Luka (2)

32 3 0
                                    

Zahra kembali masuk ke kelas bersama Salfa setelah cuci muka di kamar mandi musholla. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan. Ia sedikit lega tidak melihat keberadaan Akmal disana. “kamu duduk aja dulu, tenangin diri. Nggak usah mikir yang macam – macam dulu soal Hamza.” Kata Salfa. Zahra mengangguk mengerti. Ia duduk di bangkunya hendak belajar, karena ia baru ingat ada tugas listening nanti.

“ini jusnya.” Ujar seseorang tiba – tiba sembari duduk di bangku samping Zahra. Ketika Zahra menoleh, dilihatnya Akmal tersenyum padanya. Namun ada sedikit sorot khawatir di matanya.

“makasih.” Ujar Zahra sembari menerima jus jambu itu dari tangan Akmal lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

Hening.

“kamu tadi kenapa? Kok nangis?” Tanya Akmal kemudian, memecah keheningan.

Zahra terdiam, memikirkan jawaban yang tepat. Jangan sampai Akmal tahu alasan kenapa dia menangis tadi. Cukup Salfa saja yang tahu. “em…Cuma ingat sama ayah kok, mas.” Jawab Zahra kemudian.

“oooh..” Akmal mengangguk paham. “emang gimana kondisi ayah kamu sekarang, Ra?”

“Alhamdulillah sudah boleh pulang sejak dua hari yang lalu, mas.”

“kamu udah jenguk kesana?”

Zahra menggeleng sambil tersenyum tipis. “belum.”

“lho? Kok belum? Kenapa emang?”

Zahra terdiam lagi. Ya, memang ayahnya sakit stroke sejak 1 bulan yang lalu. Akmal juga mengetahuinya karena Zahra  bercerita padanya waktu itu. “Zahra nggak tau.” Ujarnya kemudian.

Dahi Akmal mengernyit, “kok nggak tau sih?”

“Zahra nggak tahu, mas. Zahra kaya nggak pengin kesana.”

“Kamu marah sama ayah kamu?” Tanya Akmal lagi.

“nggak, bukan begitu. Zahra lagi nggak pengin ketemu tante.” Jawab Zahra seadanya. Ia lalu meminum jus yang dibawakan Akmal tadi.

“kenapa?”

Zahra terdiam lagi. Cukup lama.

Akmal menghembuskan nafas pelan, “ya udah, kalo kamu nggak mau cerita nggak pa-”

“Zahra kefikiran ayah, mas. Tapi Zahra nggak suka kalau ke rumah nenek…..” Zahra mulai bercerita. Ia memang memiliki masalah dengan tantenya yang akhir – akhir ini sering menyalahkan ibunya atas penyakit yang diderita kakaknya yang merupakan ayahnya Zahra. Tantenya itu sering menjelek – jelekkan ibunya, sehingga ia merasa enggan untuk datang berkunjung dan menginap di rumah neneknya.

“Pak lek bilang Zahra ini egois. Tapi sekarang coba mas fikir deh, anak mana sih yang suka kalau ibunya dikata – katain buruk kaya gitu? Lagian ayah sama ibu’ dulu tuh pisahnya juga baik – baik. Jadi ya, daripada Zahra jengukin ayah di rumah nenek, mending Zahra jenguk ayah pas lagi di rumah sakit, atau dimanapun asal nggak di rumah nenek aja.” Ujar Zahra. Matanya kembali berkaca – kaca, bukan karena Hamza, tapi ingat ucapan tantenya ketika menjelekkan ibunya di rumah sakit.

Akmal tersenyum mendengar cerita Zahra. “ya jangan gitu dong, dek. Jangan biarkan orang lain terkena dampak dari kebencian kamu.”

“tapi Zahra harus apa, mas? Zahra nggak mau su’udzon terus sama tante. Lagian buat apa Zahra kesana kalau Cuma dengerin kata – katanya tante yang menusuk hati itu?”

“Ra, dengerin aku ya? Keluarga kamu disana banyak. Nggak Cuma tante kamu doang. Jangan sampai kemarahan kamu ini bikin kamu jauh dari mereka. Kamu boleh benci sama tante, tapi jangan sampai kebencian di hati kamu itu bikin kamu jauh dari keluarga ayah kamu. Semisal nenek, bibi, atau saudara – saudara kamu yang lainnya disana. kamu nggak benci ‘kan sama mereka? Kalau sikap kamu kaya gini, kamu bakalan makin jauh dari mereka dan akhirnya, tali persaudaraan kalian jadi putus Cuma karena kamu benci sama salah seorang dari mereka.” Nasihat Akmal.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang