zahra mau menerimanya, tapi karena terpaksa. Ia tidak mau itu.

"Tak kasih waktu sampai besok deh. Besok lusa mas Atthar diutus ndereki Gus Birru ke Malang dan nginep disana 3 hari." Kata Atthar. Mulut Akmal menganga kesal.

"Yee....PHP kan ujungnya?" Kesalnya.

"Ya terserah. Kalo masih bingung, istikharah dulu aja. Ntar-" ucapan Atthar terhenti ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Atthar pun beranjak keluar untuk menerima telfon.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang