Qabul

19 2 0
                                    

~∞~

Cukup lama Akmal memanjatkan pinta dalam sujudnya malam itu. Ketika bangun, wajahnya tampak basah oleh air mata. Masih ingat ketika ia hendak menolong Zahra beberapa hari yang lalu, bagaimana Zahra mengungkapkan kebencian terhadapnya. Meski ia tau jika itu bukan murni dari Zahra, tetap tak bisa dipungkiri betapa terluka hatinya mendengar ucapan Zahra. Setelah hari itu, Zahra tidak masuk sampai pagi tadi, entah kemana dia. Tidak ada surat izin sama sekali di mejanya selama Zahra tidak masuk.

Hal itu membuat Akmal khawatir. Ia takut jika kondisi Zahra tambah parah. Akmal menunduk dalam, tangisnya tertahan, matanya terpejam namun air mata terus berlinangan di pipinya. Tak henti ia berdo'a, meminta pada sang Pengampu Kehidupan, untuk kesembuhan gadis yang begitu dikasihinya itu. "ya Rahman.. tolong kembalikan dia padaku.."

Akmal membuka mata ketika merasa ada yang menepuk pelan bahunya. Dilihatnya Rayyan dan kang Ahza ada di belakangnya dan tersenyum padanya. Ia lalu menyeka pipinya yang basah.

"dari tadi kami nyariin kamu tau! Ternyata nyepi disini. Dicariin sama Ustadz Atthar tuh! " Kata kang Ahza.

Akmal lalu berbalik sambil membenahi pecinya. "kenapa emangnya?" Tanya Akmal bingung. Ia melirik arloji kesayangannya, kado dari Zahra dulu. "ini sudah jam 12 lewat. Ada apa mas Atthar kemari?" tanyanya dalam hati.

"nggak tau, Mal. Kayanya ada yang penting. Kamu langsung temui beliau saja di ruang tamu." Ujar Rayyan.

Akmal lalu melipat sajadahnya dan berjalan keluar musholla samping madrasah diikuti Rayyan dan kang Ahza.

Usai meletakkan sajadahnya di kamar, Akmal langsung menemui Attharva di ruang tamu. Hatinya terasa tidak tenang.

Namun ketika sampai di ruang tamu, ia terkejut karena di ruang tamu bukan hanya Attharva, tapi ada paklek Ahmad dan juga Gus Amar. "kenapa ramai sekali?" Tanya Akmal dalam hati. ia lalu datang menghampiri mereka.

"ada apa, mas? Kenapa nyambang selarut ini?" Tanya Akmal setelah sungkem dengan mereka semua.

"Gini, Mal. Kita rencananya mau ajak kamu ke aula pesantren sekarang, k-"

"sekarang?? Emang kenapa?" Tanya Akmal menyela ucapan Attharva.

"mbok ya didengerin dulu kalo ada yang ngomong. Jangan langsung main nyela aja kamu ini." tegur paklek Ahmad. Namun belum sampai Attharva bicara lagi, ponsel Gus Amar berdering.

"e.. saya minta izin angkat telepon dulu, ustadz." Ucap Gus Amar meminta izin.

"silakan, Gus.." kata paklek Ahmad.

Beberapa saat kemudian, "em...nuwun sewu, Ustadz.. alangkah baiknya kalau kita segera berangkat ke pondok putri. Abah dan yang lainnya sudah menunggu disana." Kata Gus Amar sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"ya sudah kalau begitu. Monggo, Gus.." ucap paklek Ahmad pada Gus Amar, mempersilakan beliau untuk berjalan lebih dulu. Gus Amar menarik tangan Akmal agar berjalan beriringan dengannya.

"ada apa sih, Gus?" Tanya Akmal lagi pada Gus Amar.

"kamu mau disidang sama abah, di pondok putri." Jawab Gus Amar asal, membuat Akmal terdiam. ingin menyangkal tapi sungkan.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang