Setelah sentuhan itu, apa yang bisa kupikirkan selain dia?
Tidak ada.
Aku tidak bisa memikirkan apa pun selain lelaki muda itu. Bekas-bekas tangannya di tubuhku masih bisa kurasakan, bahkan saat aku sudah sampai rumah. Saat mengeluarkan dompet dari tas untuk menyiapkan uang saku Patih, aku menghidu dompet itu, membayangkan dari tempat seperti apa benda itu tadi.
Aku ingin sebentar saja berada dalam pelukannya, merasakan kehangatannya, membiarkannya menenangkanku, mengatakan padaku kalau semua akan baik-baik saja. Bayangan dia membelaiku dengan lembut menari dalam kepalaku, mengangkat kegelisahan dalam diriku belakangan ini.
Aku gila. Sangat gila. Aku tahu ini tidak waras. Bahkan saat aku berlari ke sofa dan menyentuh diri sendiri sambil membayangkan yang mungkin dilakukan Andro padaku saat ini. Aku tahu aku tidak waras.
Siapa memangnya yang bisa tetap waras setelah dipukuli suami dan tidur dengan tetangga yang lebih muda darinya?
Aku sinting. Aku tahu. Aku berbaring di sofa saat barang belanjaan masih tergeletak di dapur. Aku membayangkan Andro di atas tubuhku, menyentuhku seperti yang dilakukannya tadi. Aku membayangkan suaranya, napasnya, aromanya, dan cara tangannya menyentuhku. Tanganku mencengkeram pinggiran sofa sampai nyeri saat aku mencapai orgasme sendiri.
Aku memang tidak baik-baik saja. Jika boleh, aku menyebut diriku sendiri parah. Sangat parah. Saat mandi, aku merasa malas memakai sabun. Aku tidak ingin menghapus jejak Andro dari tubuhku. Tangannya yang tahu bagaimana cara menyentuh dan menekan kulitku rasanya harus tetap di dalam celanaku, di antara lipatan tubuhku.
Aku ke dapur, menyelesaikan pekerjaan yang tertunda tadi. Aku menghitung belanjaanku dengan kesal. Belum semua bahan makanan kubeli. Aku bahkan belum membeli sabun cuci piring. Semua terlupakan begitu saja setelah kehadiran Andro.
Kenapa, sih, Andro mengganggu terus?
Sekarang, malah catatan daftar belanja yang nggak ada. Apa jatuh di jalan waktu aku berebut dengan Andro tadi? Ah! Kenapa dia seperti anak kecil sekali, sih?
Lalu, apa yang harus kulakukan? Yang ada padaku hanya beberapa kaleng sarden dan kornet yang sebenarnya hanya untuk makanan darurat. Ah, sial!
Mas Roni pernah berkata aku punya obsesi terhadap kesempurnaan. Katanya, aku selalu ingin semua yang kutata sesuai pada tempat yang benar. Sebenarnya, aku cuma suka rutinitas. Dengan mengatur semua pada jalur yang benar, hidup akan jadi lebih mudah. Aku tidak perlu memikirkan terlalu banyak. Kalau sudah ada pola yang sama, yang harus kulakukan hanya mengikuti pola yang sudah ada, kan?
"Tapi kamu beda. Kamu itu kalau sekali saja ada halangan, pasti langsung nggak bisa mikir. Langsung bingung. Padahal kan tinggal mengerjakan yang bisa dikerjakan aja. Kalau nggak selesai, bisa dikerjakan lagi besok. Aneh kamu, May. Sok perfeksionis," kata Mas Roni saat dia mengajak kami mengunjungi orangtuanya secara mendadak di tengah kesibukanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...