Gus Amar dan beberapa musyawir lain baru saja usai menata dekorasi pernikahan Gus Birru yang akan diselenggarakan besok malam. Mereka lalu kembali ke markas mereka, yakni kamar pengurus yang kebetulan tak jauh dari halaman pondok. Gus Amar merebahkan diri di kasurnya yang sudah disiapkan entah oleh siapa, sementara yang lain masih menata tikar mereka masing - masing.
"Yan, aku kok nggak lihat kang Nazeef ya sejak tadi? Katamu dia udah balik dari kemaren?" Tanya Gus Amar pada Rayyan yang baru saja merebahkan diri di samping Gus Amar.
"Tadi dia pamit duluan, Gus..nggak tahu mau kenapa." Jawab Rayyan sambil mengangkat bahu. Tiba - tiba..
Glonthang!
HUWAAAAA!!
Terdengar suara benda aluminium yang jatuh dan teriakan seseorang dari dapur. Bahkan kang Muna yang semula sudah memejamkan mata di kursi sofa sampai jatuh terguling mendengar teriakan itu.
Spontan semua yang ada di kamar pengurus pun bergegas ke dapur. Ketika sampai di depan dapur, mereka semua terpaku melihat Akmal duduk di pinggiran tempat cuci piring sambil menaikkan kakinya.
"Ya Allah, kang...ono opo to?" Tanya Kang Muna heran karena melihat Akmal yang nampak ketakutan.
"Kang, ada cicak tuh di bawah!" Ujar Akmal sambil menunjuk ke bawah dimana memang ada cicak disana.
Ketika Rayyan hendak mengambilnya, cicak tersebut lari menuju rak piring di dekat pintu.
"Udah pergi tuh, kang. Ada - ada aja deh!" Ujar kang Muna agak kesal. Ia dan teman - teman lain kembali ke kamar untuk istirahat, kecuali Rayyan. Ia membantu Akmal membersihkan peralatan dapur yang ia gunakan tadi.
"Fobiamu kumat lagi ya?" Tanya Rayyan sambil menata peralatan dapur yang telah dicuci oleh Akmal di rak dapur.
"Bukan kumat, tapi emang dari dulu. Tadi cicaknya jatuh di depanku. Ya namanya orang takut, ya spontan dong aku teriak." Jawab Akmal sambil melanjutkan pekerjaannya.
Sesaat kemudian, Gus Amar kembali menghampiri mereka di dapur kemudian duduk di kursi dekat kulkas. "Lagi ngapain sih kamu nih, kang?" Tanya Gus Amar pada Akmal.
Akmal tersenyum, "cuma lagi pengen masak - masak aja kok, Gus.." ujarnya.
"Oh iya, aku pengen ngomong sama kamu loh kang dari kemaren. Abis ini sampeyan longgar 'kan?" Tanya Gus Amar lagi.
Akmal tersenyum sambil mengangguk. "Nggih, Gus...aku longgar kok nanti."
Setelah mengeluarkan brownies coklat dan oreonya dari kukusan, Akmal mengeluarkannya dari loyang di 2 lembar kertas minyak yang sudah ia siapkan.
"Nah, sambil nunggu dingin browniesnya, monggo, Gus. Ajenge ngobrol masalah nopo?" Tanya Akmal dengan sopan.
Namun yang ditanya malah fokus pada 2 buah brownies yang masih panas itu. "Kang, kamu bikin brownies segede itu, ada acara apa sih?" Tanya Gus Amar.
"Mau syukuran kecil - kecilan, Gus.." jawab Akmal.
"Syukuran? Maksudnya?"
Akmal tersenyum, ia lalu duduk di kursi tepat dihadapan Gus Amar dan Rayyan. "Gini, saya mau ngadain syukuran kecil - kecilan, pertama untuk ulang tahun saya dan yang kedua…” Akmal menggantungkan kata – katanya, membuat Rayyan dan Gus Amar penasaran. “karena lamaran saya diterima sama Zahra." Lanjutnya kemudian.
Gus Amar terkejut mendengarnya, begitu pula Rayyan. "Zahra nerima lamaran kamu? Ini seriusan?" Tanya Gus Amar, matanya berbinar senang.
Akmal tersenyum dan mengangguk. “nggih, Gus..”
"Kapan lak mu ngelamar, Mal? Gak kanda - kanda karo aku sih awakmu? Kok tiba - tiba udah diterima aja." Gerutu Rayyan.
Akmal terkekeh mendengarnya, begitu pula Gus Amar. "Kamu nih, Yan. Temen lagi bahagia kaya gini harusnya dikasih selamat dong, kamu malah berondong pertanyaan ke dia. Wajahmu juga nggak enak tuh dilihat." Ujar Gus Amar sehingga Rayyan meringis mendengarnya.
"Hari senin kemarin, Yan. Ya maaf nggak cerita, soalnya juga waktu itu Zahra belum kasih jawaban. Jadi ya, kurasa lebih baik aku diem dulu." Kata Akmal.
"Senin, kang?" Tanya Gus Amar, rautnya sedikit terkejut.
"Nggih, Gus...ada apa?" Tanya Akmal ketika melihat raut cemas Gus Amar.
"Ketemu Gus Daffa?" Tanya Gus Amar spontan. Akmal menggeleng, ia menatap Gus Amar dengan penuh tanya.
"Soalnya Gus Daffa hari itu juga khitbah Zahra." Kata Gus Amar kemudian. Akmal terkejut mendengarnya, begitu pula dengan Rayyan. Mereka saling pandang."Serius, Gus?" Tanya Akmal. Gus Amar mengangguk.
"Dek Ayda sendiri yang ngasih tau aku kemaren." Kata beliau.
Akmal terdiam, ia tampak memikirkan sesuatu. Melihat wajah Akmal yang tampak berpikir membuat Gus Amar mencairkan suasana dengan menghias brownies buatan Akmal itu. "Kang, tak bantu hiasin browniesnya yo?" Ujar Gus Amar sambil membawa kotak buttercream dari kulkas.
Akmal menoleh, ia langsung beranjak menghampiri Gus Amar. "Nggak usah, Gus...biar saya aja.." kata Akmal.
"Udah, sekalian ajarin aku biar pinter masak kaya kamu. Pasti si Zahra seneng tuh punya calon suami pinter masak kaya kamu." Goda Gus Amar.Akmal tersenyum malu, "apa sih si Gus ini?" Katanya. Mereka lalu menghias bersama.
"Aku mandorin aja yo? Ntar aku tinggal makan." Kata Rayyan dengan entengnya.
Akmal mendelik menatapnya sehingga membuat Rayyan terkekeh karenanya.
"Iya..iya..tak bantu." Kata Rayyan sambil beranjak dari kursi dan ikut membantu.
Selesai dihias, Gus Amar dan Rayyan membawa brownies itu keluar dapur untuk disuguhkan pada teman - teman lainnya, sementara Akmal masih merapikan dapur.
"Ki loh cah,,dibikinin brownies sama kang Nazeef!" Seru Gus Amar diikuti Rayyan di belakangnya. Gus Amar lalu meletakkan 2 brownies tersebut di meja yang sudah disiapkan di tengah oleh Rayyan. Para musyawir yang semula tampak letih berubah senang ketika melihatnya. Begitu pula dengan kang Muna yang sejak tadi wajahnya kusut karena kelelahan kini berubah cerah.
"Wahh...ono acara opo iki kang Nazeef, kang? Kok tumben masak beginian?" Tanya kang Ahza pada Rayyan.
“tanya aja tuh sama yang bikin!” ujar Rayyan sambil menunjuk kea rah Akmal yang baru keluar dari dapur dengan isyarat wajah.
Akmal lalu duduk di dekat Gus Amar dan mengutarakan hajatnya. Semua yang ada disitu ikut gembira saat mendengar bahwa Akmal sudah mendapat calon pendamping, tak terkecuali kang Muna. “Alhamdulillah….akhirnya kamu dapetin cinta kamu, kang! Selamat yo? Tak doain langgeng, amiiiin..” ucap kang Muna yang diamini oleh para musyawir lainnya. Akmal tersenyum senang melihatnya. Setelah berdo’a dipimpin oleh Gus Amar, brownies itu pun ludes diserbu oleh para musyawir di kamar itu.
Setelah membersihkan kamar pasca syukuran tadi, Rayyan memberikan sebuah kartu undangan pernikahan pada Akmal. “nih buat kamu, Mal. Undangan nikahannya Salfa.” Ujar Rayyan.
Akmal menerimanya, “Salfa nikah?” Tanya Akmal sembari membuka plastic undangan itu.
“iya. Dan kamu tau siapa calonnya?” Tanya Rayyan lagi, Akmal menggeleng sambil memandang Rayyan.“Arza.” Kata Rayyan kemudian.
Akmal melongo mendengarnya. “apa??? Arza? Nggak salah? Kok bisa sih?” Tanya Akmal tidak percaya.
“nah, kamu aja shock apalagi aku, Mal! Inget kan dulu si Salfa sama Arza tuh kaya apa? Udah kaya kucing sama tikus. Eh, tahu – tahu bentar lagi udah mau nikah aja mereka.” Celoteh Rayyan. Akmal terkekeh karenanya.
“karena jalan jodoh itu memang unik, Yan. Ada yang dulunya musuh bebuyutan, sekarang menikah. Ada juga yang nggak kenal sama sekali, terus menikah. Dan ada juga yang dulunya Cuma teman tapi kemudian menikah.” Ujar Akmal.
Rayyan tersenyum, “iya, kaya kamu sama Zahra.” Timpalnya. Akmal tersenyum mendengarnya, ia lalu membuka undangan tersebut untuk melihat tanggalnya.
“Alhamdulillah..untung acaranya setelah resepsinya Gus Birru. Kita bisa istirahat dulu, Yan.” Ujar Akmal. Rayyan mengangguk mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomantizmMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"