37. Cemburu

66 11 0
                                    

Happy Reading...

°°°
"Rindu itu memang berat, berat dihati"
°°°
-Sandira Jinan Adara-

Dor!

Satu tembakan sangat pas melesat ke salah satu kaki preman yang mencoba kabur, siapa suruh kabur padahal udah dibilangin sama polisinya.

"BERHENTI! JANGAN BERGERAK MAJU!" Teriak Difka, "Jika bergerak saya pastikan Jinan tidak akan selamat," Lanjut Difka, Difka membawa Jinan ia mengalungkan lengannya di leher Jinan seperti berniat akan mencekik Jinan.

Apa iya Difka akan berlari sejauh itu hanya untuk mendapatkan Jinan?
Dasar Gila! Sudah tidak waras.

"Jangan macam-macam kamu!" Balas Reihan dengan wajah panik melihat Jinan yang lemah tak berdaya.

Namanya juga tadi di setrum sama alat kejut listrik, seharusnya Jinan mungkin pingsan tapi ternyata fisik Jinan cukup kuat agar tetap sadarkan diri.

Tadinya Difka mempunyai niatan untuk mencelakai Areksa tapi sekarang malah tertukar posisi dengan Jinan, Areksa sudah diamankan oleh polisi dan dibawa keluar walaupun awalnya ngotot tidak mau keluar tetap saja dalam keadaan dirinya yang tidak baik-baik saja harus cepat-cepat dibawa ke rumah sakit.

Keadaan semakin tegang saja, Difka keras kepala tidak mau menyerahkan Jinan sementara Reihan dilanda keresahan karena melihat adiknya yang tidak berdaya. Disaat seperti ini polisi hanya bisa diam jika tidak akan membahayakan Jinan.

Bugh!

Tiba-tiba saja ada seorang pahlawan kesiangan yang muncul dari belakang Difka yang langsung memukul tengkuk Difka hingga membuatnya terjatuh pingsan.

Reihan cukup kebingungan dengan kehadiran Yusuf yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Yusuf tapi kondisi Jinan lebih penting jadi ia memutuskan untuk menggendong adiknya dulu mementingkan keselamatan adiknya baru setelahnya ia akan bertanya pada Yusuf.

Suara ambulans terdengar pertanda bahwa para korban harus segera masuk dan dibawa ke rumah sakit.
Areksa, Jinan, dan Kasya berada di satu ruangan yang sama di rumah sakit dengan alasan agar tidak kebingungan jika mencari korban insiden penculikan Areksa.

Areksa membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya diruangan, hal pertama yang ia sadari bahwa ia berada di rumah sakit aroma rumah sakit itu sangatlah khas jadi dengan mudah ia dapat mengenalinya, sebelumnya Areksa tidak tahu jika dirinya akan dibawa ke rumah sakit karena saat dirinya dibawa keluar oleh polisi ia jatuh pingsan.

Areksa mengedarkan pandangannya mulai dari atas depan kanan lalu terakhir kiri ia berhenti melirik ke arah kiri menatap gadis yang terbaring lemah sedikit pucat nampak dari wajahnya walaupun dari samping.

Areksa memaksakan diri untuk bangkit dari baringannya, memastikan lebih jelas kondisi gadis yang mampu membuat hatinya terketuk selama ini. Tanpa melihat kondisi dirinya sendiri yang buruk,
ia lebih mengkhawatirkan kondisi gadis yang telah berusaha menolongnya.

Areksa duduk di kursi sebelah samping ranjang gadis itu lalu menatapnya lekat-lekat, sebenarnya terbesit pikiran ingin menangkup jari-jemari gadis itu tapi Areksa mengurungkan niatnya karena mengingat bahwa gadis yang sedang ia tatap lekat-lekat tidak suka disentuh oleh laki-laki yang bukan mahramnya.

"Nan, maafin aku ya," Ucap Areksa menatap sendu Jinan.

"Seharusnya aku ngga melibatkan kamu dalam masalah ini jika pada akhirnya membahayakan diri kamu,"

"Areksa," Ucap Jinan dengan suara berat khas saat bangun tidur.

"Kamu gimana rasanya?" Tanya Areksa.

"..." Jinan mengernyitkan dahinya.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang