Ketika meneliti beberapa berkas di mejanya, kang Muna baru ingat kalau laporan kegiatan bulanan pesantren tertinggal di kamar mereka. Ia pun bergegas keluar dari kamar pengurus menuju kamar kompleks. Namun saat hampir tiba di kamarnya, langkahnya terhenti ketika dilihatnya Gus Birru ada di kamar dan sedang berbicara dengan salah seorang santri. Ia pun berjinjit - jinjit mendekati jendela untuk menguping pembicaraan mereka.
"Dimana Gus Amar?" Tanya Gus Birru pada beberapa santri tingkat tsanawiyah yang ada disana.
"Kirangan, Gus..wau kaleh Kang Ahza kaleh kang Nazeef kulo ngertos. Menawi sak niki duko, Gus.." jawab salah seorang dari mereka.
"Cobi teng kantor pengurus, Gus... biasane Gus Amar kaleh rencang syawir sami teng mriko.." saran yang lainnya.
Kang Muna menepuk dahinya sendiri. Ia lalu bergegas kembali ke kantor pengurus untuk memberitahu Gus Amar. Sarung bagian bawah sedikit ia naikkan agar leluasa untuk berlari lebih cepat ketika tahu Gus Birru sudah keluar dari kamarnya dan hendak menuju kantor pengurus.
Sementara itu, Gus Amar dan Akmal berbincang serius saat ini. Gus Amar menceritakan kronologi kejadian yang mengakibatkannya mengalami beberapa luka memar di wajahnya. Akmal sangat terkejut ketika tahu kalau ternyata Gus Daffalah yang memukulinya hingga babak belur seperti itu. "... dia mukulin saya, karena saya nolak permintaan dia buat tukeran kelompok MPQ. Saya nggak mau ngasih Gus Daffa sedikitpun kesempatan buat deketin Zahra. Bukan egois, ini demi kebaikan Zahra. Kalau Gus Daffa berhasil deketin Zahra, kasihan Zahra nanti."
"Itu dia, saya pengin nanya hal itu dari kemarin, Gus.. memangnya kenapa dengan Gus Daffa?" Tanya Akmal heran.
Gus Amar membenahi duduknya, ia lalu tersenyum tipis pada Akmal."dia i-" Ucapan Gus Amar terhenti ketika melihat kang Muna yang tiba - tiba datang dan langsung menutup pintu ruangan.
"Ono opo ye, kang Mun?" Tanya Akmal.
"Gus Birru mau kesini, kang!" Katanya panik.
Mendengar hal itu sontak membuat Gus Amar langsung berdiri. Otaknya mulai berputar untuk mencari akal bagaimana caranya agar sang kakak tidak melihat rupa babak belurnya itu. Matanya berkelana ke sekitar penjuru ruangan lalu tertuju pada kang Ahza yang sedang maskeran kopi dengan santainya di dapur. Gus Amar pun berjalan cepat ke arah kang Ahza dan menyambar mangkok berisi scrub kopi itu lalu mengaplikasikannya di wajah.
"Ehh loh loh, Gus! Kulo ndamele namung kedik niku..." protes kang Ahza pada Gus Amar.
"Gak masalah...Penting wajahku ketutup.." ujar Gus Amar sambil mengoleskan scrub kopi itu di wajahnya.
Kang Ahza menengok keluar, "emang ada apa sih, Gus?" Tanyanya heran.
"Mas Birru mau kesini. Cilaka iki nanti kalo mas Birru lihat rupaku yang belang - belang ungu kaya tadi." Jelas Gus Amar. Merasa sudah tertutup semua wajahnya dengan masker itu, Gus Amar kembali ke peristirahatannya alias hambalnya.
"Heh..lha terus kalo ngerti Gus Birrunya mau kesini kenapa pintunya sampean tutup, kang?" Tanya Akmal.
Kang Muna menepuk pelan dahinya sambil cengengesan. "Iyo yo, kang?" Katanya sambil terkekeh lalu membuka kembali pintunya.
Matanya melebar ketika melihat Gus Birru sedang duduk santai di lantai membelakanginya sambil membaca kitab kuning tebal di pangkuannya. Derit pintu kamar pengurus membuat beliau menoleh ke arah Kang Muna yang masih melongo melihatnya. Gus Birru beranjak disambut kang Muna dan Akmal yang langsung sungkem ta’zim pada beliau.
"Amar dimana?" Tanya beliau to the point.
Kang Muna dan Akmal saling pandang. Akmal menoleh ke arah belakang dimana Gus Amar duduk santai di hambalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"