19. Anak Kepala Sekolah

89 12 0
                                    

Happy reading...

Kurang fokus dan konsentrasi, itulah hal yang Jinan lakukan sepanjang pelajaran, padahal pelajaran yang sedang berlangsung adalah kegemarannya. Sempat menarik perhatian guru yang mengajar karena Jinan bukanlah Jinan yang seperti biasanya sukar bertanya dan menjawab pertanyaan.

Yang ada sekarang Jinan banyak melamun dan bahkan tidak memasukkan sama sekali hal yang ia dengar ke otaknya.

"Jinan, Nan." Panggil Bu Arini yang berada disebelah Jinan sekarang.

"Eh, iya iya Bu," Jawab Jinan panik.

"Kamu kenapa? Pelajaran sudah selesai dan kamu masih melamun saja ha?" Tanya Bu Arini memberikan tatapan simpati pada Jinan.

Jinan menggeleng. "Ngga apa-apa Bu,"

Bu Arini mengambangkan senyum di bibirnya. "Jangan sungkan kalau mau cerita sama ibu, ibu akan bersedia mendengarkan cerita kamu."

Kata-kata itu bukannya membuat Jinan semakin bersemangat tapi justru sebaliknya semakin membuatnya rapuh karena menjadi seseorang yang diberi simpati atau rasa kasihan.

"Kalau begitu ibu permisi ya..." Pamit Bu Arini.

Jinan mengangguk.

Apakah dia akan diam saja jika kakaknya sedang diambang kesedihan, belum lagi kakaknya tidak bicara sama sekali begitu pula umi. Mungkin hanya beberapa kata saja yang Jinan dengar dari percakapan semalam antara umi dan kak Reihan secara diam-diam, tapi itu sudah membuktikan bahwa terjadi sesuatu dengan toko kopi milik kak Reihan. Itulah penyebab kenapa ia selalu gagal fokus.

"Hei...hei... bukannya itu si Jinan?"

"Iya kayaknya,"

"Yaudah langsung aja to the point sama orangnya"

"Lagian juga, Rio ngomong kan kalau suruh langsung dikasih tahu."

Gerombolan teman-teman Rio memang sering ditakuti oleh siswa-siswi terlebih lagi sang ketua yaitu Rio, walaupun begitu juga ada yang naksir dengannya apalagi Rio adalah kapten tim basket sekolah.

"Woi!"

Jinan yang merasa hanya dirinya yang kini tersisa di depan pintu kelas pun mengira jika itu panggilan yang ditujukan olehnya. Untuk memastikan bahwa hanya ada dirinya Jinan celingak-celinguk kesana kemari. Dan benar mereka mendekat dan kini tempat di depan Jinan, berjarak satu meter.

"Kalian panggil aku?" Tanya Jinan dengan sikapnya yang memang bukan pura-pura tidak tahu, memang dia benar-benar tidak tahu.

"Lo buta?" Tanya salah seorang dari mereka dengan judes dan ketus.

"Ngga," Jawab Jinan yang membuat gerombolan itu semakin kesal saja.

"Disini Lo bisa lihat kan cuma ada Lo!" Suara salah satu orang lagi mulai meninggi dan terdengar kasar.

"Oke, ada apa?" Jawab Jinan yang sudah kesal untuk berdebat, tidak ingin dilanjutkan karena takutnya ia tidak akan bisa mengontrol emosinya, Jinan adalah seorang yang buruk dalam mengontrol emosi.

"Gimana udah tahu kejutan yang dibuat Rio?" Tanya salah satu dari mereka.

"Maksud kamu?" Tanya Jinan memang tidak tahu.

"Mungkin sebentar lagi Lo bakal keluar dari sekolah ini, karena kekurangan biaya."

"Maksud kalian itu apa! Jangan buat aku jadi bingung! Aku benar-benar tidak tahu apa-apa,"

"Lo tahu, bisnis kakak Lo kan? Nah itu maksud dari kita,"

"Cabut!" Ucap satu orang sepertinya wakil dari Rio yang mengajak beberapa orang yang dibelakangnya untuk pergi.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang