48. Ditembak Dava

650 76 0
                                    

Mulmed : Anne

♡♡♡

Hari-hari selanjutnya terasa lebih berwarna bagi Dhea. Pasalnya ada Dava yang selalu membuatnya merasa bahagia dan bisa melupakan kesedihannya.

Setiap harinya, Dhea dan Dava akan menghabiskan waktu bersama-sama. Mulai dari berangkat ke kampus bareng, lunch bareng, dinner bareng, sampai mengerjakan tugas juga bareng-bareng. Tapi terkadang tidak hanya mereka berdua, ada Anne yang ikut meramaikan suasana.

♡♡♡

Dua tahun kemudian.

Setelah menjalani hubungan pertemanan yang begitu dekat, membuat perasaan yang dimiliki Dava semakin besar.

Maka dari itu, malam ini Dava memutuskan untuk menembak Dhea. Ia meminta tolong kepada Anne untuk membantu menyiapkan dinner romantisnya.

♡♡♡

Kini Dhea dan Dava sudah berada di dalam mobil dan dalam perjalanan menuju restoran yang sudah dibooking oleh Dava.

"Kita mau ke mana sih, Dav?" tanya Dhea penasaran karena tiba-tiba Dava mengajaknya pergi tanpa memberitahu mau ke mana.

"Dinner," jawab Dava.

"Dinner ke mana?"

"Ntar juga tau."

♡♡♡

"Oh, kita ke restoran Imagination?" tanya Dhea memastikan saat mobil Dava berhenti di parkiran resto tersebut.

"Iya. Tapi kamu tutup mata dulu ya," jawab Dava menyerahkan sebuah kain berwarna hitam pada Dhea.

Dhea mengernyitkan dahinya. "Kamu?"

"Iya, kamu. Nggak papa kan?"

"Terserah sih."

Tanpa banyak bertanya, Dhea langsung memakai penutup mata tersebut.

Dave keluar terlebih dahulu dari mobil lalu membukakan pintu mobil untuk Dhea.

Dava menuntun Dhea dengan hati-hati.

Sesampainya di rooftop restoran, barulah Dava membuka penutup mata Dhea.

"Buruan, Dav! Gue udah penasaran nih," seru Dhea karena Dava belum mengizinkannya membuka mata.

"Iya, bentar. Dalam hitungan ketiga, kamu buka mata ya," balas Dava.

Satu.. Dua.. Tiga..

"Waw, bagus banget, Dav!" puji Dhea melihat rooftop yang sudah dipenuhi dengan lilin.

"Kamu suka?" tanya Dava.

"Suka. Ini lo yang nyiapin?"

"Iya. Tapi dibantu sama Anne."

"Oh."

"Dhea!" panggil Dava.

"Kenapa?" tanya Dhea.

"Kita udah kenal sejak SMP dan beberapa tahun terakhir kita semakin deket."

"Iya. Terus?"

Dava menggenggam tangan Dhea. "Jujur, sejak SMP, aku suka sama kamu dan sekarang aku udah jatuh cinta sama kamu. Kamu ... mau nggak jadi pacar aku?"

Nah lho. Gue udah nebak pasti Dava bakal nembak gue. Duh, gue harus jawab apa nih? Batin Dhea.

"Nggak dijawab sekarang, nggak papa kok, Dhe. Aku ngerti kamu pasti butuh waktu," ucap Dava.

"Eeee ... sebelumnya makasih, lo udah cinta sama gue dan repot-repot nyiapin semua ini. Tapi gue nggak punya perasaan yang sama kayak lo. Selama ini gue cuma nganggep lo temen, nggak lebih. Jadi maaf banget, gue nggak bisa jadi pacar lo," balas Dhea menolak.

"Apa lo masih suka sama mantan cupu lo itu?" tanya Dava kembali menggunakan lo-gue.

Dhea memang sudah menceritakan tentang Arkatama secara detail kepada Dava dan Anne.

"Ini nggak ada hubungannya sama dia. Lagipula udah 3 tahun gue nggak ketemu dia," jawab Dhea.

"Apa lo nggak bisa ngasih gue kesempatan buat jadi pacar lo?"

"Mungkin lo bisa berusaha dulu luluhin hati gue. Baru setelah itu gue akan ngasih lo kesempatan buat jadi pacar gue."

"Oke, gue akan berusaha ngeluluhin hati lo. Tapi tolong lo jangan deket-deket sama cowok lain ya!"

"Emang kenapa?"

"Gue cemburu, Dhe."

"Gue kan deket cuma sebagai temen, Dav."

"Tetep aja gue ngga suka ngeliatnya."

"Yaudah iya. Gue nggak akan deket-deket sama cowok lain. Sekarang kita makan yuk! Gue udah laper nih."

"Iya, ayo!"

Setelah acara dinner selesai, Dava mengantarkan Dhea pulang ke apartemen.

♡♡♡

Tak lama kemudian, ada Anne yang datang ke apartemen Dhea.

"Jadi gimana? Lo udah jadian sama Dava?" tanya Anne setelah duduk di sofa.

"Gue sama Dava nggak jadian," jawab Dhea.

"Loh kenapa? Bukannya Dava nembak lo ya?"

"Iya. Tapi gue tolak."

"Kenapa lo tolak?"

"Gue cuma nganggep Dava temen, nggak lebih."

"Yahh ... gue gagal dapet PJ dong. Lagipula kalian kan deket. Masa lo nggak ada perasaan sedikitpun gitu sama Dava?"

"Nggak ada."

"Padahal Dava ganteng lho, Dhe. Dia juga baik, romantis, perhatian lagi," puji Anne sambil senyam-senyum.

"Lo suka sama Dava?" tanya Dhea.

"Eh, enggak. Gue kan cuma ngomongin fakta tentang Dava," jawab Anne.

"Oh, kirain."

"Lo beruntung tau Dhe bisa dicintai sama cowok kayak Dava."

"Tapi sayangnya gue nggak bisa cinta balik sama dia."

"Lo nggak mau nyoba buat mencintai Dava gitu?"

"Nggak tau, An. Gue bingung."

"Apa lo masih suka sama Arka?"

"Kenapa sih, nggak lo, nggak Dava selalu aja bawa-bawa Arka? Padahal ini tuh nggak ada hubungannya sama dia," marah Dhea. Ia tidak suka jika ada yang menyebut-nyebut nama Arka lagi.

"Sorry, Dhe. Gue nggak bermaksud bikin lo marah," ucap Anne menyesal.

"Huft ... iya, nggak papa. Setelah ini tolong jangan bahas Arka lagi ya!"

"Iya, Dhe."

"Malam ini lo mau nginep di sini nggak?"

"Kayaknya nggak deh. Soalnya gue nggak bawa baju ganti."

"Yaelah An, kan lo bisa pakek baju gue."

"Nggak usah, Dhe. Next time aja ya."

"Oke."

"Kalau gitu gue mau pulang dulu ya."

"Lah kok buru-buru?"

"Soalnya udah malem dan apart gue kan agak jauh dari sini."

"Oh iya. Lo bawa mobil nggak? Kalau nggak bawa biar gue anterin lo pulang."

"Nggak usah. Gue bawa mobil kok."

"Yaudah. Lo hati-hati ya!"

"Iya. Bye, Dhe!"

"Bye, An!"

CUPS (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang