Aku sudah bisa menduga apa yang akan terjadi di rumah orang tuaku. Sepertinya, Patih di sampingku juga memiliki pikiran yang sama. Dia menggenggam kedua tangannya terus sepanjang jalan seperti menyimpan kegelisahannya sendiri. Aku sendiri berusaha untuk tidak menampakkan kegelisahan atau kesedihan pada Mas Roni. Aku tidak mau dia menggunakan kelemahanku untuk menyakitiku di depan Patih. Yang ada dalam pikirannya hanya dendam sekarang. Merengek pun, aku tidak akan mendapat apa-apa selain rasa sakit. Dia ada di posisi kuat untuk menghancurkanky kapan pun dia mau.
Kenapa aku tidak hidup di cerita fiksi? Kenapa aku tidak hidup di cerita dengan tokoh utama superhero? Aku ingin sekali membayangkan ada lelaki yang menolongku dan membawaku lari dari sini. Ke mana pun tak masalah. Aku akan dengan senang hati ikut bersamanya. Namun, aku tidak akan ke mana-mana. Aku bukan tokoh utama yang cantik. Aku aku sama sekali tidak punya kelebihan untuk memikat tokoh utama pria yang tampan. Jangan harap akan ada yang datang untukku.
Satu-satunya yang kukenal hanya Andro. Dia tidak memberikan apa pun selain rasa bersalah dan dosa baru.
Ah, tidak. Andro juga memberiku kenikmatan. Dia memberiku lembutnya sentuhan yang selama ini kuimpikan.
Tadi, saat keluar dari rumah, kulihat dia di depan rumahnya, berdiri membawa kotak cokelat besar masuk ke mobilnya. Dari spion, kulihat dia menatap kepergian kami. Tentu saja aku tidak berani lama memandangnya. Mas Roni sudah berkomentar, "Si Bangsat itu ikut-ikutan ngelawan Papa ngapain? Ada main apa dia sama kamu?"
Jantungku seperti menggelinding ke lantai mendengar itu. Aku meliring Patih yang juga menatapku. Mata hitamnya ketakutan, berkedip-kedip dalam usahanya memperingatkanku agar tidak membuat masalah lagi.
"Dia ... dia itu kaget, Mas. Kenapa di rumahku banyak orang dan waktu itu Mama sama Papa teriak-teriak. Mas sendiri yang nitipin aku ke dia. Ya, dia merasa bertanggung jawab atas kami selama Mas pergi." Aku bernapas lega. Bisa juga ternyata aku mengarang cerita seperti ini.
"Harusnya dia itu tahu kalau urusan kamu sama orang tuaku itu urusan keluarga."
"Ngomong aja langsung ke dia. Aku nggak ketemu sama dia lagi sejak waktu itu."
Aku menang. Mana berani Mas Roni ngomong langsung ke Andro. Dia itu pengecut. Dia cuma berani memukuliku ke aku karena dia tahu dia lebih kuat daripada aku. Dia cuma berani membicarakan dan memaki Karin dan suaminya di depanku karena dia tahu kalau aku tidak akan pernah mengatakan apa pun pada Karin. Di mataku, dia bukan lagi laki-laki yang bisa kuhormati sebagai suami. Dia itu babi yang kembali ke kubangannya karena merasa dunia terlalu keras. Dia tidak punya apa-apa sekarang. Dia mengajakku ke rumah orang tuaku juga karena merengek pada mereja agar diberi pinjaman.
"Awas kalau kamu berani ngomong macam-macam di depan orang tuamu. Kusobek perut anakmu nanti," ancamnya sebelum kami turun dari mobil.
Patih yang berusaha mencecarnya dengan mengatakan, "aku ini anak Papa," mendapat tamparan di wajahnya dengan keras hingga jatuh di lantai mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...