9. Awal Dari Kehancuran

111 10 0
                                    

°°°
"Aku tidak akan diam saja, jika kesabaran ini sudah berada dibatasnya"
°°°
[Sandira Jinan Adara]

"Areksa cepat angkat dia ke uks!" Perintah pak Bayu dengan tegas.

Areksa menganga kenapa dia yang disuruh untuk mengangkat Jinan coba?

"Lah...kok saya pak..." Keluh Areksa.

"Cepat! Tinggal kamu yang tersisa!"

"Tapi saya apa kuat pak?"

"Ya dicobakan bisa! Cepat!"

Areksa menghela nafas. "Huft...padahal juga guru ini juga orang kan, kenapa ngga dia aja? Coba?" Gumam Areksa yang bisa didengar samar-samar oleh guru yang menyaksikan.

Pak Bayu menatap tajam ke arah Areksa. "Apa kamu bilang?!"

Areksa gelagapan dan akhirnya pura-pura tidak mengatakan apa-apa. "Ngga pak saya ngga bicara apa-apa kok pak."

"Cepat...kamu itu bawa orang pingsan! Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada dia!?"

"Iya pak...ini udah Areksa angkat lho..." Areksa memutar bola matanya beberapa kali sambil mengangkat Jinan untuk ke uks.

"Ternyata ngga berat, yaudahlah jadi gampang buat bawa dia." Batin Areksa saat mengangkat Jinan.

UKS sudah dihadapan hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk memasuki pintunya, dan terlihatlah seorang guru perempuan yang sedang berjaga di UKS, atau bisa dibilang ia adalah dokter untuk berjaga-jaga jika ada seorang siswa yang mendadak sakit. Karena sekolah Harapan bangsa adalah sekolah yang terkenal cukup elite jadi tidak heran jika ada seorang dokter untuk berjaga-jaga di UKS sekolah.

"Areksa! Ada dengan siswi itu!?" Tanya Bu Ninda dengan suara khawatir.

"Dia pingsan saat menjalani hukuman Bu," jawab Areksa sambil membaringkan Jinan di ranjang UKS.

"Kalau gitu kamu langsung kembali ke kelas, dan ibu minta tolong untuk beritahukan dia kalau sedang istirahat di UKS karena sakit, kamu kenal dia kan?"

"Iya Bu, kebetulan saya satu kelas dengan dia," Areksa melirik ke arah Jinan yang sedang berbaring lemah.

"Permisi Bu," Ucap Areksa meninggalkan UKS yang hanya ada Jinan dan Bu Ninda.

Akhirnya setelah beberapa cara pertolongan pertama untuk Jinan dia sadar, dan itu membuat Bu Ninda yang melihatnya bernafas lega karena cukup lama Jinan tersadar dari pingsannya.

"Alhamdulillah akhirnya kamu sadar. Ini diminum" Ucap Bu Ninda memberikan segelas teh hangat pada Jinan.

"Makasih Bu," Jawab Jinan masih lesu dengan memegangi kepalanya yang terasa berat.

"Nama kamu siapa?" Tanya Bu Ninda melihat ke arah Jinan yang sedang meneguk teh yang diberikan.

Kemudian Jinan meletakkan gelas yang dipegangnya ke meja disebelahnya.

"Nama saya Jinan Bu,"

"Kamu pasti belum sarapan kan?" Tanya Bu Ninda.

Jinan menggelengkan kepalanya pelan.

"Ini dimakan, kebetulan tadi pagi saya beli bubur ayam, ayo dimakan." Bu Ninda memberikan sebungkus bubur ayam tapi Jinan menolak dengan menggelengkan kepalanya.

"Ngga usah Bu, Jinan nanti beli aja sendiri di kantin. Pasti Ibu belum makan kan?" Jinan tersenyum tipis.

"Iya...tapi ibu tahu kamu lebih memerlukannya."

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang