Sebuah Ikhtisar

3 0 0
                                    

Rembulan masih bertahta dengan temaramnya yang indah saat tarhim bergema di bumi pesantren Ar-Raudzah. Namun karena Zahra kemarin tidur terlalu larut dan memikirkan sesuatu, kemungkinan ia akan bangun sedikit terlambat dari sebelumnya. Bahkan ia tidak sadar, seseorang memeluk tubuhnya ketika terlelap sejak dua jam yang lalu. Ya. Akmal baru saja sampai di rumah Zahra sekitar pukul 2 dini hari. Ia ikut ndhereki Kyai Abdurrahman ke Jogja menghadiri acara dari para alumni di sana. Mereka hanya sehari semalam di kota istimewa itu, karena hari sabtu, para pendherek Kyai Abdurrahman harus sudah memulai aktivitasnya kembali, sing mulang yo mulang sing syawir yo syawir.

Allahu akbar Allahu akbar

Adzan sudah selesai berkumandang. Namun Zahra belum juga terbangun. Sekitar pukul 04.30 Zahra mulai menggeliat. Perlahan ia membuka matanya. Namun tiba – tiba…

“BUNDAAA..!”

Zahra berteriak ketika menyadari tangan seseorang yang memeluk perutnya. Spontan gadis itu mendorong kuat orang yang ada di belakangnya dengan kaki dan juga sikunya sehingga orang itu terjatuh. Cepat – cepat ia bangun dan menyalakan lampu kamarnya. Matanya membulat sempurna saat menyadari bahwa orang yang didorongnya adalah Akmal, sang suami. Pria itu duduk sambil mengucek kedua matanya. “mas Akmal??” lirih Zahra.

Gadis itu langsung menghampiri sang suami lalu membantunya duduk di bibir ranjang. “ya Allah, mas.. maafin Zahra..” ucapnya menyesal.

“kamu kenapa sih, Ra?”

“maafin.. tadi Zahra kaget soalnya tangannya mas Akmal di perut Zahra, jadi spontan deh.. maafin..” ujar Zahra memelas sambil mengulurkan tangan untuk salaman. “ya lagian mas Akmal juga pulang nggak bilang – bilang sama Zahra. Kan Zahra jadi nggak tau kalau mas Akmal udah pulang..” lanjut Zahra, membuat Akmal menarik kembali tangannya yang hampir bersalaman dengan Zahra.

Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “niatnya mau ngasih kejutan sebenarnya. Eh ternyata, bukannya dapat sambutan hangat malah ditendang..”

Ceklek

Zahra dan Akmal sedikit terperanjat ketika sang ibu membuka pintu kamar mereka. “ada apa, Ra? Kok teriak tadi?” Tanya bunda panik.

Zahra cengengesan. “hehee..nggak papa kok bun.. tadi Zahra Cuma.. ee….” Zahra bingung harus menjawab apa. Akan terdengar lucu jika dia bilang kalau dia terkejut karena dipeluk Akmal yang merupakan suaminya sendiri.

“tadi Zahra ngigau, bun.. Akmal aja sampai kaget tadi.” Jawab Akmal dengan sopan. Zahra menatap Akmal. Alibi yang bagus, pikir Zahra. Gadis itu lalu kembali menatap sang bunda sambil masih cengengesan ketika Akmal menatapnya.

“ya sudah kalau gitu, gek ndang shubuhan le, nduk!” suruh bunda kemudian sembari menutup pintu kamar mereka.

Akmal dan Zahra saling pandang. Beberapa saat kemudian, tiba – tiba Akmal terkikik pelan, membuat dahi Zahra mengernyit heran. “mas Akmal kenapa sih?”

“aku baru kepikiran loh! Harusnya tadi kamu jujur aja, kalau kaget pas dipeluk tadi terus akhirnya nendang aku-”

“terus buat bunda ketawain Zahra karena Zahra lupa kalau udah punya suami, gitu?” sela Zahra sedikit kesal. Namun Akmal masih saja terkekeh sambil menatap Zahra. “terus aja ketawain Zahra sampai puas!” ujar Zahra kemudian sambil beranjak dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi.

Namun baru beberapa langkah, Akmal berlari mendahuluinya dan langsung menutup pintunya. “hiiiiih mas Akmaaal!!” teriaknya sambil menghentakkan kakinya kesal.

Seusai sholat shubuh berjama’ah kemudian membaca surat Al Waqi’ah, Zahra dan Akmal berencana untuk keluar. Zahra ingin keluar menaiki sepeda.

“serius? Naik sepeda?” Tanya Akmal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang