23. Rahasia Ulfa

96 9 0
                                    

Happy reading...

°°°
"Terkadang kenyataan itu memang pahit"
°°°

Bagaimana perasaan mu jika temen-temen mu sedang memuji seseorang yang begitu kamu benci, bahkan pujian yang mereka berikan justru terbalik dengan fakta.

"Dia itu ganteng ya Ul," Kata Zilva sambil membayangkan.

"Iya... terserah kamu mau muji apa," Balas Ulfa dengan malas.

"Sebenarnya ya ganteng cuman...ya udahlah..." Jawab Ella.

Hanya bisa diam dari kejauhan.
Kata itu yang terlintas dipikiran Jinan saat melihat teman-temannya asik bercerita tentang Difka, suasana kantin lumayan sepi jadi semuanya cukup jelas terdengar dari telinga Jinan walaupun berjarak hanya 3 meter. Tak mungkin Jinan akan terang-terangan kepada Ulfa, Zilva, dan Ella bahwa Difka bukanlah seperti yang mereka bicarakan. Sudah dipikirkan berkali-kali bahwa pasti akan ada yang percaya dan disisi lain pasti tidak percaya, karena mereka masih baru sekali mengenali Difka.

"Mungkin lebih baik aku pergi," Ucap Jinan hendak melangkah berlawanan arah.

"Nan!" Teriak Ella sambil melambaikan tangannya.

Tidak akan bisa beralasan lagi sudah dipanggil dan pastinya harus ikut serta, mau atau tidak mau harus datang. Tidak akan bisa mengelak, maka dari itu Jinan sedikit terpaksa untuk bergabung dengan teman-temannya.

"Kalian ngomongin apa sih kok seru banget?" Tanya Jinan berpura-pura tidak tahu.

"Itu si cowok populer, namanya itu siapa ya?" Tanya Zilva sambil berpikir keras.

"Namaku Difka Akram," Ucap Difka yang tiba-tiba muncul saat Jinan sudah duduk disamping Zilva.

Difka berdiri persis di belakang Jinan. Jantung Jinan berdegup begitu kencang, bukan karena gugup atau apa tapi takut jika Difka akan berbicara macam-macam di depan Ulfa, Zilva, dan Ella. Tetapi Jinan harus tetap tenang dan bertingkah seolah-olah tak mengenal orang yang ada dibelakangnya, jika tidak teman-temannya pasti curiga.

"Boleh gabung?" Tanya Difka.

"Bo-boleh kok," Jawab Zilva sambil menatap Difka dengan senyuman lebar.

"Ngga!" Tolak Jinan tanpa melihat ke belakang. Lalu Jinan melanjutkan perkataannya "Tempat duduknya terlalu kedeketan Zil, inget! Bukan mahram!"

"Yah...padahal aku pengen banget kamu disini lho...Dif...tapi perkataan Jinan bener. Maaf ya..." Ucap Zilva dengan raut muka sedih.

"Ngga apa-apa kok, lain kali tapi bisa kan? Nanti biar aku cari kursi lain. Boleh kan?" Jawab Difka lalu pergi.

"Tuh...Zil, dengerin Jinan." Kata Ella menatap tajam Zilva.

Baru saja bernafas lega sesaat, Jinan sudah dikagetkan dengan kedatangan Rio yang sudah selesai diskors bersama teman-temannya. Ia kembali dengan raut muka bangga dan senang.

"Gimana hadiah gue bagus kan?" Tanya Rio dengan gaya angkuhnya seperti biasa.

Jinan yang melihatnya hanya diam jika ia menanggapinya pasti bukan hanya mulutnya yang tidak akan terkendali tetapi tangannya juga akan siap-siap membungkam mulut Rio yang tidak henti-hentinya berkata pedas. Karena mengendalikan amarahnya tidak semudah membalikkan telapak tangan, bila sudah dipenuhi amarah dan emosi Jinan tidak akan diam saja, Jinan akan menjadi Jinan yang berbeda dengan karakter yang sekarang pendiam.

"Atau masih kurang?" Tanya Rio lagi tanpa ada rasa bersalah pada dirinya.

"Ya Allah semoga aku kebal dengan pernyataan dari Rio..." Harap Jinan dalam hati.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang