6. Hukuman

124 12 0
                                    

°°°
"Luka sedalam apapun pasti juga akan sembuh dengan sendirinya"
°°°

"Bun...tadi aku sempat bicara lancang sama Jinan, aku ngga enak banget sama dia. Gimana Bun?" Ucap Yusuf kepada bundanya setelah kepergian Jinan dari rumah.

"Kamu udah minta maaf sama dia?" Tanya Bunda.

"Udah Bun, tapi Yusuf masih ngga enak, pasti dia berpikirnya aku ini sok tahu." Kata Yusuf sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang menyatu.

"Bunda tahu kok, Jinan pasti ngga berfikir kayak gitu, kamu harus berfikir positif," Bunda menepuk bahu Yusuf dengan tersenyum lalu pergi meninggalkan Yusuf yang masih terduduk di sofa.

"Yusuf...Jinan cantik kan? Kamu ngga ada niatan buat halalin dia?" Teriak Bunda yang berada di dapur.

"Apaan sih Bunda, Jinan masih sekolah dan aku juga masih sekolah loh..." Jawab Yusuf sedikit kesal.

"Bukan sekarang tapi tahun-tahun berikutnya." Tambah Bunda lagi, tapi tidak ada jawaban karena Yusuf memilih untuk pergi ke kamar.

Berbeda dengan Yusuf yang memikirkan kata-kata yang tadi ia ucapkan sedang Jinan sibuk memperhatikan foto yang diberikan oleh Yusuf. Jinan mencoba beberapa kali untuk fokus memperhatikan foto dan sesekali memejamkan mata berharap ada ingatan di kepalanya tapi nihil tidak ada hasilnya. Akhirnya iapun menyerah dan lebih memilih merebahkan tubuhnya di kasurnya yang sedang ia duduki.

"Ya Allah, kenapa aku begitu sulit mengingatnya." Gumam Jinan sambil memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut.

"Hei...ngapain kamu?"

"Hei! Hei! Hei! Hei...! Assalamua'laikum," Protes Jinan pada Reihan yang tiba-tiba datang ke kamarnya tanpa salam.

Reihan yang sadar akhirnya mengucapkan salam disertai dengan tertawa kecil diawalnya"Hehehe...Iya Assalamua'laikum Jinan!"

"Walaikumsalam," Jawab Jinan lalu membangkitkan badannya untuk duduk.

"Kamu kenapa dek?"

"Pusing," Jawab Jinan singkat padat jelas.

"Kenapa?" Tanya Reihan kemudian menghampiri Jinan yang tengah duduk di kasur.

"Jinan pengen inget semua memori yang pernah Jinan lupain kak." Jawab Jinan dengan nada sedih dan putus asa.

Kemudian Reihan mengelus-elus kepala adiknya yang menunduk itu dan memberinya semangat.
"Kamu ngga boleh nyerah, pasti kamu akan ingat kok,"

Jinan yang mendengar perkataan kakaknya akhirnya tersenyum penuh semangat.

"Kak, sedekat apa sih aku sama Yusuf itu?" Tanya Jinan memposisikan duduknya menghadap kakaknya yang berada di tepi.

"Kamu udah tahu namanya?"

"Hm..." Jawab Jinan datar.

"Marah ya...?" Tanya Reihan lagi dan dilihat dari ekspresi Jinan ia sudah lelah menjawabnya.

"Udah deh jangan bahas itu pasti ngga selesai-selesai nanti."

"Apa bener kak...Jinan manggil dia itu Sufa, aneh banget sih..."

"Ya emang kamu itu aneh..."

"Maksud kakak apa!" Jinan menatap tajam kakaknya yang tertawa lepas.

Reihan yang sadar Jinan sepertinya marah ia mulai serius menjawab pertanyaan adiknya.

"Iya...kamu manggilnya gitu, kakak juga ngga tahu. Dan kamu itu dulu sering sok pahlawan ngelindungin Yusuf, karena mentang-mentang kamu jago karate. Pokoknya persahabatan kalian susah buat di deskripsikan deh..." Jelas Reihan walaupun tidak terlalu serius.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang