Sementara itu di dalam rumah, ibu sedang menginterogasi Zain tentang pernyataannya tadi. "beneran toh, le? Zahra udah dilamar orang lain?" Tanya sang ibu.
Zain menunduk, "maaf, bunda.. sebenarnya, Zain tadi bohong.." ujar Zain. "Zain tahu, yang Zain lakukan itu udah salah banget. Apalagi Zain bohongin guru Zain. Cuma Zain nggak tahu harus gimana tadi. Zain kasihan sama Zahra. Dia tadi nangis di kamar, bun.. dia bingung gimana caranya menolak lamaran tadi, soalnya nggak mungkin dia menolak permintaan guru. Tapi dia juga tidak menyukai Gus Daffa, bun.. Zain nggak tega lihat Zahra tadi, apalagi dia sempat menolak keluar kamar karena bingung gimana caranya buat menolak lamaran tadi. Lagipula, Zain juga nggak terlalu srek sama Gus Daffa.." jelas Zain sembari bersandar dan memandang langit - langit rumah.
Bunda yang semula menyentuh dada karena terkejut dengan pengakuan Zain kemudian menurunkan tangannya. "apa yang bikin kamu nggak srek sama Gus Daffa itu, Zain?" Tanya sang bunda kemudian.
Belum sempat Zain menjawab, masuklah Zikri, Fikri, disusul Zahra ke sana. "Zikri ke kamar dulu." Kata Zikri, sementara Fikri duduk bergabung dengan yang lain bersama Zahra.
"kenapa itu si Zikri, Ra?" Tanya Zain kemudian.
"dia lagi kesel, soalnya pot mawarnya tadi ditendang sama Gus Daffa katanya." Jawab Zahra.
"iya kok. Tadi Fikri juga lihat kalo Gus Daffa nendang pot bunganya Zikri." Timpal Fikri.
"untung mbak Zahra tadi nolak lamaran dia." Celetuk Zikri yang kembali untuk mengambil kitabnya yang lupa ia bawa, kemudian masuk lagi ke kamarnya.
Zain lalu menatap sang bunda. "itu dia, bun.. salah satu hal yang bikin Zain nggak cocok sama dia. Dia selalu cari pelampiasan kalo dia lagi kesal. Zain khawatir, ketika mereka sudah menikah, kalo Gus Daffa lagi marah atau ada masalah, Zahra yang jadi pelampiasan." Jelas Zain. Bunda mengangguk mengerti.
"kenapa masih bahas yang tadi sih? Ini udah selesai 'kan? Ya udah, Zahra mau ganti baju terus mau ngejus, tadi batal gara - gara ada lamaran dadakan." Kata Zahra sambil beranjak dari duduknya.
"ngejusnya yang banyak ya, mbak?" pinta Fikri. Zahra tersenyum sambil mengacungkan jempol pada Fikri kemudian berjalan menuju kamarnya.
🍀🍀
Zahra kembali berkutat di dapur setelah mengganti bajunya, namun ia belum mencuci muka dan masih membiarkan make-up menghias wajahnya. Ia melanjutkan kegiatan ngejus-nya yang sempat tertunda. Usai mematikan blender, terdengar suara motor yang terparkir di halaman. Zahra mengintip keluar lewat jendela. Jika tadi yang datang adalah keluarga pengasuh pondok tempatnya tholabul 'ilmi, kini yang datang adalah dua orang yang familiar baginya. Mereka adalah Attharva dan..
Akmal!
Zahra terhenyak, "kenapa mereka kemari?" tanyanya dalam hati saat melihat kakak beradik itu memarkir motor mereka. Beruntung ia membuat jus cukup banyak sehingga cukup untuk lebih dari 5 orang. Setelah menyiapkan jusnya, ia keluar dapur untuk mengintip sebentar ke ruang tamu. Hanya sekedar untuk menghitung ada berapa orang di ruang tamu. Sejenak rasa keponya muncul karena mereka sepertinya sedang membicarakan hal yang serius. Namun Zahra berusaha tidak peduli dan melanjutkan tujuan pertamanya mengintip.
Puas mengintip, Zahra kembali ke dapur dengan kening berkerut. "mereka lagi bicarain apa ya? Kaya serius banget?" tanyanya dalam hati sambil menata gelas jus di nampan dengan rapi. Ia lalu mencuci blender dan beberapa perkakas aluminium yang ia gunakan untuk membuat jus tadi.
Sesaat kemudian, kegiatannya terjeda ketika mendengar sesuatu dari arah pintu hingga membuatnya menoleh ke asal suara itu. "sssst...ssst! Mbak! Disuruh keluar sama bunda!" ujar Fikri pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"