Ikhlaskan atau Halalkan?

44 3 0
                                    

Sore itu, Akmal baru saja selesai mandi. Ia baru sadar kalau ia hanya membawa handuk saja, tidak dengan baju ganti. Alhasil, ia keluar kamar mandi hanya dengan tapihan sarung yang sudah dikenakannya tadi dan bertelanjang dada. Beruntung kamarnya tidak terlalu jauh dari kamar mandi. Ia berjalan cepat menuju kamarnya karena sebentar lagi sema’an rutin kitab Bukhory akan segera dimulai, dipimpin oleh Abah Taufiq.

Sesampainya di kamar, ia langsung memilah kemejanya di lemari yang match dengan sarung yang baru ia ambil. Saat hendak mengganti sarungnya,  tiba – tiba Rayyan menarik sarung yang melilit pinggangnya hingga melorot ke bawah kemudian menyambar sarung di tangan Akmal. “astaghfirullah!!” pekik Akmal sambil melihat ke bawah dan langsung melilitkannya asal. Ia menatap kesal ke arah Rayyan yang tertawa cekikikan dan langsung mengejarnya. “dasar jahil! Kembalikan sarungku!” geramnya. Mereka berkejaran di kamar tersebut.

Di tengah aksi berkejaran ria mereka, tiba – tiba pintu kamar terbuka memunculkan sosok gadis kecil dengan gamis maroon dan jilbab yang senada. “acala-” gadis kecil itu menghentikan ucapan salamnya ketika melihat kondisi Akmal yang saat ini sudah mendapatkan kembali sarungnya dan hendak menggantinya.

“ummaaaa!! Lek Akmal telanjang!!” teriak gadis itu nyaring memanggil ibunya seraya menutup rapat wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sontak Akmal buru - buru melilitkan asal sarungnya dan berlari menghampiri gadis kecil itu hendak menggendongnya.

“innalillah, Akmal!” pekik seorang perempuan seraya berbalik membelakanginya.

Akmal kelimpungan karena sarungnya melorot tiba – tiba saat sampai di depan pintu. Ia langsung beringsut masuk dan membenahi sarungnya dengan rapi lalu memakai kemejanya tanpa peduli pada Rayyan yang tergelak melihatnya gelagapan karena insiden itu. Setelah rapi, ia pun menghampiri perempuan di depan pintu yang merupakan kakak iparnya, mbak Asha dan gadis kecil itu, Ashwa.

“mbak mau nyambang kok nggak kasih kabar Akmal dulu sih? Malu ‘kan jadinya..” gerutu Akmal setelah menyalami mbakyunya itu. Asha memang sudah terbiasa masuk ke kompleks putra karena dulu dia bertugas mengantar makanan pajekan ke setiap kamar kompleks.

“tadi mbak, mas sama lek Ahmad mari sowan ke Gus Kafa sama Ning Vishka, terus sekalian nyambang kamu biar kejutan gitu, Mal. Eh nggak taunya, malah mbak yang terkejut gara – gara kamu barusan.” Timpal Asha.

“ya namanya juga baru mandi, mbak..”

“lek..gendong..” rengek Ashwa.

Akmal memandang ke arah Ashwa di sampingnya. “hmm…ngalem kan? Ngalem sama pakleknya?” lirih Akmal meledek sang keponakan.

Ashwa mempoutkan bibirnya kesal sehingga mengundang kekehan kecil Akmal. Ia terus menarik – narik kemeja Akmal bagian bawah dan merentangkan tangannya minta digendong. Akmal pun menuruti keinginan gadis kecilnya itu lalu mengajaknya ke ruang tamu pesantren.

Sampai di ruang tamu, ternyata buleknya yang bernama Hafsa, istri dari paklek Ahmad sudah ada disana tengah menata makanan di mangkuk. Setelah berbincang – bincang sejenak, Akmal mulai melahap mie ayam yang baru saja disiapkan oleh lek Hafsa untuknya. Sementara Asha menyuapi sang putri yang masih asik bermain boneka Barbie kesayangannya.

“oh iya, mas Athar sama lek Ahmad nggak ikut?” Tanya Akmal.

“ikut. Tapi ini masih di ndalemnya Gus Kafa, nggak tau lagi bahas apa. Kita tadi juga abis sowan kesana juga ya, lek?” jelas Asha yang disusul anggukan kepala dari lek Hafsa setelah melahap mie ayam di mangkoknya.

Sesaat kemudian, “assalamu’alaikum..” ucap paklek Ahmad yang disusul Athar di belakangnya.

“wa’alaikumussalam…” jawab mereka serempak.

Ikhlas atau Halal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang