Zahra baru saja usai mengerjakan tugasnya. Ia hendak mencari Akmal untuk memberikan tugas artikelnya yang sudah dibendel. Namun ketika melewati tangga dekat kompleks IPS, langkahnya terhenti saat mendengar suara yang tak asing baginya. Ia pun menoleh ke asal suara, dimana Hamza yang ada disana. Ia tampak berbicara serius dengan seseorang di balik dinding tangga. Dengan langkah pelan ia mendekat ke tangga, namun berusaha agar Hamza tak melihat keberadaannya. Sifat 'kepo'nya muncul saat ini.
"Jadi, kamu mau 'kan jadi pacar aku?"
Degg!
Kalimat tersebut sukses memukul hati Zahra hingga degup jantungnya begitu terasa. Ada sedikit rasa nyeri di hatinya mendengar hal itu. Ia pun beranjak dari posisi berjongkoknya dan buru - buru pergi dari tempat itu setelah sempat menabrak salah seorang anak IPS yang kebetulan lewat, sebab pandangannya buram akibat air yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Ya kalau aku sih, lebih ke menghargai aja. Meskipun perasaanku beda sama orang itu. Kalaupun perasaanku sama kaya orang itu, tapi kalau untuk pacaran, kayanya nggak lah." Ucapan Hamza itu terus terngiang di telinga Zahra. "Dia bohong. Kenapa dia bohong? Kenapa dia harus bilang kalau dia nggak mau pacaran?" Tanyanya dalam hati.
Ia melangkah gontai keluar dari kompleks IPS. Tatapannya lurus ke depan seperti sedang melamun sambil terus melangkah. Hingga tanpa sadar ia sudah ada di tepi jalan raya.
"Lalu, siapa yang dia ajak bicara tadi?" Tanyanya lagi, masih dalam hati. Tiba - tiba, seseorang menariknya dengan agak kencang.
"Zahra!!"
Brukk!
Zahra terjatuh di tepi jalan bersama orang yang sudah menariknya tadi, yang tak lain adalah Akbar. Sementara sebendel tugas artikel yang dibawa Zahra tadi terlempar di sisi jalan yang lain. Ia baru sadar kalau dirinya sudah di tengah jalan tadi dan sebuah motor besar hampir menyerempetnya.
"Kalo jalan jangan ngelamun toh, mbak!" Bentak pengendara motor tersebut tak acuh sembari melajukan motornya kembali.
"Kalo mau nyebrang iku lihat kanan kiri sik to! Ojo sokor mblunus ae!" Bentak Akbar.
Zahra menunduk. "Maaf.." lirihnya. Akbar lalu membantu Zahra berdiri.
Akbar menggeleng pelan pada Zahra. Sekilas ia menyadari suatu hal, ada yang mengganggu fikiran Zahra saat ini. Bersamaan dengan itu, Zahra kebingungan mencari bendelan tugas Akmal. Ketika menemukannya, ia hendak menyeberang jalan. Namun Akbar kembali mencegahnya. “sudah, biar aku saja yang ambilkan!” ujar Akbar. Akbar pun menyeberang untuk mengambil tugas Akmal yang hampir terbang menjauh tertiup angin.
“Zahra, kamu ndak papa?” Tanya Akmal yang tiba – tiba muncul dengan sorot paniknya.
Zahra menoleh ke arah Akmal setelah menghapus titik air di pelupuk matanya. “nggak, Zahra nggak pa- papa kok.” Ujarnya agak gugup. Sebisa mungkin ia berusaha menyembunyikan kesedihannya itu dengan menunduk.
Sejenak kemudian, Akbar datang. Ia memberikan bendelan tugas Akmal itu pada Zahra. “makasih.” Ujar Zahra. Akmal lalu mengajak Zahra dan Akbar bergabung dengannya dan teman – temannya di kantin tadi.
🍀🍀
“ini tugasnya mas Akmal, udah selesai. Udah tak bendelin juga tadi.” Ujar Zahra sambil menyodorkan bendelan tugas itu pada Akmal.
Akmal tersenyum senang. “makasih, Ra..kamu emang the best!” ujarnya sambil mengacungkan dua jempol pada Zahra. Zahra hanya tersenyum kecil melihatnya. Setidaknya, hatinya sedikit membaik saat ini.
“ya Allah, Mal.. pantes tak lihatin dari kemarin kamu nyantai – nyantai aja. Ternyata tugasmu udah dikerjain Zahra?” tanya Hasan yang memang satu organisasi dengan Akmal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlas atau Halal?
RomanceMuhammad Nazeef Akmal "Cukuplah kucintai kamu dalam hati, menyalurkannya lewat untaian doa, dan menjagamu melalui Allah"