Aku berusaha mengalihkan pikiran dari rasa sakit agar tidak perlu merintih. Tidak ada yang perlu dijahit, tidak ada yang retak dan mataku baik-baik saja. Tapi, cidera ini membuat wajahku seperti terus berdenyut. Perawat yang menanganiku berkali-kali mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja. Dengan senyum manis terlatih, dia berkata aku akan sembuh dalam waktu singkat. Dia hanya menenangkan tentu saja. Kalimat itu sudah berkali-kali dikatakannya pada semua orang yang berobat ke tempat ini. Bisa jadi, dia mempelajari cara mengatakannya sejak dalam masa pendidikan agar nada bicaranya terdengar meyakinkan, pun jika dia berbohong demi menyenangkan pasiennya.
Paramedis di rumah sakit ini memang terkenal cekatan dan memiliki keterampilan bagus, sangat sesuai untuk membawa nama baik Syailendra yang sudah mendunia. Mereka ramah pada pasien dan disiplin, tidak ada yang ngobrol selain untuk urusan pekerjaan. Setelan seragam biru muda mereka terlihat anggun dan berbeda dari rumah sakit lain. Emblem Syailendra pada dada kanan mereka membuat seragam itu nampak eksklusif. Mereka juga dengan baik mendengarkan Karin yang meminta surat keterangan tentang catatan kesehatanku, siapa tahu aku perlu membawa kasus ini ke kepolisian.
Kepolisian?
Aku sama sekali belum memikirkannya. Sebenarnya, aku ingin mengadukan Mas Roni. Tapi, bagaimana dengan Patih nanti? Bagaimana kalau Patih tahu keburukan ayahnya? Bagaimana jika nanti dia menanggung beban dendam pada ayahnya?
Waktu kecil, aku pernah melihat orangtuaku ribut. Memang, tidak ada rumah tangga yang benar-benar aman damai sejak awak hingga akhir pernikahan. Aku juga mengalami fase kegelapan dalam rumah tangga orangtuaku. Saat-saat itu, aku merasa seperti berada dam ketakutan sendiri. Aku mendengar Papa meneriaki Mama dan Mama membalas dengan jeritan melengking dan cerocos omelan tanpa titik. Papa membanting barang dan mengancam membunuh Mama. Tapi, Papa tidak pernah melakukannya. Papa tidak pernah memukul Mama sedikit pun. Walau begitu, aku yang merasa sakit dan malu mendengar keributan mereka. Aku bingung saat ditanya tetangga apa yang terjadi di rumah kami. Aku mau saja menceritakan ulang semua yang kulihat. Tapi, Papa dan Mama mengancam akan memukulku jika membuka aib keluarga. Menurut mereka aib keluarga itu untuk disimpan, bukan untuk diumbar pada orang lain.
Saat mereka akhirnya damai dan melanjutkan pernikahan mereka dengan bahagia, aku masih tidak bisa memikirkan hal baik. Itulah titik balik hidupku yang lebih memilih sendiri. Aku memilih menutup semua luka dengan senyum, mengatakan pada semua orang bahwa aku baik-baik saja.
Aku memang baik-baik saja. Tidak ada yang melukaiku, tidak ada yang memukulku, tidak ada yang menghancurkan masa depanku. Namun, sesuatu di dalam diriku seperti ingin marah dan menangis, entah untuk apa. Aku ingin menceritakan apa yang kualami dan bagaimana perasaanku saat itu dengan bebas, tanpa khawatir pada ketakutan akan dihajar Papa dan Mama.
Sungguh, aku tidak mau Patih merasakannya juga. Aku tidak mau Patih mengulang sejarah hidupku dan menjadi anak yang sama denganku. Lalu, bagaimana aku bisa menjadikannya anak yang berbeda kalau aku memberinya masa kecil yang sama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...