1. Sekolah Baru

272 24 0
                                    

Assalamu'alaikum semunya

Selamat membaca

Ingatkan aku jika ada kesalahan dalam kata maupun huruf:)

°°°

Pernahkah kamu menangis tanpa sebab?
Karena dengan menangis membuatmu menjadi lebih berkurang beban dan masalah.

Itu yang dilakukan Jinan saat ia berada di kediaman ayahnya sebelum ia memutuskan untuk kembali ke Uminya. Penekanan dari ayah, ibu dan juga kedua saudari tirinya sangat mempengaruhi perasaan Jinan, setiap saat pasti ada saja yang membuat Jinan lelah akan hal yang selalu dialami. Tapi kini Jinan bersyukur bahwa Uminya sangat baik hati mau menerimanya lagi.

Allah itu adil 'dibalik kesulitan pasti ada kemudahan dan dibalik penderitaan pasti akan ada kebahagiaan' pikir Jinan dalam hati sambil melihat Uminya yang sedang memasak untuk makan malam.

"Umi, biar Jinan bantu ya ..."

"Ngga usah, sebentar lagi juga selesai kok."

Akhirnya beberapa menit kemudian makanan sudah tersaji di meja makan tinggal menyantapnya saja. Melihat kakaknya tidak turun ke bawah untuk makan sudah Jinan pastikan penyebab utama adalah dirinya, dari awal Jinan kesini saja kakaknya tidak pernah menganggap keberadaannya apalagi menginginkan untuk makan bersama seperti umumnya keluarga harmonis, itu semua hanya sebuah mimpi untuk Jinan.

Dipikirannya selalu teguh untuk tetap disini dan memperbaiki kesalahannya di masa lalu. Lagi pula Umi pasti tidak akan menyetujui kepergian Jinan, jadi Jinan akan tetap bertahan.

"Jinan, ayo...dimakan." perintah Umi lalu Jinan mulai mengambil piring didepannya dan mengambil lauk pauk yang sesekali diambilkan oleh Umi tanpa bertanya apapun yang sebenarnya ada yang ingin ia katakan.

Keheningan menghiasi di meja makan karena makan sambil bicara sama sekali tidak baik, tidak lama kemudian acara makan malam selesai.

"Umi, Jinan saja yang mencuci piringnya." kata Jinan lalu mengambil piring yang dibawa Umi tapi ditolak.

"Ngga usah."

"Umi ..."

"Ya udah, Jinan yang cuci piringnya deh hati-hati ya."

Dengan cepat Jinan membawa piring ke tempat pencucian piring, Jinan sudah mahir mengerjakan pekerjaan apapun yang berhubungan dengan rumah terutama memasak setiap harinya dikediaman ayahnya aktivitas itu yang selalu ia lakukan.

Disisi lain terlihat Reihan yang menuruni tangga dan berjalan mendekati Umi yang sedang membereskan makanan di meja makan. Terlihat secarik kertas yang dibawa oleh Reihan entah kertas apa yang dibawa, Umi yang berada disana pun dibuat penasaran oleh Reihan.

"Rei ... ada apa?"

"Gini mi, tadikan Umi minta Reihan buat cari SMA yang terbaik di kota ini, dan Reihan udah nemuin sekolahnya." Reihan memberikan secarik kertas itu pada Umi.

Terlihat senyuman dibibir Umi karena heran dengan perilaku Reihan, yang sebelumnya tidak peduli sekarang malah mencarikan sekolah, yang dimaksud adalah Jinan.

"Kenapa Umi senyum-senyum?"

"Memang Umi ngga boleh senyum?"

"Boleh, tapi Umi jangan salah paham aku nyariin sekolah buat dia karena Umi yang nyuruh." mencoba mengelak.

"Iya ... makasih ya, eh ... kamu mau kemana Rei? Makan dulu."

"Nanti kalau Reihan laper pasti Reihan bakal turun kok buat makan, Ini ngga usah khawatir." Umi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkah laku putranya, kebiasaan Reihan tidak pernah hilang yaitu selalu makan setelah semua sudah makan.

Assalamu'alaikum Jinan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang