Kegiatan lalaran kubro Alfiyah Ibn Malik di pondok pesantren Riyadhul Jannah baru saja usai. Akmal dan beberapa teman lainnya kembali ke kamar masing – masing untuk syawir dengan teman sekamar sambil menunggu adzan isya’ dikumandangkan.
“ini gimana nih maksudnya? Menunggu diamnya imam karena sibuk melakukan sunnah?” Tanya Akmal pada Afkar. Hari ini Akmal diminta untuk mbadali salah satu pengurus untuk mengajar Tanwirul Hija.
(Mbadali=menggantikan)
“yang mana sih?” Tanya Afkar sambil membuka kitab yang sama dengan milik Akmal di sebuah rak kitab miliknya.
“ini, gus.. bait وانتظاره لسكتة موافق ini. Murodnya gimana ya? Terus prakteknya juga. Aku bingung.”
Afkar tampak serius membaca nadhom yang ditunjuk oleh Akmal. Beberapa menit kemudian, “sebenernya aku lagi males buat murodi, jadi aku jelasin prakteknya aja ya? Ntar kamu murodi sendiri.” Kata Afkar.
Akmal mengangguk.
“jadi prakteknya gini, kan imam sedang membaca fatihah. Setelah membaca fatihah ‘kan baca surat. Antara fatihah dan surat pendek itu kan disunnahkan untuk berhenti sejenak. Nah, ketika imam membaca fatihah tadi, ma’mum itu nggak langsung baca fatihah, melainkan ia baca do’a iftitah dulu misalnya. Lalu ketika imam berhenti sejenak setelah membaca fatihah, ma’mum tadi masih belum selesai baca iftitahnya, dan dia fikir kalau imam itu berhenti sejenak lalu baca surat. Tapi nyatanya nggak. Setelah berhenti sejenak, ternyata imam langsung ruku’. Nah, otomatis ma’mum kan belum sempat baca fatihahnya, begitu.. jadi, itu termasuk ‘udzur. Nggak batal.” Jelas Afkar.
Akmal manggut – manggut mengerti. “hmm… jadi itu imamnya lupa nggak baca surat gitu?”
Afkar mengangguk. "Iya-"
Allahu Akbar Allahu Akbar.
Kumandang adzan menggema ke seantero pondok putra sehingga membuat syawir mereka tertunda. Para santri pun bergegas antri di kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Ketika Akmal baru kembali dari kamar mandi, dilihatnya Rayyan masih terlelap dengan lalaran di tangannya. Beberapa saat kemudian, beberapa teman masuk ke kamar untuk mengambil perlengkapan sholat mereka dan mempersiapkan pelajaran diniyah nanti.
Akmal lalu membangunkan sahabatnya itu.“Yan..bangun, Yan.. udah isya’ nih!” ujarnya pelan sambil mencoba menggerak – gerakkan lengan Rayyan.
Rayyan hanya menggeliat sedikit lalu tenang kembali.
“Yan, heh udah adzan kae loh!” ujar Akmal lagi, sedikit keras sambil terus menggerak – gerakkan lengan Rayyan. Namun Rayyan malah menggeliat lalu berbalik membelakangi Akmal.
“kamu kalo bangunin dia pake cara itu nggak bakalan mempan. Pake’ cara ini.” Kata Arza yang baru saja kembali dari kamar mandi lalu mengambil peci di dekatnya. Arza melihat ke arah teman – temannya sambil mengisyaratkan sesuatu. Hasan mendekat ke meja kecil yang dipakai Rayyan untuk tidur.
“linduuuu!! Linduuu!!” teriak Hasan sambil menggetarkan meja Rayyan kemudian ia kabur keluar disusul teman – teman lainnya sehingga menimbulkan suara gedebuk ketika mereka keluar, tak terkecuali Akmal. Ia ternganga sejenak melihat cara Hasan lalu ikut kabur bersama teman lainnya.
(Lindu = gempa)
Rayyan yang terjaga dalam keadaan panik spontan ikut berlari keluar. Namun ketika sampai di luar, dilihatnya beberapa santri lalu lalang dengan tenang di sekitarnya. Dan dia sendiri yang panik.
Menyadari kalau sedang dikerjai, Rayyan memandang kesal gerombolan teman sekamarnya yang berjalan beriringan menuju masjid sambil tertawa puas melihat ekspresi Rayyan tadi. “dasar sableng!” gumamnya kesal sembari berlalu menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"