36. Diculik(2)

58 11 0
                                    

Happy Reading...

***

"JANGAN!" Teriak Jinan ketakutan melihat Areksa yang akan ditusuk sebuah pisau yang dipegang salah satu pengawal Difka.

"Ayo! Tanda tangan," Jinan kira surat itu cuma ada satu ternyata Difka mempunyai simpanan untuk persiapan jika Jinan merobeknya.

Jinan menatap nanar Difka, ingin tanda tangan ragu tak dilakukan pun juga ragu. Lalu langkah apa yang harus Jinan ambil? Jinan tidak mungkin menyetujui perjanjian yang tertulis di surat konyol yang Difka buat. Menikah? Difka kira menikah hanya bilang sah lalu semua berjalan dengan sesuai keinginan. Menikah itu adalah ibadah jadi tidak boleh main-main, tapi disisi lain Jinan juga tidak bisa main-main dengan nyawa yang terancam di depan matanya.

Rasa ingin memukul Difka tanpa ampun, sangat menguras tenaga dan emosi jika berhadapan dengan Difka yang sekarang. Sangat disayangkan sekali hanya karena beberapa alasan, Difka berubah menjadi orang lain yang tak dikenal Jinan lagi.

Jinan meraih pulpen yang dibawa oleh Difka dan bermaksud untuk tanda tangan segera, tapi tangannya bergetar menggambarkan bahwa menandatangani perjanjian dengan Difka bukanlah keputusan yang baik, suatu keputusan yang diambil secara ragu pasti tidak akan baik untuk kedepannya.

"Ayo," Perintah Difka memaksa.

"Ehg!" Jinan memukul bahu Difka begitu keras.

Difka terjatuh berlutut sambil memegang bagian tubuhnya yang terasa nyeri. Buram penglihatan dan berat untuk berduri membuat Jinan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengunci kedua tangan Difka kebelakang.

"Jangan macam-macam kamu Nan, Areksa ngga akan baik-baik aja dengan perlakuan kamu yang satu ini," Kata Difka meronta-ronta meminta dilepaskan.

Difka memang cukup lemah dalam dunia bela diri, Jinan memang lebih handal dari dirinya hal itu dibuktikan saat eskul karate dulu Jinan menang tiap kali lawan dengan Difka. Iya Jinan memang perempuan tapi dia tidak lemah.

"Lo juga ngga bakal baik-baik aja," Ucap Jinan setengah berbisik, "Buat kalian jika ingin bos kalian baik-baik saja maka bawa Areksa keluar dari ruangan itu!" Teriak Jinan masih memegang erat tangan Difka agar tidak lengah.

"Gimana ini, kita turuti dia atau ngga bang?" Tanya salah satu preman kepada preman yang lain.

"Bodoh Lo! Kalau ini orang kabur kita juga yang rugi!" Jawabnya menatap tajam preman yang bertanya padanya.

Salah satu dari mereka ada yang berinisiatif untuk mengarahkan sebuah pisau tepat ditengah leher Areksa. Areksa terdiam tidak bisa berbuat apa-apa karena tenaganya sudah terkuras banyak akibat preman yang memukulnya tanpa ampun.

Jinan yang memperhatikan dari luar mulai panik, tapi ia mencoba agar tidak terlihat panik di depan preman-preman yang sedang mengancamnya dengan berbagai ancaman. Di detik berikutnya Jinan terpikir akan suatu hal, ia bimbang harus melakukannya atau tidak, disisi lain Areksa kemungkinan besar akan dikeluarkan tapi di sisi lain, apakah Jinan tega mematahkan lengan mantan sahabatnya yang selalu mendukungnya dikala semua orang mengejeknya. Memang itu dulu hanya sebuah masa lalu, tapi tetap saja Difka pernah ada dihidup Jinan yang dulunya kelam.

"BERHENTI!!!" Teriak Jinan nafasnya memburu matanya merah menatap sendu Areksa.

Walaupun Areksa berbohong Jinan tetap ikhlas untuk memaafkannya. Areksa dan teman-temannya cukup berperan penting dalam membuat mood Jinan naik drastis jadi Jinan melakukan ini karena ia merasa membawa Areksa masuk ke dalam permasalahannya dengan Difka. Mungkin ini terakhir kalinya Jinan berurusan dengan Areksa.

"LEPASIN AREKSA! Atau..." Jinan menghembuskan nafasnya, "Lengan bos kalian patah!"

"Gimana bang? Kita keluarin anak ini aja, keselamatan bos lebih penting," Tanya salah satu preman.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang