44. Pangeran Cokelat

40 9 0
                                    

Assalamualaikum

Happy Reading...

***

"Mohon maaf Bu, dikarenakan Yusuf mengeluarkan darah yang cukup banyak ... nyawanya tak tertolong," ungkap seorang dokter yang keluar dari ruangan UGD.

"Ngga ini ngga benerkan? Ya Allah Yusuf ..."

Ibu mana yang tak sedih jika kehilangan putra satu-satunya yang selalu menjadi kebanggaannya, tiap hari bertemu bahkan hampir jarang jika tidak bertemu. Sering kali selalu mendengarkan Yusuf membaca Alquran dan bercanda ria dengan Yusuf.

Nyawa memang tak memandang umur, bisa di manapun dan kapanpun. Takdir untuk mati tidak ada yang bisa mengubahku sebab itu sudah kehendak dari Yang Maha Kuasa.

"Bunda ... maafin Jinan ini semua karena Jinan," ucap Jinan menyalahkan dirinya atas yang terjadi.

Bunda menggelengkan kepalanya lalu memeluk Jinan.

"Ini bukan salah kamu, ini sudah takdir Jinan," Bunda melepas pelukannya sembari tersenyum getir melihat Jinan.

Senyuman itu justru semakin membuat Jinan merasa terpukul dan bersalah. Kenapa? Kenapa bukan dirinya saja yang terbaring kaku di ruang UGD itu.

"Ngga usah nangis harus kuat supaya Yusuf juga kuat disana," Bunda menghapus air mata Jinan.

Suasana disana terlihat sangat hening ketika semua mendengar berita bahwa Yusuf telah meninggal dunia.

"Kenapa bukan aku yang mati aja sih?" gumam Jinan terduduk lemas di kursi tunggu rumah sakit.

"Nan, maaf semua salah aku coba aja rencana itu ngga berhasil pasti Yusuf-"

Jinan memotong perkataan dari Areksa, "Stop!" Jinan mengusap air matanya.

"Emang dari awal itu seharusnya aku ngga usah ketemu kamu lagi Sa, dan semuanya ngga mungkin kayak gini," kata Jinan penuh penekanan.

"Berhenti nyalahin siapapun dalam situasi kayak gini, ini bukan waktunya buat ribut," sela Reihan.

"Tapi bener kok kak, seandainya aku ngga ketemu Areksa semuanya ngga akan serumit ini!" tegas Jinan pergi tanpa pamit.

"Saran ku sebaiknya kamu jangan mencoba untuk mendekati Jinan lagi, sebab kamu tahu sendiri Jinan ingin menjauhi kamu," saran Reihan lalu pergi meninggalkan Areksa yang mematung memikirkan segala hal.

"Mungkin jalan terbaiknya aku memang harus pergi menjauh dari kamu Nan ..." titah Areksa.

🍃🍃🍃

Hari-harinya selalu ia lalui tidak begitu semangat seperti biasanya, dulu yang kebiasaannya selalu nafsu makan dan ceria menghilang dan tergantikan menjadi sering melamun dan jarang makan. Sampai-sampai teman-temannya jadi heran dengan kelakuannya ini.

"Aku nyesel Nan, karena udah ngerelain Yusuf buat kamu. Ujung-ujungnya malah jadi kayak gini," ujar Ara saat melewati Jinan yang tengah melamun di tengah keramaian perbincangan dari kedua temannya siapa lagi kalau bukan Ulfa dan Zilva.

"Ngomong apa itu orang?!" geram Zilva bangkit dari tempat duduknya.

Jinan yang melihat Zilva kesal langsung meraih lengan Zilva mencegahnya agar tidak emosional.

"Kenapa Nan? Dia nyalahin kamu lho," heran Zilva meminta penjelasan.

"Aku emang salah Zil," balas Jinan pasrah.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang