Step on Side

10.3K 1.4K 247
                                    

"Kamu apa-apaan," desisku sambil mendorongnya, berusaha melepaskan diri darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu apa-apaan," desisku sambil mendorongnya, berusaha melepaskan diri darinya. Tentu saja tidak bisa, tidak akan bisa. Andro lengket seperti gurita. Tangannya memelukku, menggenggam dadaku dengan kuat. Satu tangannya lagi menarik bagian depan tali braku seperti tali kekang yang dia ikatkan padaku.

"Nggak akan," katanya tegas di telingaku dalam bisikan yang membuat bulu kudukku berdiri.

Tentu saja ini membuatku panik. Bagaimana kalau orang melihat kami? Bagaimana kalau tetangga kami melihat kami? Bagaimana kalau salah siapa pun yang melihat kami melaporkan kami ke Patih? Bagaimana kalau mereka berpikir hubungan kami yang membuat Mas Roni lari dari hidupku?

"Andro, please. Tolong lepasin aku."

"Apa yang kudapat, Mbak? Apa yang kudapat dari ngelepasin Mbak? Nggak ada. Cuma rasa sakit. Aku kangen Mbak. Kangen banget." Dia menciumi kepala dan bagian belakang leherku. Tangannya melingkar di perutku, lalu menyusup ke balik celanaku. Astaga! Aku merasa lemas sekali. Aku ingin menyerah di pelukannya. Aku ingin kami melakukannya saat ini juga.

Seorang ibu-ibu gemuk berhijab hijau tua mendorong trolinya ke arah kami. Dia menatap kami dengan tatapan mencela. Andro juga berpaling melihatnya. Kugunakan kesempatan ini untuk mendorongnya. Mungkin karena segan dengan ibu-ibu itu, Andro akhirnya melepaskanku. Dengan senyum lebar, Andro berkata, "Maklum, pengantin baru. Nggak bisa nahan, Bu." Dia mengucapkannya tanpa rasa berdosa sama sekali.

Ibu-ibu itu terlihat ingin protes, tapi dia memilih mengambil botol yogurt, lalu pergi begitu saja. Mungkin dia akhirnya memaklumi kami. 

"Kamu nggak ada malunya, ya?" semburku kesal sekali padanya.

"Kenapa malu? Aku sama cewek yang kucintai." Dia menggigit bibir dengan tatapan lurus padaku.

"Cinta? Andro, yang kamu rasakan ke aku tuh cuma kesenangan."

"Mbak mulai lagi." Dia memutar mata dengan kesal. "Gimana sih cara meyakinkan Mbak kalau aku tuh sayang banget ke Mbak? Aku cinta. Love. Liebe. Aime. Sebut aja! Aku benar-benar serius sama Mbak. Mbak maunya apa? Kita nikah? Ayo! Sekarang?"

"Aku masih istri Mas Roni."

"Istri?" Dia mendekat setelah mengucapkan kata itu dengan ekspresi jijik. "Mbak, dia sudah ninggalin Mbak. Dia sudah ngajak Mbak pisah pastinya. Sekarang, dia lagi senang-senang sama pelacurnya. Dia sudah lupa sama Mbak. Apa mbak masih menganggap dia suami?"

"Secara hukum dan agama, dia masih suamiku sampai kami benar-benar bercerai, Andro. Hidup ini pakai hukum. Ada yang bikin kita biar nggak liar begini."

"Padahal aku suka kalau Mbak liar." Dia menarik pinggulku lagi sampai menabrak tubuhnya. Seluruh tubuhku merinding dan dingin.

Ibu-ibu lain mendekati kami. Dia terlihat terkejut melihat kami menempel begitu. Andro melepaskanku, mendorong troliku menjauh dari rak pendingin setelah mengambilkan keju yang kuinginkan tadi. Sambil berjalan dia menarik pinggangku, menggandengku seolah kami memang benar-benar pasangan yang sering berbelanja bersama. Dia menarik daftar belanjaan yang kupegang. Bibirnya tersenyum saat membacanya.

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang