Patih masih memintaku menemaninya belajar setelah kami mencuci piring dan menyalakan mesin cuci. Kami mulai membenahi rumah, awal yang baik untuk membenahi hidup dalam rumah ini. Kukatakan padanya kalau aku tidak mungkin sanggup membayar cicilan rumah dengan pendapatanku sebagai penerjemah yang tidak seberapa. Tahu apa jawabannya?
"Aku punya tabungan, Ma. Kan kalau ke rumah Kakek pasti dikasih uang. Uangnya nggak kujajanin. Kalau memang kita nggak bisa hidup di sini lagi, kita bisa cari rumah yang kecil. Kita jual barang-barang di sini, terus cari rumah yang kecil aja. Dekat sekolahku ada rumah dikontrakkan, kok. Nanti aku bisa bikin slime terus kujual di sekolah. Kayak dulu lagi, Ma. Pas ada enterpreneur day di sekolah itu. Anak-anak cewek masih ada aja kok yang suka sama slime."
Saat kutanya tentang apa aku harus lapor polisi atau tidak, dia menjawab, "Jangan kasih aku contoh yang jelek, Ma. Orang salah harus dihukum. Bukan cuma bikin Papa tahu apa salahnya, tapi juga jadi contoh biar aku tahu walau mukul keluarga, aku bakal tetap dihukum."
Tuhan benar-benar sayang padaku. Tuhan mengambil Mas Roni dan memberiku Patih. Aku yakin, dia bisa menjagaku sampai besar nanti. Sebelum ini, aku tidak tahu kalau Patih sedewasa ini dalam berpikir. Dia masih sering merengek dan minta peluk kalau manjanya kumat. Ternyata dalam masa sulit begini, Patih menunjukkan kedewasaan yang nggak kusangka.
"Kalau gitu, besok temani Mama ke kantor polisi, ya?"
Dia mengangguk. "Asal Mama buang baju-baju Papa di mesin cuci itu."
"Kamu benci banget sama Papa?"
"Aku benci sama Papa bukan karena yang dilakukan Papa ke Mama, tapi yang dilakukan Papa ke aku juga. Seharusnya Papa melindungi Aku, bukannya bikin takut gitu. Bapak apaan kayak gitu!"
Aku ingin memberinya pengertian dan melindungi ayahnya, tapi dalam kondisi begini, aku khawatir malah membuat hubungan kami menjauh.
"Kamu kok bisa ngomong gitu? Mama nggak bisa ngomong gitu waktu seumuran kamu." Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Bukannya Mama yang bilang kalau ada apa-apa kasih tahu Mama biar Mama nggak salah ngertiin aku?"
Aku tertawa juga. Entah yang kulakukan padanya ini sudah benar atau tidak, Patih memang senang sekali menjawab omongan orang lain. Ini yang membuat orangtuaku dan orangtua Mas Roni berkata Patih itu anak yang suka menantang orang, pembangkang dan suka membantah omongan orangtua. Awalnya sih lucu-lucu saja saat Patih kecil mencerocos terus tentang hal-hal kecil. Setelah semakin besar, semakin banyak yang diketahuinya, Patih mengoreksi apa saja dan mengkritik apa saja yang menurutnya tidak tepat. Dia seperti perpanjangan tanganku yang tidak bisa mengungkapkan pendapat secara gamblang. Karena selera kami sama, Patih sering menyuarakan hal yang tidak bisa kusuarakan.
Setelah dia menguap beberapa kali dan kepalaku sendiri sudah berat, kami menghentikan sesi belajar. Kuminta dia menutup buku-buku latihan soalnya dan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...